kEGIATAN

Selasa, 27 November 2012

Bimbingan dan konseling merupakan komponen penting dalam proses pendidikan, yang didalamnya mencakup pemberian bantuan kepada peserta didik atau konseli dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, agar setiap peserta didik atau konseli dapat berkembang sesuai dengan tugas perkembangannya secara optimal. Wujud atau implementasi dari pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah berupa pelayanan bimbingan dan konseling yang tepat untuk peserta didik. Untuk dapat memberikan pelayanan bimbingan dan konseling yang tepat Guru BK atau konselor harus mengetahui keadaan dan perkembangan peserta didik secara mendalam. Dalam bab pendahuluan dinyatakan bahwa tugas seorang guru BK atau konselor adalah membantu peserta didik mengatasi permasalahan dan hambatan yang menjadikan peserta didik tidak dapat berkembang sesuai dengan tugas perkembangnnya secara optimal. Masalah yang menghambat tugas-tugas perkembangn peserta didik akan sangat bervariatif, baik yang barkaitan dengan masalah pribadi, sosial, belajar, atau karier. Oleh karena keterbatasan kematangan peserta didik dalam mengenali dan memahami hambatan dan permasalahan yang dihadapi peserta didik, maka perlu dilakukan upaya intervensi oleh pihak yang berkompeten, yang dalam hal ini adalah guru BK atau konselor. Guru BK atau konselor diharapkan untuk mengetahui keadaan dan kondisi peserta didiknya secara mendalam. Untuk mengetahui kondisi dan keadaan peserta didik banyak metode dan pendekatan yang dapat digunakan, salah satu metode yang dapat digunakan yaitu studi kasus (Case Study). Dalam materi ini akan dibahas tentang : (1) pengertian studi kasus, (2) data dalam studi kasus, dan (3) tahap-tahap studi kasus 1. Konsep Dasar Studi Kasus a. Pengertian Studi Kasus Secara harfiah studi kasus terdiri dua kata, yaitu studi dan kasus. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, makna kata studi adalah kajian, telaah, penelitian, penyelidikan ilmiah. Sedangkan makna kata kasus adalah sebagai berikut: (1). soal, perkara, keadaan sebenarnya suatu urusan atau perkara, keadaan atau kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal; dan (2). katagori gramatikal dari nomina, pronomina, atau ajektiva yang menunjukan hubungannya dengan kata lain dalam kontruksi sintaksis. Dari paduan kedua kata studi dan kasus dapat disimpulkan bahwa makna kata studi kasus adalah: pendekatan untuk meneliti gejala sosial dengan menganalisis satu kasus secara mendalam dan utuh. Istilah studi kasus dalam Nineth New Collegiate Dictionary (1987) diartikan sebagai berikut: (1). an intensive analysis of an individual unit (as a person or community), (2). case history. Dalam literatur bimbingan dan konseling yang berbahasa Inggris dikenal istilah case history di samping case study yang makna kedua istilah tersebut berbeda. Strang dan Traxler menggambarkan case history sebagai suatu sintesis tentang informasi yang dibuat secara periodik yang sifatnya lebih rinci dari catatan kumulatif. Mereka ini menggambarkan bahwa case study ialah suatu analisa intensive yang mencakup interprestasi dan difokuskan pada problem atau kesulitan penyesuaian sosial seorang. Tetapi Murray dan Thorne (1938) mengemukakan bahwa istilah case history dimaksudkan unuk suatu teknik atau studi tentang individu secara komprehensif, studi tentang latar belakang lingkungan, hubungan antar pribadi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan penyesuaian. Pengertian tentang studi kasus (case study) dalam kamus psikologi (Kartono dan Gulo, 2000) menyebutkan ada dua pengertian yaitu: (1). Studi kasus merupakan suatu penelitian (penyelidikan) intensif, mencakup semua informasi relevan terhadap seorang atau beberapa orang biasanya berkenaan dengan satu gejala psikologis tunggal., (2). Studi kasus merupakan informasi-informasi historis atau biografis tentang seorang individu, seringkali mencakup pengalamannya dalam terapi. Terdapat istilah yang berkaitan dengan case study yaitu case history atau disebut riwayat kasus, sejarah kasus. Case history merupakan data yang terimpun yang merekonstruksikan masa lampau seorang individu, dengan tujuan agar orang dapat memahami kesulitan-kesulitannya yang sekarang serta menolongnya dalam usaha penyesuaian diri (adjustment). Berikut ini definisi studi kasus dari beberapa pakar dalam Psikologi dan Bimbingan Konseling: 1) Studi kasus adalah suatu teknik mempelajari seorang individu secara mendalam untuk membantu memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik. (I.Djumhur, 1985). 2) Studi kasus adalah suatu metode untuk mempelajari keadaan dan perkembangan seorang peserta didik secara mendalam dengan tujuan membantu peserta didik untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik. (WS. Winkel, 1995). 3) Studi kasus adalah metode pengumpulan data yang bersifat integratif dan komprehensif. Integratif artinya menggunakan berbagai teknik pendekatan dan bersifat komprehensif yaitu data yang dikumpulkan meliputi seluruh aspek pribadi individu secara lengkap. (Dewa Ketut Sukardi, 1983). 4) Studi kasus (case study) adalah suatau metode untuk menyelidiki atau mempelajri sesuatu kejadian mengenai perseorangan (riwayat hidup). (Bimo Walgito, 2004) Studi kasus merupakan teknik yang paling tepat digunakan dalam pelayanan bimbingan dan konseling karena sifatnya yang komprehensif dan menyeluruh. Studi kasus menggunakan hasil dari bermacam-macam teknik dan alat untuk mengenal peserta didik sebaik mungkin, merakit dan mengkoordinasikan data yang bermanfaat yang dikumpulkan melalui berbagai alat. Data itu meliputi studi yang hati-hati dan interpretasi data yang berhubungan dan bertalian dengan perkembangan dan problema serta rekomendasi yang tepat. Jadi berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa studi kasus adalah suatu studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik. Bahan dan alat mengenai gejala atau ciri-ciri/karakteristik berbagai jenis masalah atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun kelompok. Analisa itu mencakup aspek-aspek kasus seperti jenis, keluasan dan kedalaman permasalahannya, latar belakang masalah (diagnosis) dan latar depan (prognosis), lingkungan dan kondisi individu/kelompok dan upaya memotivasi terungkapnya masalah kepada guru BK atau konselor sebagai orang yang mengkaji kasus. Data yang telah didapatkan oleh konselor kemudian dinvertaris dan diolah sedemikian rupa hingga mudah untuk diinterpretasi masalah dan hambatan individu dalam penyesuaiannya. b. Tujuan Studi Kasus Studi Kasus diadakan untuk memahami peserta didik sebagai individu dalam keunikannya dan dalam keseluruhannya. Kemudian dari pemahaman dari peserta didik yang mendalam, konselor dapat membantu peserta didik untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik. Dengan penyesuian pada diri sendiri serta lingkungannya, sehingga peserta didik dapat menghadapi permasalahan dan hambatan hidupnya, dan tercipta keselarasan dan kebahagiaan bagi peserta didik tersebut. c. Sasaran Studi kasus Sasaran studi kasus adalah individu yang menunjukan gejala atau masalah yang serius, sehingga memerlukan bantuan yang serius pula. biasanya sasaran studi kasus adalah peserta didik yang mempunyai suatu problem (problem case); atau dengan kata lain sasaran studi kasus adalah individu (seorang peserta didik) dalam keadaan sehat rohani/ tidak mengalami gangguan mental, yang membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik. 2. Data dalam Studi Kasus a. Ciri-ciri Studi kasus Metode Studi kasus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Mengumpulkan data yang lengkap; studi kasus memerlukan data yang komprehensif dari setiap aspek kehidupan peserta didik. Data yang lengkap sangat menentukan identifikasi dan analisis masalah. Apabila data tidak lengkap dan terjadi kesalahan dalam identifikasi dan analsis masalah maka besar kemungkinan terjadi salah penanganan (treatment) dan bahkan dapat terjadi malpraktik. 2) Bersifat rahasia ; studi kasus tidak dapat dipisahkan dari bimbingan dan konseling, maka salah satu kode etik dalam konseling yaitu asas kerahasiaan. Asas kerahasiaan sangat penting untuk menjaga kepercayaan konseli (baca : peserta didik). Disisi lain, sangat mungkin informasi yang diperoleh belum pasti apa adanya, maka sangat berbahaya apabila informasi tersebut tersebar dan timbul salah persepsi kepada individu dari berbagai pihak. Dan hendaknya hanya guru BK atau konselor yang menangani dan pihak-pihak yang dianggap perlu mengetahui keadaan konseli sebenarnya. 3) Dilakukan secara terus menerus (kontinyu): studi kasus juga merupakan proses memahami perkembangan peserta didik, maka perlu dilakukan pemahaman secara terus menerus sehingga terbentuk gambaran individu yang obyektif dalam berbagai segi kehidupan individu yang berpengaruh pada masalah yang dihadapinya. 4) Pengumpulan data dilakukan secara ilmiah: studi kasus harus bisa dipertanggung jawabkan secara rasional dan obyektif. Maka pengumpulan data juga harus dilakukan secara ilmiah dengan mengacu kaedah-kaedah yang rasional dan dapat dipertanggung jawabkan kebenaran dan validitasnya. 5) Data yang diperoleh dari berbagai pihak : Data yang dikumpulkan dalam studi kasus haruslah relevan dengan permasalahan yang dihadapi peserta didik. Pengumpulan data tentang peserta didik yang bermasalah didapatkan dari berbagai pihak yang berhubungan dengan peserta didik tersebut. Untuk memilih pihak sumber informasi perlu mengingat hubungan orang tersebut apakah dekat/mempengaruhi dalam permasalahan peserta didik, mempunyai informasi yang dapat dipertanggung jawabkan yang bukan berdasarkan gosip, rumor atau kabar burung, mempunyai informasi yang relevan dengan permasalahan individu b. Alat / Metode Pengumpulan data dalam studi kasus Terdapat banyak metode yang dapat dipakai dalam mengumpulkan data untuk kepentingan identifikasi masalah peserta didik, sebagai berikut ; 1) kartu pribadi 2) angket 3) wawancara informatif 4) buku rapor 5) home visit 6) testing 7) rating scale 8) otobiografi 9) sosiometri 10) studi dokumentasi 11) Daftar Cek Masalah (DCM) Karena di kebanyakan sekolah pelayanan Bimbingan dan Konseling baru mulai dikembangkan, dan alat pengumpulan data dan pengumpulan data tidak mungkin diadakan secara serentak, tidak mungkin dan bijaksana untuk mulai menggunakan alat-alat itu sekaligus. Maka ditentukan prioritas teknik yang dapat dipakai secara efektif dan efisien. c. Data yang dikumpulkan dalam Studi Kasus Data yang dikumpulkan dalam studi kasus adalah sebagai berikut: 1) identitas diri 2) latar belakang keluarga 3) lingkungan hidup (social ekonomi) 4) riwayat pertumbuhan dan perkembangan 5) riwayat kesehatan 6) testing dalam berbagai bidang 7) riwayat pendidikan sekolah 8) pola kesusilaan dan keyakinan hidup 9) riwayat pelanggaran hidup 10) pergaulan dengan teman-teman. 11) Langkah-langkah dalam Studi kasus 12) perencanaan 13) pengumpulan data 14) penggunaan dan pengolahan data 15) sintesa dan interpetasi data 16) membuat perencanaan pelaksanaan pertolongan 17) evaluasi dan follow up d. Bagian-bagian Studi Kasus Studi kasus sebagai metode untuk mengadakan persiapan konseling dapat kita lihat adannya bermacam-macam bagian, yaitu : 1) data identitas (data pengenal) 2) tanda-tanda atau gejala yang nampak 3) data-data disekitar klien; 4) latar belakang keluarga (family background) antara lain; 5) lingkungan rumah 6) hubungan antar keluarga 7) disiplin dalam rumah 8) status perkenomian keluarga 9) bagaimana pola asuh orang tua, dan sikap anak kepada orang tua. 10) Latar belakang jasmani dan kesehatan anak, antara lain ; 11) kesehatan anak pada umumnya 12) ciri-ciri jasmani 13) keadaan alat indera pada umumnya 14) keadaan physical defect (jika ada) 15) Data mengenai pendidikan 16) hasil kemampuan belajar (record) di sekolah 17) kemajuan dan kemunduran di sekolah 18) kemampuan mengikuti pelajaran, dsb 19) Social Behavior dan minatnya: 20) hobinya 21) hubungan sosialnya 22) kepercayaan kepada diri sendiri 23) inisiatifnya, dsb 24) Data Psycho Test (Kejiwaan) : 25) perhatiannya 26) bakatnya 27) achievementnya, dsb Contoh data dan metode Pengumpulan data Data yang dikumpulkan melalui beberapa metode, yang terangkum sebagaimana table bawah ini; Tabel:2.1: data dan metode Pengumpulan data No. Jenis Data Alat/Metode Pengumpulan Data 1. Latar Belakang Keluarga Kuisoner, Wawancara Informatif, Home Visit, Otobiografi 2. Riwayat Sekolah Kuisoner, Wawancara Informatif, Otobiografi, Studi Dokumentasi 3. Hasil Belajar Tes Hasil Belajar, Studi Dokumentasi (Raport) 4. Kemampuan Intelektual Tes Intelegensi, Studi Dokumentasi (rapor) 5. Bakat Khusus Tes Bakat Khusus, Wawancara Informatif (buku rapor) 6. Minat Tes Minat, Kuisoner, wawancara informative 7. Kesehatan Jasmani Kuisoner, wawancara informative, home visit, studi dokumentasi 8. Sikap/Sifat Kepribadian Anekdota, rating scale, sosiometri, otobiografi, tes kepribadian 9. Rencana Hari Depam Kuisoner, wawancara informative, otobiografi Setiap masalah yang dialami oleh peserta didik terdapat gejala yang mengiringinya. Gejala bukanlah masalah intinya namun adalah perilaku menyimpang yang mengindikasikan bahwa seseorang mengalami masalah. Berikut ini merupakan contoh kasus, yang dapat ditangkap gejala yang menunjukan masalah bagi peserta didik. 3. Tahap – tahap Studi Kasus Dalam Pelaksanaan studi kasus ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu : a. Analisis. Analisis adalah merupakan langkah untuk mengumpulkan informasi tentang diri anak beserta latar belakangnya.Hal itu bertujuan untuk memperoleh pemehamantentang diri anak dalam berhubungan dengan syarat-syarat yang diperlukan untuk memperoleh penyesuaian diri baik untuk masa sekarang maupun masa yang akandatang.Untuk mendapatkan data yang sebanyak-banyaknya dan dapat dipertanggungjawabkan, maka guru mnenggunakan bermacam-macam metode diantaranya dengan menggunakan angket, observasi, wawancara,dan lainnya. b. Sintesis. Sintesis adalah usaha untuk merangkum, menggolongkan dan menghubungkan data yang diperoleh dalam tahap analisis. Dengan demikian dapat menunjukkan keseluruhan gambaran tentang diri anak, rumusan ini bersifat ringkas dan padat. c. Diagnosis. Diagnosis merupakan tahap menginterpretasikan data dari suatu masalah yang dihadapi. Rumusan diagnosis dilakukan melalui proses pengambilan atau penarikan kesimpulan yang logis. d. Prognosis. Prognosis adalah langkah yang ditempuh untuk menetapkan jenis atau tehnik bantuan yang diberikan kepada anak didik serta memprediksi kemungkinanyang akan timbul oleh anak sehubungan dengan masalah yangsedang dialami. e. Treatment. Tahap ini merupakan tahap pengembangan strategi pemecahan masalah dalam konseling.Guru membantu anak menemukan sumber-sumber pada diri anak.Sumber-sumber lembaga dan masyarakat guna membantu anak mencapai penyesuaian yang optimal. Melalui tahap ini guru memberikan alternatif pemecahan masalah dengan tetap mempertimbangkan kelebihan dari setiap alternatif yang mungkin dapat dilakukan. f. Follow Up. Follow up mengacu pada segala kegiatan membantu peserta didik setelah mereka memperoleh layanan konseling, tetapi kemudian menemui masalah baru atau munculnya kembali masalah yang lampau. C. Latihan 1. Diskusikan dan deskripsikan apa yang dimaksud dengan studi kasus,! 2. Diskusikan dan deskripsikan apa yang dimaksud dengan data dalam studi kasus! 3. Diskusikan dan deskripsikan tahap-tahap studi kasus! D. Rangkuman 1. Studi kasus adalah suatu studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik. Bahan dan alat mengenai gejala atau ciri-ciri/karakteristik berbagai jenis masalah atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun kelompok. Analisa itu mencakup aspek-aspek kasus seperti jenis, keluasan dan kedalaman permasalahannya, latar belakang masalah (diagnosis) dan latar depan (prognosis), lingkungan dan kondisi individu/kelompok dan upaya memotivasi terungkapnya masalah kepada guru BK atau konselor sebagai orang yang mengkaji kasus. 2. Studi Kasus diadakan untuk memahami peserta didik sebagai individu dalam keunikannya dan dalam keseluruhannya. 3. Sasaran studi kasus adalah individu yang menunjukan gejala atau masalah yang serius, sehingga memerlukan bantuan yang serius pula. 4. Tahap-tahap studi kasus : - analisis - sintesis - diagnosis - prognosis - treatment - follow up D. Evaluasi Anda ditugaskan untuk menjawab soal di bawah ini dengan cara memilih salah satu alternative jawaban yang sesuai ! 1. Yang dimaksud dengan studi kasus adalah…. a. Studi komprehensif untuk memahami peserta didik dengan keunikan dan kedalamannya. b. Studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik. c. Studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik dalam menyelesaikan masalah sekolah. d. Studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik dalam penyusunan penelitian tindakan sekolah 2. Penyelenggaraan studi kasus ditujukan untuk…. a. Studi Kasus diadakan untuk memahami peserta didik sebagai individu dalam keunikannya dan dalam keseluruhannya. b. Studi Kasus diadakan untuk meningkatkan prestasi peserta didik di seluruh bidang studi. c. Studi Kasus diadakan untuk memahami peserta didik sebagai individu sesuai dengan tugas perkembangannya. d. Studi Kasus diadakan untuk menjaring informasi mengenai peserta didik sebagai pemenuhan administrasi sekolah. 3. Peserta didik yang menjadi sasaran studi kasus adalah peserta didik dengan criteria sebagai berikut : a. seorang peserta didik dalam keadaan sehat rohani/ tidak mengalami gangguan mental, yang membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik. b. seorang peserta didik dalam keadaan tidak sehat rohani/ mengalami gangguan mental, yang membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik. c. sasaran studi kasus adalah individu yang berprestasi dalam keadaan sehat rohani/ tidak mengalami gangguan mental, yang tidak membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik. d. atau dengan kata lain sasaran studi kasus adalah individu tidak dalam keadaan sehat rohani/ mengalami gangguan mental, yang tidak membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik. 4. Data yang dipergunakan dalam studi kasus, kecuali : a. Identitas diri b. Latar belakang keluarga c. Riwayat pendidikan d. Tanda-tanda atau gejala yang tampak. 5. Dalam penyelenggaraan studi kasus ada beberapa tahap yang harus dilalui, kecuali: a. Analisis b. Sintesis c. Elaborasi d. prognosis F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut. Coba Bapak/Ibu nilai evaluasi yang Bapak/Ibu kejakan dan berapa nilai yang diperoleh. Jika Bapak/Ibu dapat menjawab 5 soal dengan benar maka Bapak/Ibu dianggap menguasai materi diklat ini. Dan jika jawaban benar belum mencapai 4 soal berarti Bapak/Ibu perlu mengulang mempelajari modul ini dengan lebih baik.

PENERAPAN PENDEKATAN RASIONAL EMOTIF

PENERAPAN PENDEKATAN RASIONAL EMOTIF PADA KONSELING KELOMPOK A. Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari Bab IV ini Guru BK/konselor dapat: 1. Mendeskripsikan kerangka kerja pendekatan konseling Rasional Emotif. 2. Menyusun rencana pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan rasional emotif . 3. Menyusun alat evaluasi hasil pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan rasional emotif 4. Menyusun skenario layanan konseling kelompok dengan pendekatan rasional emotif 5. Mempraktekkan konseling kelompok dengan pendekatan rasional emotif. B. Uraian Materi 1. Kerangka Kerja Konseling Rasional Emotif Pendekatan konseling rasional emotif sangat komprehensif, yaitu menangani masalah-masalah emosi, kognisi, dan perilaku. Pendekatan rasional emotif banyak kesamaannya dengan pendekatan yang berorientasi kognitif-tingkah laku yang menitik beratkan berpikir, menilai, memutuskan, menganalisis, dan bertindak. Pendekatan ini sangat didaktik dan sangat direktif serta lebih banyak berursan dengan dimensi-dimensi pikiran ketimbang dimensi-dimensi perasaan. a. Pandangan tentang Manusia Konseling rasional emotif memandang bahwa manusia bersifat rasional dan juga irasional. Individu berperilaku dalam cara-cara tertentu karena ia percaya bahwa ia harus bertindak dalam cara itu. Masalah-masalah emosional terletak dalam cara berpikir yang tidak rasional. Dengan mengoptimalkan intelektualnya, seseorang dapat membebaskan dirinya dari gangguan emosional. Pendekatan ini percaya bahwa tidak ada orang yang disalahkan dalam segala sesuatu yang dilakukannya, tetapi setiap orang bertanggung jawab akan semua tingkah lakunya. Dalam bahasa yang lebih spesifik pandangan manusia dari pendekatan rasional emotif adalah sebagai berikut. 1) Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu tidak efektif. 2) Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. 3) Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh prasangka, sangat personal, dan irrasional. 4) Berpikir irrasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Dalam proses pertumbuhannya, akan terus berpikir dan meraakan dengan pasti tentang dirinya dan tentang yang lain. 5) Berpikir secara irasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. 6) Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional. Ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu antecedent event (A), belief (B), dan emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC. Antecedent event (A) merupakan peristiwa pendahulu yang berupa fakta, peristiwa, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang. Hakikatnya A adalah segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu adalah antecedent event. Belief (B) adalah keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi produktif. Sedangkan keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan atau sistem berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan karena itu tidak produktif. Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB. Kepribadian menurut Ellis pada dasarnya terdiri atas kepercayaan, konstruk, atau sikap. Apabila seorang Individu mempunyai suatu reaksi emosional pada titik C (konsekuensi emosional) setelah terjadi kegiatan atau peristiwa atau pengalaman. Hal itu menyebabkan suatu sistem kepercayaan (B). A tidak menyebabkan C tetapi sistem kepercayaan yang menjadi A menyebabkan C. b. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah Tingkah laku bermasalah : tingkah laku yang didasarkan dikendalikan oleh cara berpikir yang irrasional (iB). Ciri-ciri iB adalah : (1) tidak dapat dibuktikan, (2) menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan) yang sebenarnya tidak perlu, dan (3) menghalangi individu untuk berkembang. Sebab-sebab Individu Berpikir Irasional adalah : (1) individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyataan dan imajinasi, (2) individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain, dan (3) orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irrasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media. c. Tujuan Konseling Kelompok Rasional Emotif Berdasarkan pandangan dan asumsi tentang manusia, kepribadian, asumsi tingkah laku bermasalah, tujuan utama konseling rasional emotif adalah sebagai berikut. 1) Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan anggota kelompok yang irrasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif. 2) Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah. Untuk mencapai tujuan-tujuan konseling itu maka perlu pemahaman klien tentang sistem keyakinan atau cara-cara berpikirnya sendiri. Ada tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling rasional emotif, yaitu pertama insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) pada saat yang lalu. Kedua, insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irrasional terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya. Ketiga, insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irrasional. Secara lebih khusus Ellis menyebutkan bahwa dengan konseling rasional emotif akan tercapai pribadi yang ditandai dengan : (1) minat kepada diri sendiri, (2) minat sosial, (3) pengarahan diri, (4) toleransi terhadap pihak lain, (5) fleksibel, (6) menerima ketidakpastian, (7) komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya, (8) berpikir rasional, (9) penerimaan diri, (10) berani mengambil risiko, dan (11) menerima kenyataan. c. Deskripsi Proses Konseling Konseling rasional emotif dilakukan dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama oleh konselor dan klien. Tugas konselor dalam pendekatan konseling rasional emotif adalah membantu individu yang tidak bahagia dan menghadapi hambatan, untuk menunjukkan bahwa : (1) kesulitan atau masalahnya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak rasional dan (2) berusaha memperbaikinya adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan. Konselor yang efektif akan membantu klien untuk mengubah pikiran, perasaan, dan tingkah laku klien yang tidak rasional. Tugas konselor di atas diwujudkan dalam tingkah laku : (1) konselor lebih edukatif-direktif kepada klien, dengan cara banyak memberikan cerita dan penjelasan, khususnya pada tahap awal, (2) mengkonfrontasikan masalah klien secara langsung, (3) menggunakan pendekatan yang dapat memberi semangat dan memperbaiki cara berpikir klien, kemudian memperbaiki mereka untuk dapat mendidik dirinya sendiri, (4) dengan gigih dan berulang-ulang menekankan bahwa ide irrasional itulah yang menyebabkan hambatan emosional pada klien, (5) mendorong klien menggunakan kemampuan rasional dari pada emosinya, (6) menggunakan pendekatan didaktif dan filosofis, (7) menggunakan humor dan “menekan” sebagai jalan mengkonfrontasikan berpikir secara irrasional. Secara spesifik, proses konseling rasional emotif memiliki karakteristik sebagai berikut. 1) Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya. 2) Kognitif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional. 3) Emotif-ekspreriensial, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut. 4) Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien. d. Teknik Konseling Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut. 1) Teknik-teknik Emotif (Afektif) a) Assertive adaptive, yaitu teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien. b) Sosiodrama (bermain peran) , merupakan teknik yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang didramatisasikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan ataupun melalui gerakan-gerakan dalam bentuk drama. c) Self-Modeling, yakni teknik yang digunakan untuk meminta klien agar berjanji atau mengadakan komitmen dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu. Dalam self Pendekataning ini, klien diminta untuk tetap setia pada janjinya dan secara terus menerus menghindarkan dirinya dari perilaku negatif. d) Imitasi, merupakan teknik yang digunakan dimana klien diminta untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif. 2) Teknik-teknik Behavioristik a) Reinforcement, yaitu teknik yang digunakan untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). Teknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif. Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya. b) Social Approachment, merupakan teknik yang digunakan untuk memberikan tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu Pendekatan sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem Pendekatan sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor. c) Live Approachment, yaitu teknik yang digunakan untuk menggambarkan perilaku-perilaku tertentu, khususnya situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan masalah-masalah. 3) Teknik-teknik Kognitif a) Home work assigments, merupakan teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis dalam situasi-situasi tertentu, mempraktikan respon-respon tertentu, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor. b) Latihan assertive, merupakan teknik yang digunakan untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru Pendekatan-Pendekatan sosial. Maksud utama teknik latihan asertif adalah untuk a; (1) mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya, (2) membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain, (3) mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri, dan (4) meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri. 2. Penerapan pendekatan Rasional Emotif pada Konseling Kelompok a. Peran dan fungsi pemimpin kelompok Ellis (Glading, 1995) mengemukakan lima peran pemimpin kelompok rasional emotif, yaitu: 1) Mengajar anggota tentang keaslian emosi. 2) Bertindak aktif dalam proses kelompok. 3) Mendorong anggota kelompok untuk saling membantu dalam berpikir irrasional. 4) Menggunakan penalaman yang berorientasi pada kegiatan dalam kelompok dan pemberian tugas rumah di luar kelompok. 5) Membiarkan ekspresi perasaan yang sebelumnya disembunyikan oleh anggota kelompok. Emosi-emosi tersebut kemudian ditangani dengan cara praktis dan rasional. b. Teknik dan proses kelompok Kelompok rasional emotif dapat dilaksanakan dengan menggunakan model terbuka, tertutup, atau maraton. Pada kelompok terbuka, pertemuan berlangsung secara terbatas atau beberapa bulan. Sedangkan kelompok tertutup berlangsung antara 10 sampai 12 sesi. Untuk kelompok maraton bertemu selama 12 – 36 jam (tergantung pada pemimpin dan anggota). Agar anggota dapat menerima umpan balik secara maksimal, jumlah angota kelompok rasional emotif tidak lebih dari 12 klien. Gladding (1995) menemukakan tahapan praktek kelompok rasional emotif sebagai berikut: 1) Pemimpin kelompok rasional Emotif memperkenalkan diri 2) Pemimpin kelompok meminta para anggota berbagi kesulitan dan masalah pribadi mereka. 3) Menganalisis situasi kesulitan yang telah dinyatakan oleh anggota dengan menggunakan intervensi terapeutik ABC 4) Antara anggota dan pemimpin saling memberikan umpan balik tentang permasalahan yang dibahas. 5) Pemimpin kelompok mengarahkan anggota untuk lebih memperhatikan permasalahan di sini dan sekarang, bukan masa lampau. 6) Pemimpin kelompok menggunakan berbagai macam teknik kognitif perilaku untuk membantu anggota. C. Latihan 1. Buatlah 1 contoh masalah yang dihadapi anggota kelompok yang disebabkan berpikir iraasional dan tentukan teknik pendekatan konseling rasional emotif apa yang akan anda gunakan untuk mengatasi masalah tersebut. 2. Buatlah satuan layanan konseling kelompok dengan pendekatan rasional emotif (contoh masalah pada nomor 1) 3. Buatlah alat evaluasi untuk mengetahui hasil layanan konseling kelompok (sesuai satuan layanan pada nomor 2) pada anggota yang masalahnya di bahas. 4. Buatlah skenario pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan Rasional Emotif mulai tahap I sampai V . 5. Praktekkan skenario yang anda susun dengan beberapa teman (kelompok). D. Rangkuman Konseling rasional emotif memandang bahwa manusia bersifat rasional dan juga irasional. Individu berperilaku dalam cara-cara tertentu karena ia percaya bahwa ia harus bertindak dalam cara itu. Masalah-masalah emosional terletak dalam cara berpikir yang tidak rasional. Tingkah laku yang didasarkan dikendalikan oleh cara berpikir yang irrasional (iB). Ciri-ciri iB adalah : (1) tidak dapat dibuktikan, (2) menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan) yang sebenarnya tidak perlu, dan (3) menghalangi individu untuk berkembang. Tujuan utama konseling rasional emotif adalah memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan anggota kelompok yang irrasional dan menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah. Beberapa teknik konseling rasional Emotif adalah : (1)Teknik-teknik Emotif (Afektif) meliputi Assertive adaptive, Sosiodrama (bermain peran) , Self-Modeling, dan Imitasi, (2) Teknik-teknik Behavioristik yang meliputi Reinforcement, Social Modeling, dan Live Modeling, dan (3) Teknik-teknik Kognitif yang meliputi Home work assigments, dan Latihan assertive. Tahapan praktek kelompok rasional emotif sebagai berikut: a. Pemimpin kelompok rasional Emotif memperkenalkan diri b. Pemimpin kelompok meminta para anggota berbagi kesulitan dan masalah pribadi mereka. c. Menganalisis situasi kesulitan yang telah dinyatakan oleh anggota dengan menggunakan intervensi terapeutik ABC d. Antara anggota dan pemimpin saling memberikan umpan balik tentang permasalahan yang dibahas. e. Pemimpin kelompok mengarahkan anggota untuk lebih memperhatikan permasalahan di sini dan sekarang, bukan masa lampau. f. Pemimpin kelompok menggunakan berbagai macam teknik kognitif perilaku untuk membantu anggota. E. Evaluasi Kerjakan latihan di bawah ini dengan memberi tanda silang pada jawaban yang anda anggap benar. 1. Menurut pendekatan Rasional Emotif, manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten ketika: a. berpikir dan bertingkahlaku rasional b. Berperilaku adaptif. c. Mampu mengatasi kecemasan. d. Mampu menghadapi situasi sekarang. 2. Yang menyebabkan hambatan emosional pada klien menurut pendekatan konseling Rasional Emotif, aadalah: a. Gangguan emosi b. Ide irrasional c. Perasaan cemas. d. Perilaku negatif. 3. Pada pelaksanaan konseling kelompok, fasilitator mengarahkan anggota kelompok yang masalahnya dibahas untuk untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang didramatisasikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan ataupun melalui gerakan-gerakan dalam bentuk drama. Teknik tersebut adalah: a. Imitasi b. Assertive adaptif c. Bermain peran. d. Sosial Modeling. 4. Memberi kesempatan kepada angota yang masalahnya dibahas agar mengungkapkan rencana tindakan untuk mengubah pikiran rasionalnya menjadi rasional dalam rangka memecahkan masalah, dilakukan fasilitator/pemimpin konseling kelompok pada tahap: a. Pembentukan. b. Pembahasan masalah c. Penyimpulan d. Penutupan. 5. Konsep teori ABC pada pendekatan Rasional Emotif tentang pandangannya terhadap keyakinan yang rasional dan irrasional adalah: a. Antecedent event b. Belief. c. Emotional consequence d. Cognition 6. Menyampaikan tentang tujuan konseling kelompok dengan pendekatan rasional emotif, dilakukan fasilitator/pemimpin konseling kelompok pada tahap: a. Pengakhiran. b. Pembahasan masalah c. Peralihan d. Pengawalan F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Jawablah semua latihan pada bab ini,kemudian cocokkan jwaban Saudara dengan kunci jawaban dan nilai hasilnya. Apabila anda menjawab benar sebanyak 5 soal (80%) maka saudara dinyatakan lulus. Apabila mendapatkan hasil dibawah 80% maka Saudara diminta membaca dan memahami isi modul serta melakukan latihan lagi.

PENERAPAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DALAM KONSELING KELOMPOK

A. Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari bab III ini Guru BK/konselor dapat: 1. Mendeskripsikan kerangka kerja pendekatan konseling Behavioral. 2. Menyusun rencana pelaksanaan penerapan pendekatan behavioral pada konseling kelompok. 3. Menyusun alat evaluasi hasil pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan Behavioral. 4. Mempraktekkan penerapan pendekatan konseling kelompok behavioral pada konseling kelompok. B. Uraian Materi 1. Kerangka Kerja Pendekatan Konseling Behavioral Pendekatan konseling behavioral merupakan penerapan berbagai macam teknik dan prosedur yang berakar dari berbagai teori tentang belajar. Dalam prosesnya pendekatan ini menyertakan penerapan yang sistematis prinsip-prinsip belajar pada pengubahan tingkah laku kearah cara-cara yang lebih adaptif. Dewasa ini, pendekatan konseling behavioral berkembang pesat dengan dikembangkannya sejumlah teknik-teknik pengubahan tingkah laku, baik yang menekankan aspek fisiologis, tingkah laku, maupun kognitif. Para pengembang konseling behavioral berkeyakinan bahwa konseling behavioral dapat menangani masalah tingkah laku mulai dari kegagalan individu untuk belajar merespon secara adaptif hingga mengatasi gejala neurosis. Salah satu aspek penting dari gerakan konseling behavioral, yaitu penekananya pada tingkah laku yang bias didefinisikan secara operasional, dapat diamati, dan dapat diukur. Perubahan tingkah laku nyata sebagai criteria spesifik keberhasilan konseling memberikan kemungkinan bagi evaluasi langsung dan segera terhadap keberhasilan konseling behavioral. a. Pandangan tentang Manusia Dalam pandangan behavioral manusia adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan, melalui hukum-hukum belajar pembiasaan klasik, pembiasaan operan, dan peniruan. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku. Manusia cenderung akan mengambil stimulus yang menyenangkan dan menghindarkan stimulus yang tidak menyenangkan, sehingga dapat menimbulkan tingkah laku yang salah atau tidak sesuai. Banyak tingkah laku yang menyimpang karena individu hanya mengambil sesuatu yang disenangi dan menghindar dari yang tidak disenangi. b. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah Dalam pandangan behavioral, masalah klien sebagian terbesar adalah masalah yang berkenaan dengan proses belajar. Tingkah laku bermasalah, tingkah laku negatif, tingkah laku maladaptif, terbentuk melalui proses belajar. Tingkah laku bermasalah dalam pandangan pendekatan behavioral dapat dijelaskan sebagai tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pendekatan konseling behavior memandang individu yang mengalami masalah sebagai adanya proses belajar yang salah dari lingkungan. Ini karena menurut pandangan behavior manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat. c. Tujuan Konseling Tujuan konseling behavioral adalah membantu klien untuk mendapatkan tingkah laku baru. Dasar alasannya adalah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku maladaptif. Konseling behavioral pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang didalamnya respon-respon yang layak yang belum dipelajari. Dari tujuan diatas dapat dibagi menjadi beberapa sub tujuan yang lebih konkrit yaitu: 1) Membantu klien untuk menjadi asertif dan mengekspresikan pemikiran-pemikiran dan hasrat-hasrat ke dalam situasi yang membangkitkan tingkah laku asertif (mempunyai ketegasan dalam bertingkah laku). 2) Membantu klien menghapus ketakutan-ketakutan yang tidak realistis yang menghambat dirinya dari keterlibatan peristiwa-peristiwa sosial. 3) Membantu untuk menyelesaikan konflik batin yang menghambat klien dari pembuatan pemutusan yang penting bagi hidupnya. Ada tiga fungsi tujuan konseling behavioral, yaitu : (1) sebagai refleksi masalah klien dan dengan demikian sebagai arah bagi proses konseling, (2) sebagai dasar pemilihan dan penggunaan strategi konseling, dan (3) sebagai kerangka untuk menilai konseling. Secara operasional tujuan konseling behavioral dirumuskan dalam bentuk dan istilah-istilah yang khusus, melalui : (1) definisi masalah, (2) sejarah perkembangan klien, untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya, (3) merumuskan tujuan-tujuan khusus, dan (4) menentukan metode untuk mencapai perubahan tingkah laku. d. Deskripsi Proses Konseling Langkah-langkah dalam konseling behavioral bervariasi, tidak ada satu pola tertentu yang baku. Namun demikian proses konseling tersebut dibingkai oleh kerangka kerja untuk mengajar klien dalam mengubah tingkah lakunya. Kerangka kerja konseling yang dimaksud adalah sebagai berikut. 1) Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk memperkirakan apa yang diperbuat klien pada waktu itu. Konselor membantu klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu itu. Assesment diperlukan untuk memperoleh informasi Pendekatan mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah. 2) Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment dilakukan analisis. Dalam hal ini konselor dan klien menyusun perangkat untuk merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling. Biasanya tujuan ini memberikan motivasi dalam mengubah tingkah laku klien dan menjadi pedoman teknik mana yang akan digunakan. 3) Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan strategi belajar yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan konseling. 4) Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling. 5) Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan meingkatkan proses konseling. e. Teknik Konseling Prinsip kerja teknik konseling behavioral : 1) Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien. 2) Memengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan. 3) Memberikan peguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan. 4) Memberikan contoh atau Pendekatan melalui : film, tape recorder, atau contoh nyata langsung. 5) Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan. Penguatannya dapat berbentuk ganjaran yang berbentuk materi maupun keuntungan sosial. Syarat-syarat kontrak yang baik adalah : (1) kejelasan tentang hal-hal yang diharapkan dari kedua belah pihak (konselor dan klien), (2) kejelasan dalam tingkat kemunculan tingkah laku dan ganjarannya, (3) kejelasan sistem monitoringnya, (4) kejelasan sistem sanksinya, (5) ada ketentuan tertulis, dan (6) kejelasan sistem bonus, terutama untuk kontrak jangka panjang. 6) Memberikan penjelasan rasional tentang berbagai hal. Beberapa teknik khusus : 1) Latihan Asertif Teknik ini dugunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, emngungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini. 2) Desensitisasi Sistematis Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. 3) Pengkondisian Aversi Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan. 4) Pembentukan Tingkah laku Model Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial. 2. Penerapan pendekatan Behavioral dalam konseling Kelompok a. Keuntungan prosedur kelompok behavioral. Perkembangan konseling behavioral juga ditandai oleh meluasnya penerapan prosedur kelompok. Menurut Hansen (1980), cepat meluasnya prosedur konseling kelompok behavioral dijelaskan dengan lima alasan, yaitu: 1) Dalam konseling kelompok, konselor bukan satu-satunya individu yang mendikte atau memberikan pengarahan kemungkinan perilaku bagi klien, tetapi anggota kelompok dapat memberikan positive reinforcement atau penguatan positif bagi anggota yang lain, dan menyumbangkan saran-saran. 2) Situasi kelompok memungkinkan anggota untuk mencoba penerapan tingkah laku. Modelling sangat relevan dalam hal ini. 3) Kelompok merupakan masyarakat kecil dan konselor dapat mengevaluasi kefektifan proses treatmen melalui observasi terhadap setiap klien dalam interakasi kelompok. 4) Proses kelompok dapat menyediakan sistem pendukung (support) bagi individu yang mencoba melakukan perubahan nyata di masyarakat. Konseling kelompok behavioral tetap memusatkan perhatian pada individu yang ada dalam kelompok dan masih berpegang pada penerapan prinsip-prinsip belajar. Oleh karena itu, penanganan klien dalam prosedur kelompok dianggap hanya merupakan perubahan latar (setting) saja. b. Peran Konselor 1) Konselor berperan sebagai guru, pengarah,dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku. 2) Konselor harus menerima dan memahami klien tanpa mengadili atau mengkritik. 3) Konselor juga harus dapat membuat suasana yang hangat, empatik dan memberikan kebebasan bagi klien untuk mengekspresikan diri. 4) Memberikan informasi dan menjelaskan proses yang dibutuhkan anggota untuk melakukan perubahan. 5) Konselor harus memberikan renforcement. 6) Mendorong klien untuk mentransfer tingkah lakunya dalam kehidupan nyata. c. Peran Klien 1) Setiap anggota mengemukakan masalahnya secara khusus, meneliti variabel eksternal dan internal yang mungkin menstimulasi dan mereinforce perilakunya dan lebih lanjut membuat pernyataan perilaku baru yang diharapkan. 2) Klien dituntut memiliki kesadaran dan berpartisipasi dalam terapuetik. 3) Klien berani menanggung resiko atas perubahan yang ingin dicapai. d. Tahap-tahap Konseling 1) Memulai Kelompok (Beginning The Group) Konselor mengadakan pertemuan dengan setiap individu untuk menentukan apakah individu-individu tersebut cocok untuk ditangani dalam kelompok dan memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam kelompok. Aktivitas dalam pertemuan kelompok yang pertama dipusatkan pada pengorganisasian kelompok, mengorientasikan klien ke proses kelompok dan memulai membangun kebersamaan kelompok. 2) Pembatasan atau penentuan masalah (Definition of the Problem) Masalah klien yang diceritakan pada kelompok perlu dianalisis terlebih dahulu. Konselor mengidentifikasi anteseden dan konsekuensi tingkah laku dengan melakukan analisis yang sistematis tentang tingkah laku bermasalah tersebut, sehingga konselor dapat memberikan stimuli dan mengeksplorasi lebih lanjut unsur-unsur penguat yang mungkin ada pada masalah itu. 3) Perkembangan dan Sejarah Sosial (The Development and Social History) Pada tahap ini, konselor dapat meminta klien untuk mengungkapkan keberhasilan dan kegagalan dalam hidupnya, kelebihan dan kekurangan dirinya, hubungan sosial, penghambat tingkah laku, dn konflik-konflik yang dialami. 4) Pernyataan Tujuan Behavioral (Stating Behavioral Goal) Klien harus menyatakan masalah dan tujuan yang diharapkan dalam bentuk behavioral. Tujuan yang spesifik ini merupakan tujuan bagi perilaku khusus yang akan diubah. 5) Siasat Pengubahan Tingkah Laku (Strategies for Behavioral Change) Pada tahap ini akan sangat membantu jika konselor mengembangkan kontrak behavioral yang spesifik, yaitu kontrak mingguan dengan setiap anggota. 6) Pengalihan dan Pemeliharaan Tingkah Laku Yang Dikehendaki (Transfer and Maintenance of Desired Behavior) Pengalihan pengubahan tingkah laku ini dapat difasilitasi pemanfaatan kelompok sebagai dunia kecil dari kehidupan yang sebenarnya. Konselor perlu membangun situasi dimana anggota kelompok dapat mencoba tingkah laku baru yang dikehendaki dalam siatuasi kelompok sehingga mereka dapat memperoleh balikan (feedback) atas usaha mereka. C. Latihan 1. Buatlah 1 contoh masalah yang dihadapi angota kelompok yang merupakan perilaku maladaptif dan tentukan teknik pendekatan konseling behavioral apa yang akan anda gunakan untuk mengatasi masalah tersebut. 2. Buatlah satuan layanan konseling kelompok dengan pendekatan behavioral (contoh masalah pada nomor 1) 3. Buatlah alat evaluasi untuk mengetahui hasil layanan konseling kelompok (sesuai satuan layanan pada nomor 2) pada anggota yang masalahnya di bahas. 4. Buatlah skenario pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan Behavioral mulai tahap I sampai V Rangkuman 5. Praktekkan skenario yang anda susun dengan beberapa teman (kelompok). D. Rangkuman Tingkah laku bermasalah dalam pandangan pendekatan behavioral dapat dijelaskan sebagai tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pendekatan konseling behavior memandang individu yang mengalami masalah sebagai adanya proses belajar yang salah dari lingkungan. Tujuan konseling behavioral adalah membantu klien untuk mendapatkan tingkah laku baru. Prinsip kerja teknik konseling behavioral (1) Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan, (2) Memengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan, (3) Memberikan peguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan (4) Memberikan contoh atau Pendekatan melalui : film, tape recorder, atau contoh nyata langsung, (5) Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan. Beberapa teknik khusus pendekatan Behaviour adalah Latihan Asertif, Desensitisasi Sistematis, Pengkondisian Aversi, Pembentukan Tingkah laku Model.   E. Evaluasi Kerjakan latihan di bawah ini dengan memberi tanda silang pada jawaban yang anda anggap benar. 1. Dalam pandangan behavioral, masalah klien sebagian terbesar adalah masalah yang berkenaan dengan: a. Proses belajar b. Pikiran rasional c. Pikiran irrasional d. Ketidakpuasan 2. Tingkah laku bermasalah dalam pandangan pendekatan behavioral adalah: a. Tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif. b. Perasaan tidak puas. c. Kesenjangan sosial d. Pikiran masa lalu 3. Teknik behavioral yang bertujuan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut, yaitu stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya disebut teknik: a. Desensitisasi sistematis. b. Pengkondisian aversi c. Penguatan d. Permodelan 4. Dalam konseling kelompok Pemimpin kelompok/fasilitator memberi kesempatan klien untuk menyatakan masalah dan tujuan yang diharapkan dalam bentuk behavioral yaitu perilaku khusus yang akan diubah. Hal tersebut dilakukan pada tahap : a. Peralihan b. Pengawalan c. Kegiatan / Pembahasan masalah d. Penyimpulan. 5. Dalam konseling kelompok pemimpin kelompok/fasilitator berupaya membantu anggota kelompok mengatasi masalah kecemasan dengan menghadapkan pada situasi yang membuat cepas dan membuat rileks, adalah teknik: a. Modeling b. Aversi c. Penguatan d. Desensitisasi sistematis. 6. Perencanaan penggunaan teknik behavioral pada satuan layanan konseling kelompok, paling tepat dilakukan pada saat merencanakan: a. Uraian kegiatan. b. Metode dan teknik c. Tujuan d. Sarana dan alat F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Jawablah semua latihan pada bab ini,kemudian cocokkan jwaban Saudara dengan kunci jawaban dan nilai hasilnya. Apabila anda menjawab benar sebanyak 5 soal (80%) maka saudara dinyatakan lulus. Apabila mendapatkan hasil dibawah 80% maka Saudara diminta membaca dan memahami isi modul serta melakukan latihan lagi.  

konsep dasar Konseling kelompok

1. Konsep Dasar Konseling Kelompok a. Pengertian Konseling Kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang membantu peserta didik untuk mengentaskan masalah pribadi melalui dinamika kelompok. Adapun dinamika kelompok adalah suasana yang hidup, bergerak, berkembang, ditandai dengan adanya interaksi dan komunikasi antar anggota kelompok. Layanan konseling kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada peserta didik (klien) dalam suasana kelompok untuk membahas permasalahan-pe
rmasalahan yang berorientasi pada pencegahan dan pengentasan masalah, dan diarahkan kepada pemberian bantuan kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhannya melalui dinamika kelompok; permasalahan yang dibahas itu adalah permasalahan pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok. b. Tujuan Tujuan umum konseling kelompok adalah adanya sosialisasi para anggotanya, khususnya kemampuan berkomunikasi. Dalam kaitan ini sering terjadi bahwa kemampuan bersosialisasi, berkomunikasi seorang anggota kelompok terganggu oleh perasaaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang tidak obyektif, sempit dan terkungkung serta tidak efektif. Melalui layanan konseling kelompok hal-hal yang mengganggu atau menghimpit perasaan dapat diungkapkan, dilonggarkan, diringankan melalui berbagai cara. Pikiran yang suntuk, buntu, atau beku dicairkan dan didinamiskan melalui berbagai masukan dan tanggapan baru. Persepsi dan wawasan yang menyimpang atau sempit diluruskan dan diperluas melalui pencairan pemikiran, penyadaran, dan penjelasan yang diarahkan oleh pemimpin kelompok. Melalui kondisi dan proses berperasaan, berpikir, berpersepsi dan berwawasan yang terarah, luwes, dan luas serta dinamis dalam berkomunikasi, maka bersosialisasi dan bersikap dapat dikembangkan (Prayitno, 2004). Konseling kelompok juga bertujuan membantu peserta didik (klien) dalam mengubah perilaku yang berorientasi pada pengembangan pribadi, pencegahan, dan pengatasan masalah. Pengembangan pribadi dalam arti bahwa konseling kelompok memberikan kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhannya, yaitu menyajikan dan memberikan dorongan kepada peserta didik yang bersangkutan untuk mengubah dirinya selaras dengan minatnya sendiri, melalui tindakan yang selaras dengan kemampuannya melalui perilaku perwujudan diri. Pencegahan dalam arti bahwa peserta didik yang bersangkutan dalam perjalanan hidupnya mungkin mengalami titik-titik lemah yang segera dapat ditanggulangi tanpa terjadi gangguan kepribadian yang gawat. Pengatasan masalah, dalam arti bahwa peserta didik yang mempunyai masalah-masalah yang mengganggu perkembangan kepribadiannya, melalui konseling kelompok dapat dipercepat dan diperlancar pengatasan masalahnya oleh peserta didik yang bersangkutan. Jadi secara khusus konseling kelompok terfokus kepada pengentasan masalah pribadi dari masing-masing anggota, sehingga terkembangkannya perasaaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap terarah kepada tingkah laku khususnya dalam bersosialisasi dan berkomunikasi. c. Fungsi konseling kelompok Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh layanan konseling kelompok ialah fungsi pengentasan, pencegahan, dan pengembangan. Fungsi pengentasan (pengatasan) yaitu fungsi bimbingan konseling yang akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul, yang akan mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian tertentu dalam proses perkembangannya. Fungsi pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpelihara dan terrkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap, optimal dan berkelanjutan. d. Komponen Konseling Kelompok 1) Fasilitator/pemimpin kelompok 2) Peserta (anggota kelompok) 3) Masalah 4) Kegiatan pembahasan masalah 5) Butir-butir nilai cerdas (konseling kelompok berkarakter) e. Asas-asas konseling kelompok Dalam penyelenggaraan konseling kelompok, menganut tiga etika dasar konseling (Munro, Manthei dan Smal, 1979). Ketiga asas tersebut adalah kerahasiaan, kesukarelaan, dan keputusan diambil oleh klien sendiri. 1) Kerahasiaan Segala sesuatu yang dibahas dan muncul dalam kegiatan kelompok hendaknya menjadi rahasia kelompok yang hanya boleh diketahui oleh anggota kelompok dan tidak disebarluaskan ke luar kelompok. Seluruh anggota kelompok hendaknya menyadari benar dan bertekad untuk melaksanakannya. Aplikasi asas kerahasiaan lebih dirasakan pentingnya dalam konseling kelompok mengingat pokok bahasan adalah masalah pribadi yang dialami anggota kelompok. Dalam hal ini posisi asas kerahasiaan sama posisinya seperti dalam layanan konseling perorangan. Pemimpin kelompok/fasilitator dengan sunguh-sungguh memantapkan asas ini sehingga seluruh anggota kelompok berkomitmen penuh untuk melaksanakannya. 2) Kesukarelaan Kesukarelaan anggota kelompok dimulai sejak awal rencana pembentukan kelompok oleh pemimpin kelompok (guru BK). Kesukarelaan terus menerus dibina melalui upaya pemimpin kelompok agar dapat mengembangkan suasana kelompok yang dinamis. Dengan kesukarelaan itu, anggota kelompok akan dapat mewujudkan peran aktif diri mereka masing-masing untuk mencapai tujuan layanan. 3) Keterbukaan Anggota kelompok menampilkan diri tanpa rasa takut, malu atau ragu. 4) Kegiatan Anggota kelompok mengikuti konseling kelompok dengan aktif. Dinamika kelompok dalam konseling kelompok semakin intensif dan efektif apabila semua anggota kelompok secara penuh menerapkan asas kegiatan. 5) Kekinian Asas kekinian memberikan isi aktual dalam pembahasan yang dilakukan. Anggota kelompok diminta mengemukakan hal-hal yang terjadi dan berlaku sekarang ini. Hal-hal atau pengalaman yang telah lalu dianalisis dan diangkut-pautkan kepentingan pembahasan hal-hal yang terjadi dan berlaku sekarang. Hal-hal yang akan datang direncanakan sesuai dengan kondisi yang ada sekarang. 6) Kenormatifan Asas kenormatifan dipraktikkan berkenaan dengan cara-cara berkomunikasi dan bertatakrama dalam kegiatan kelompok, dan dalam mengemas isi bahasan. Dinamika kelompok akan semakin tinggi apabila banyaknya masukan dan pendapat dari anggota kelompok yang saling melakukan sentuhan dengan bahasa , gaya, dan sikap yang sangat normatif. 7) Keahlian Asas keahlian diperlihatakan oleh pemimpin kelompok dalam mengelola kegiatan kelompok dalam mengembangkan proses dan isisi pembahasan secara keseluruhan dalam konseling kelompok f. Materi konseling kelompok Konseling kelompok merupakan konseling yang diselenggarakan dalam kelompok, dengan memanfaatkan dinamika kelompok yang terjadi di dalam kelompok itu. Masalah-masalah yang dibahas merupakan masalah perorangan yang muncul di dalam kelompok itu, yang meliputi segenap bidang bimbingan, yaitu bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karir. Seperti halnya konseling perorangan, setiap anggota kelompok dapat menampilkan kebutuhan dan masalah yang dirasakannya. Kebutuhan dan masalah tersebut ”dilayani” melalui pembahasan yang intensif oleh seluruh anggota kelompok, kebutuhan/masalah satu persatu, tanpa kecuali, sehingga semuanya dibahas. Materi layanan konseling kelompok dalam bidang-bidang bimbingan adalah sebagai berikut. 1) Layanan konseling kelompok dalam bidang bimbingan pribadi, meliputi kegiatan penyelenggaraan konseling kelompok yang membahas masalah pribadi siswa, yaitu berkenaan dengan: a) kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, b) pengenalan dan penerimaan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikis yang terjadi pada diri siswa, c) pengenalan tentang kekuatan diri sendiri, bakat dan minat serta penyaluran dan pengembangannya, d) pengenalan tentang kelemahan diri sendiri dan upaya penanggulangannya, e) kemampuan mengambil keputusan dan pengarahan diri sendiri, f) perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat. 2) Layanan konseling kelompok dalam bidang bimbingan sosial, meliputi kegiatan penyelenggaraan konseling kelompok yang membahas masalah sosial siswa, yaitu berkenaan dengan: a) kemampuan berkomunikasi, serta menerima dan menyampaikan pendapat secara logis, efektif, dan produktif, b) kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial (di rumah, sekolah, dan masyarakat) dengan menjunjung tinggi tata krama, norma dan nilai-nilai agama, adat istiadat dan kebiasaan yang berlaku, c) hubungan dengan teman sebaya (di sekolah dan di masyarakat), d) pemahaman dan pelaksanaan disiplin dan peraturan sekolah, e) pengenalan dan pengamalan pola hidup sederhana yang sehat dan bergotong- royong. 3) Layanan konseling kelompok dalam bidang bimbingan belajar, meliputi kegiatan penyelenggaraan konseling kelompok yang membahas masalah belajar siswa, yaitu berkenaan dengan: a) motivasi dan tujuan belajar dan latihan, b) sikap dan kebiasaan belajar, c) kegiatan dan disiplin serta berlatih secara efektif, efisien dan produktif, d) penguasaan materi pelajaran dan latihan/keterampilan, e) keterampilan teknis belajar, f) pengenalan dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial, dan budaya di sekolah dan lingkungan sekitar, g) orientasi belajar di sekolah yang lebih tinggi. 4) Layanan konseling kelompok dalam bidang bimbingan karir, meliputi kegiatan penyelenggaraan konseling kelompok yang membahas masalah karir, yaitu berkenaan dengan: a) pilihan dan latihan keterampilan; b) orientasi dan informasi pekerjaan/karir, dunia kerja, dan upaya memperoleh penghasilan; c) orientasi dan informasi lembaga-lembaga keterampilan (lembaga kerja/industri) sesuai dengan pilihan pekerjaan dan arah pengembangan karir; d) pilihan, orientasi dan informasi perguruan tinggi/sekolah yang lebih tinggi sesuai dengan arah pengembangan karir. g. Tahapan kegiatan konseling kelompok Kegiatan pelaksanaan konseling kelompok meliputi Tahap I Pembentukan, tahap II (peralihan) , tahap III (kegiatan) , tahap IV (kesimpulan), tahap V (Pengakhiran) (Prayitno, 2011:20). Di bawah ini akan diuraikan kegiatan masing-masing tahap. 1) Tahap I (Pengawalan) Tahap I bertujuan untuk : (1) mengenalkan diri, (2) mengenalkan tujuan kelompok,(3) menumbuhkan minat mengikuti kegiatan, (4) mengenal cara dan norma yang harus diikuti, dan (5) menumbuhkan rasa kebersamaan. Penampilan fasilitator pada tahap pengawalan adalah menerima dan sepenuhnya mampu serta bersedia membantu peserta, aktif dalam mengembangkan keterbukaan, dekat, hormat, tulus, hangat dan bersimpati. Kagiatan yang dilakukan fasilitator adalah memimpin doa, memimpin mengucap teks pancasila (berkarakter nasional), mengucapkan terimakasih, menjelaskan pengertian, tujuan, asas, cara kegiatan konseling kelompok, dan mengajak perkenalan lebih dalam. 2) Tahap II (Peralihan) Tahap II merupakan peralihan dari tahap I ke Tahap III, yaitu tahap untuk menegaskan tentang kesiapan para peserta untuk memasuki tahap kegiatan selanjutnya, yaitu membahas masalah yang dihadapi anggota, dan dapat dikaitkan dengan butir-butir karakter cerdas. Kegiatan peserta yang digalang pada tahap II ini menjamin bagi suksesnya tahap III yang merupakan pokok konseling kelompok. Tujuan tahap II adalah: (1) memantapkan kesiapan peserta memasuki tahap berikutnya, dan (2) mengenal secara teknis operasional kegiatan pembahasan masalah. Penampilan fasilitator pada tahap II adalah makin mengembangkan keikutsertaan peserta dan mulai mengembangkan nilai-nilai karakter cerdas, memimpin permainan kelompok. Kegiatan fasilitator adalah: (1) menjelaskan kegiatan kelompok berikutnya disertai tanya jawab, (2) mengenali suasana kesiapan kelompok, (3) mengaitkan karakter cerdas dengan nilai kehidupan, dan (4) memberi contoh masalah pribadi. 3) Tahap III (Pembahasan Masalah) Membahas masalah pada tahap III merupakan puncak dan kegiatan utama dalam konseling kelompok. Tujuan tahap ini adalah membahas masalah yang dihadapi anggota kelompok dan membina suasana untuk pengembangan diri secara aktif dan produktif. Penampilan fasilitator/ pemimpin kelompok adalah sebagai pengendali, titik kesatuan, pelurus, dan pengatur jalannya pembahasan masalah. Fasilitator perlu melakukan teknik dasar konseling seperti pada konseling individual. Kegiatan yang dilakukan fasilitator pada tahap III adalah mempersilakan anggota kelompok mengemukakan masalah yang dihadapi, menentukan masalah yang dibahas berdasarkan pertimbangan dan usul saran dari anggota, memandu membahas masalah secara tuntas dengan memberi kesempatan kepada semua anggota kelompok untuk berperan aktif bertanya, saling memberi nasehat, dan berbagi pengalaman, serta mengaitkan permasalahan yang muncul dengan karakter cerdas (layanan BK berkarakter). 4) Tahap IV (Penyimpulan) Tujuan tahap in adalah memahami arah perilaku anggota khususnya yang masalahnya dibahas dan mengembangkan hasrat anggota untuk mengikuti kegiatan lebih lanjut. Penampilan fasilitator adalah membangkitkan kemampuan anggota untuk menilai diri, menumbuhkan hasrat terus mengikuti kegiatan, dan menegaskan perlunya nilai-nilai karakter cerdas dalam berperilaku dan berkehidupan. Kegiatan yang dilakukan fasilitator/pemimpin kelompok adalah memberi kesempatan kepada anggota yang masalahnya dibahas untuk menyampaikan rencana tindakan yang akan dilakukan dalam rangka menyelesaikan masalah dan perasaan sekarang. Kepada anggota yang lain menanyakan tentang manfaat mengikuti konseling kelompok. Pada tahap ini fasilitator memberi kesempatan anggota untuk menyampaikan kesan dan pesan, serta membahas kegiatan selanjutnya. 5) Tahap V (Penutupan) Tahap ini merupakan kegiatan pengakhiran konseling kelompok. Tujuannya adalah mengakhiri kegiatan dalam suasana nyaman, sukses, dan kepuasaan anggota. Penampilan fasilitator/pemimpin kelompok pada tahap ini adalah mempertahankan keakraban, kebersamaan, santai, dan rileks, menghargai partsisipasi anggota kelompok, dan menciptakan suasana perpisahan yang mengesankan. Kegiatan yang dilakukan fasilitator adalah mengucapkan terima kasih, menyatakan kegiatan akan berakhir, memimpin doa, dan salam penutup. 2. Pelaksanaan Konseling Kelompok Sesuai dengan tahap-tahap penyusunan dan pelaksanaan program satuan kegiatan bimbingan dan konseling, layanan konseling kelompok dilakukan oleh guru pembimbing melalui tahap perencanaan program, pelaksanaan program, evaluasi pelaksanaan program, analisis hasil evaluasi, dan tindak lanjut pelaksanaan program. a. Tahap Perencanaan Program Layanan Konseling Kelompok. Dalam merencanakan program satuan layanan konseling kelompok, yang perlu dilakukan oleh guru pembimbing adalah sebagai berikut. 1) Menetapkan materi layanan konseling kelompok yang disesuaikan dengan permasalahan siswa yang akan dikenai layanan. 2) Menetapkan tujuan atau hasil yang akan dicapai. 3) Menetapkan sasaran kegiatan, yaitu siswa asuh yang akan dikenai kegiatan layanan. 4) Menetapkan bahan, sumber bahan, dan/atau nara sumber, serta personil yang terkait dan peranan masing-masing. 5) Menetapkan metode, teknik khusus (pendekatan),media dan alat yang akan digunakan, sesuai dengan ciri khusus layanan konseling kelompok yang direncanakan. 6) menetapkan rencana penilaian. 7) Mempertimbangkan keterkaitan anatara layanan konseling kelompok yang direncanakan itu dengan kegiatan lainnya. 8) Menetapkan waktu dan tempat. b. Tahap pelaksanaan Program Satuan Layanan Konseling Kelompok. Program layanan konseling kelompok yang telah direncanakan selanjutnya dilaksanakan melalui: 1) Persiapan Pelaksanaan: Persiapan yang perlu dilakukan adalah (1) persiapan fisik (tempat dan perabot), (2) perangkat keras, (3) persiapan bahan, (4) perangkat lunak, (5) persiapan personil, (6) persiapan keterampilan menerapkan/menggunakan metode, pendekatan dan teknik konseling,(7) media dan alat, dan (8) persiapan administrasi. 2) Pelaksanaan kegiatan, sesuai dengan rencana, yaitu (1) penerapan metode, teknik khusus, media dan alat, (2) penyampaian bahan, pemanfaatan sumber bahan, (3) efiensi waktu, dan (4) administrasi pelaksanaan c. Tahap Evaluasi Hasil Pelaksanaan Program Layanan Konseling Kelompok. Evaluasi layanan konseling kelompok meliputi evaluasi proses dan evaluasi hasil. 1) Evaluasi proses, dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana keefektifan layanan konseling kelompok dilihat dari prosesnya. Aspek yang dinilai dalam evaluasi proses antara lain: (1)kesesuaian antara program dengan pelaksanaan, (2) keterlaksanaan program, (3) hambatan yang dijumpai, (4) faktor penunjang, dan (5) keterlibatan siswa dalam kegiatan. 2) Evaluasi hasil layanan konseling kelompok, dimaksudkan untuk memperoleh informasi keefektifan layanan konseling kelompok dilihat dari hasilnya. Aspek yang dinilai dalam evaluasi hasil layanan konseling kelompok yaitu perolehan siswa dalam hal: (1) berpikir, (2) Merasa, (3) Bersikap, (4) Bertindak, dan (5) Bertanggung jawab berkaiatan dengan rencana kegiatan yang akan dilakukan pasca pelayanan konseling kelompok dan dampak layanan konseling kelompok terhadap perubahan perilaku ditinjau dari pencapaian tujuan layanan, tugas perkembangan, dan hasil belajar. Evaluasi hasil dapat dilakukan segera (laiseg), dan penilaian pasca layanan yang terdiri dari penilaian jangka pendek (laijapen), dan jangka panjang (laijapang). Laiseg dilakukan segera setelah pelaksanaan konseling kelompok (pada tahap pengakhiran) untuk melihat seberapa jauh layanan konseling kelompok telah membantu siswa mencapai hasil-hasil yang diinginkan. Evaluasi pasca layanan konseling kelompok, yaitu evaluasi yang dilakukan untuk memantau kinerja siswa setelah layanan konseling kelompok berakhir dan tujuannya tercapai. Langkah pemantauan perilaku siswa pasca layanan konseling kelompok bermaksud melihat apakah siswa menindaklanjuti perilaku hasil yang diperoleh melalui layanan konseling kelompok. Evaluasi pasca layanan konseling kelompok dapat dilakukan melalui dua tahap, yaitu evaluasi jangka pendek (antara satu minggu sampai satu bulan) dan evaluasi jangka panjang (antara satu cawu sampai satu tahun). Alat evaluasi proses dan hasil konseling kelompok dapat menggunakan teknik tes dan nontes (wawancara, pertanyaan lisan, pertanyaan tertulis, observasi, catatan harian perilaku). d. Tahap Analisis Hasil Pelaksanaan Program Layanan Konseling Kelompok. Hasil evaluasi perlu dianalisis untuk mengetahui seluk beluk kemajuan dan perkembangan yang diperoleh siswa melalui program satuan layanan konseling kelompok, ataupun seluk beluk perolehan guru pembimbing. Analisis ini setidak-tidaknya difokuskan pada dua hal pokok: 1) Status perolehan siswa dan/atau perolehan guru pembimbing sebagai hasil kegiatan, khususnya dibandingkan dengan tujuan yang ingin dicapai. 2) Analisis diagnosis dan prognosis terhadap kenyataan yang ada setelah dilakukannya kegiatan layanan konseling kelompok. e. Tahap Tindak Lanjut Pelaksanaan Program Layanan Konseling Kelompok. Upaya tindak lanjut didasarkan pada hasil analisis sebagaimana telah dilaksanakan pada tahap keempat. Ada tiga kemungkinan kegiatan pokok yang dapat dilakukan guru pembimbing sebagai upaya tindak lanjut: 1) Memberikan tindak lanjut “singkat dan segera”, misalnya berupa pemberian penguatan, penugasan kecil (siswa dimiinta untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi dirinya). 2) Menempatkan atau mengikutsertakaan siswa yang bersangkutan dalam jenis layanan tertentu (misalnya layanan konseling perrorangan). 3) Menyusun program satuan layanan atau kegiatan pendukung yang baru, sebagai kelanjutan atau pelengkap layanan konseling kelompok yang telah dilaksanakan. C. Latihan 1. Apa yang dimaksud konseling kelompok? 2. Buatlah 2 skenario cara pembentukan kelompok untuk konseling kelompok. 3. Buatlah 1 contoh skenario games kelompok untuk membangun dinamika kelompok dalam pelaksanaan konseling kelompok. 4. Buatlah contoh satuan layanan konsaling kelompok (pertemuan ke 2 yang sudah ditentukan masalah anggota yang akan dibahas pada pertemuan ke 1). 5. Buatlah 2 alat evaluasi (non tes) untuk mengetahui hasil layanan konseling kelompok pada subyek (anggota) yang masalahnya telah dibahas. D. Rangkuman Konseling kelompok adalah layanan bimbingan dan konseling yang bertujuan membantu anggota kelompok mengatasi masalah pribadinya melalui dinamika kelompok. Fungsi bimbingan dan konseling yang diemban dalam konseling kelompok adalah fungsi pengentasan, pencegahan, dan pengembangan. Asas pelaksanaan konseling kelompok adalah asas kerahasiaan, kegiatan, keaktifan, keterbukaan, kekinian, kenormatifan, dan keahlian. Untuk melaksanakan konseling kelompok, guru BK / konselor perlu melakukan kegiatan : (1) perencanaan program yang dituangkan dalam satuan layanan, (2) melaksanakan konseling kelompok sesuai program, (3) melakukan evaluasi proses dan hasil, (4) melaksanakan analisis hasil evaluasi, dan (5) melaksanakan tindak lanjut hasil analisis. Tahapan pelaksanaan konseling kelompok terdiri dari tahap 1 (pembentukan),tahap II (peralihan), tahap III (Kegiatan), tahap IV (kesimpulan), dan tahap V (pengakhiran). E. Evaluasi. Kerjakan evaluasi di bawah ini dengan memberi tanda silang pada jawaban yang Saudara anggap benar! 1. Masalah yang dibahas dalam konseling kelompok adalah : a. Masalah semua anggota kelompok yang harus mirip atau sama antara anggota satu dengan yang lain. b. Topik aktual berkaitan dengan dunia remaja yang sedang marak dibicarakan. c. Masalah pribadi anggota kelompok yang diungkapkan dalam konseling kelompok. d. Masalah yang dihadapi oleh sebagian besar anggota kelompok yang mirip atau sama. 2. Fungsi utama bimbingan dan konseling yang diemban dalam konseling kelompok adalah: a. Pemahaman. b. Pengentasan c. Pencegahan. d. Pengembangan 3. Kegiatan pembahasan masalah secara tuntas dalam konseling kelompok dilaukan pada tahap: a. Kegiatan b. Pembentukan c. Pengakhiran d. Peralihan 4. Fasilitator / pemimpin kelompok memberi kesempatan kepada anggota yang masalahnya dibahas untuk menyampaikan rencana tindakan yang akan dilakukan dalam rangka menyelesaikan masalahnya, dilakukan pada tahap: a. Pembentukan b. Penyimpulan / Pengakhiran c. Peralihan d. Kegiatan 5. Fasilitator menyampaikan tentang tata cara pelaksanaan konseling kelompok adalah dilakukan pada tahap: a. Kegiatan b. Pengawalan/pembentukan c. Peralihan d. Penutup 6. Kegiatan yang harus dilakukan guru BK sebelum menyelenggarakan konseling kelompok adalah: a. Menyusun program yang dituangkan dalam satuan layanan. b. Membentuk kelompok c. Mempersiapkan tempat. d. Mempersiapkan anggota. F. Umpan balik dan Tindak Lanjut Jawablah semua latihan pada bab ini,kemudian cocokkan jwaban Saudara dengan kunci jawaban dan nilai hasilnya. Apabila anda menjawab benar sebanyak 5 soal (80%) maka saudara dinyatakan lulus. Apabila mendapatkan hasil dibawah 80% maka Saudara diminta membaca dan memahami isi modul serta melakukan latihan lagi.  

Pengembangan Program BK

1. Pendahuluan Sebelum menyusun program bimbingan dan konseling di sekolah tertentu, perlu diketahui dulu apa yang ingin disusun. Pernyataan ini kedengarannya aneh, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa banyak program bimbingan di sekolah berlangsung dari tahun ke tahun tanpa tujuan yang jelas. Suatu program bimbingan dan konseling yang baik biasanya mengikuti suatu pola perencanaan tertentu, dan dapat melihat kondisi-kondisi yang akan dihadapi, serta sanggup menghadapi perubahan-perubahan. Program disusun bersama oleh personil bimbingan dan konseling dengan memperhatikan kebutuhan siswa, mendukung kebutuhan pendidik untuk memfasilitasi pelayanan perkembangan siswa secara optimal dalam pembelajaran dan mendukung pencapaian tujuan, misi dan visi sekolah. Program yang telah disusun disampaikan pada semua pendidik di sekolah pada rapat dinas agar terkembang jejaring layanan yang optimal. 2. Pengertian Program Kerja Bimbingan dan Konseling Program kerja adalah suatu rangkaian kegiatan yang disusun dan akan dilaksanakan dalam suatu satuan waktu tertentu sehingga ada program tahunan, program semesteran, program catur wulan, bulanan, mingguan dan harian. untuk menyususun program kerja dibutuhkan kegiatan perencanaan. Yang dimaksud dengan perencanaan adalah merancang suatu ide/gagasan kreatif dan cerdas konseptual untuk memenuhi kebutuhan/memecahkan masalah dan kemudian mengubah ide-ide itu ke dalam kegiatan/aktivitas nyata. Dalam hubungannya dengan bimbingan dan konseling, perencanaan meliputi kegiatan menemukan substansi material layanan untuk memenuhi kebutuhan khalayak sasaran, menetapkan strategi penyampaian, menetapkan koordinator dan personil pelaksana, mengidentifikasi dukungan sistem/sumber, dan menetapkan kalender kegiatan 3. Prinsip Penyusunan Program Bimbingan dan Konseling Menurut Depdikbud (1975), beberapa prinsip penyusunan program bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut; a. Program Bimbingan dan Konseling harus diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta didik b. Penyusunan Program bimbingan dan konseling diawali dengan need assesment (penilaian kebutuhan) c. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel sesuai dengan kebutuhan individu, masyarakat dan kondisi lembaga. d. Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan e. Perlu adanya penilaian yang teratur dan terarah terhadap program bimbingan dan konseling yang disusun Prinsip-prinsip penyusunan program sebagaimana disarikan dari pendapat Gysbers dan Henderson (1988), adalah sebagai berikut; a. Program Bimbingan supaya disusun selaras dengan program pendidikan dan pengajaran dari sekolah yang bersangkutan, dengan memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada di sekolah. b. Pada waktu menelaah kebutuhan-kabutuhan, masalah dan karakteristik siswa, supaya mengikutsertakan staf sekolah yang lain. c. Program bimbingan perlu diinformasikan pada seluruh staf sekolah, sehingga mereka dapat memahami dan mau member dukungan secara berkesinambungan. d. Kemampuan staf sekolah dalam bidang bimbingan dan konseling perlu diketahui, yang meliputi: pengalaman kerja, pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti, kepribadian, minat terhadap bimbingan, latarbelakang kehidupannya, dan kemampuan memimpin. e. Meneliti macam-macam layanan dan kegiatan-kegiatan lain yang sudah ada dan dilaksanakan di sekolah. f. Membuat analisis tentang layanan pokok bimbingan. Program bimbingan yang dibuat harus mengacu pada hasil analisis tersebut. g. Perlu ditentukan siapa yang akan menjadi pemimpin penyusunan program, dan pembagian tugas masing-masing. 4. Manfaat Program Kerja Bimbingan dan Konseling Program kerja yang disusun memliki manfaat di antaranya; a. pedoman pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling dalam satu satuan waktu b. Adanya kemudahan mengontrol dan mengevaluasi kegiatan bimbingan yang dilakukan c. Terlaksananya program kegiatan bimbingan secara lancar, efesien dan efektif. d. Tolok ukur keberhasilan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling 5. Ciri-ciri Program Kerja yang baik Program kerja yang baik memliki ciri-ciri sebagai berikut. a. Program disusun dan dikembangkan berdasarkan kebutuhan peserta didik b. Diatur menurut prioritas dan kemampuan petugas c. Program memiliki tujuan ideal, realistis dalam pelaksanaan d. Lengkap dan menyeluruh e. Sistematis f. Terbuka dan luwes g. Memungkinkan kerjasama dengan semua fihak h. Adanya tindak lanjut untuk penyempurnaan program 6. Jenis Program Kerja Bimbingan dan Konseling. Program pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik (need assessment) yang diperoleh melalui aplikasi instrumentasi, dengan substansi program pelayanan mencakup: (1) empat bidang, (2) jenis layanan dan kegiatan pendukung, (3) format kegiatan, (4) sasaran pelayanan, dan (5) volume/beban tugas konselor. Program pelayanan Bimbingan dan Konseling pada masing-masing satuan sekolah/madrasah dikelola dengan memperhatikan keseimbangan dan kesinambungan program antarkelas dan antarjenjang kelas, dan mensinkronisasikan program pelayanan Bimbingan dan Konseling dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran dan kegiatan ekstra kurikuler, serta mengefektifkan dan mengefisienkan penggunaan fasilitas sekolah/ madrasah. Dilihat dari jenisnya, program Bimbingan dan Konseling terdiri 5 (lima) jenis program, yaitu: a. Program Tahunan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu tahun untuk masing-masing kelas di sekolah/madrasah. b. Program Semesteran, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu semester yang merupakan jabaran program tahunan. c. Program Bulanan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu bulan yang merupakan jabaran program semesteran. d. Program Mingguan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu minggu yang merupakan jabaran program bulanan. e. Program Harian, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan pada hari-hari tertentu dalam satu minggu. Program harian merupakan jabaran dari program mingguan dalam bentuk satuan layanan (Satlan) dan atau satuan kegiatan pendukung (Satkung) Bimbingan dan Konseling. 7. Beberapa Kegiatan Yang Perlu Dilakukan Terkait Dengan Penyusunan Program Bimbingan dan Konseling a. Analisis kebutuhan dan permasalahan siswa b. Penentuan tujuan BK yang hendak dicapai c. Analisis situasi dan Kondisi sekolah d. Penentuan jenis kegiatan yang akan dilakukan e. Penetapan metode dan teknik yang akan digunakan dalam kegiatan f. Penetapan personil yang akan melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan g. Persiapan fasilitas dan biaya pelaksanaan yg direncanakan h. Perkiraan hambatan yang akan ditemui dan usaha yang akan dilakukan dalam mengatasi hambatan 8. Tahap-Tahap Penyusunan Program Bimbingan dan Konseling Menurut Darminto (2011), Tahap penyusunan program Bimbingan dan Konseling meliputi; a. Merumuskan rasional program b. Melakukan asesmen kebutuhan c. Merumuskan tujuan program d. Menetapkan struktur/isi program e. Mengidentifikasi sumber-sumber, dan f. Menyusun kalender bimbingan Berikut ini di uraikan secara rinci tahap penyusunan program bimbingan dan konseling. a. Merumuskan Rasional Rasional berisi latar belakang penyusunan pogram bimbingan didasarkan atas landasan konseptual, hukum maupun empirik. Selain rasional penyusunan program bimbingan dan konseling juga mempertimbangkan Visi da misi, berisi harapan yang diinginkan dari layanan Bimbingan dan konseling yang mendukung visi , misi dan tujuan sekolah b. Asesmen Kebutuhan • Untuk menemukan apa yang dibutuhkan oleh khalayak sasaran (siswa dan sekolah) • Untuk menetapkan tujuan program • Untuk menetapkan sasaran evaluasi dan mendasari akuntabilitas • Kebutuhan layanan bimbingan, berisi data kebutuhan siswa, pendidik dan institusi terhadap layanan bimbingan. Data diperoleh dengan mempergunakan instrumen yang dapat dipertanggungjawabkan. Langkah2 Asesmen • Mengidentifikasi khalayak sasaran (siswa, guru, orang tua, pimpinan, dst) • Mengumpulkan data (integratif dan komprehensif) dengan alat pengumpul data • Klasifikasi (empat bidang BK) dan analisis (modifikasi faktor- faktor penghambat dan pendukung perkembangan 4 bidang) contoh: prestasi rendah – akademik/belajar (asesmen) – informasi teknik belajar, perbaikan pembelajaran, peningkatan motivasi, pengembangan konsep diri, modifikasi kondisi hubungan keluarga, dst. c. Merumuskan Tujuan Tujuan, berdasarkan kebutuhan ditetapkan kompetensi yang dicapai siswa berdasarkan perkembangan Tujuan umum dan tujuan khusus (bisa dalam bentuk komptensi sasaran) Contoh: • Umum: – Membantu siswa mencapai perkembangan yang optimal dalam aspek akademik dapat merealisasikan potensinya secara optimal dalam setiap kegiatan akademik) • KHUSUS: – Membantu siswa memahami hakekat belajar – Membantu siswa memahami hubungan antara prestasi belajar dan keberhasilan karier di masa depan – Membantu siswa memperoleh informasi yg mencukupu tentang strategi belajar – Membantu siswa mengembangkan apresiasi positif terhadap sekolah dan belajar – Membantu siswa mengembangkan sikap positif terhap sekolah dan belajar – Membentu siswa membentuk kebiasaan belajar yang positif – Membantu siswa mengembangkan konsep diri akademik positif d. Menetapkan struktur isi program Antara satu sekolah satu dengan lainnya bisa berbeda tergantung pada kondisi masing-masing dan hasil asesmen • Isi program konvensional: – Penilaian individual – Layanan informasi & orientasi – Layanan penempatan – Layanan bimbingan – Layanan konseling – Konverensi kasus – evaluasi • Komponen program: (1) layanan dasar, program yang secara umum dibutuhkan oleh seluruh siswa pertingkatan kelas; (2) layanan responsif, program yang secara khusus dibutuhakn untuk membatu para siswa yang memerlukan layanan bantuan khusus; (3) layanan perencanaan individual, program yang mefasilitasi seluruh siswa memiliki kemampuan mengelola diri dan merancang masa depan; dan (4) dukungan sistem, kebijakan yang mendukung keterlaksanaan program, program jejaring baik internal sekolah maupun eksternal e. Identifikasi Sumber-sumber • Identifikasi ketersediaan sumber- sumber yang dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi dan mengefektifkan pelaksanaan struktur isi program. • Dapat berupa orang (tenaga ahli, profesional) atau material (tempat, sarana dan prasarana). • Sumber-sumber ini perlu diidentifikasi dan didokumentasikan agar memudahkan akses jika sewaktu-waktu dibutuhkan. • Jika sumber-sumber tidak tersedia, pengembang program harus dapat memanfaatkan/ menggunakan secara maksimal sumber-sumber yang terbatas. • Pengembang program dapat mengupayakan ketersediaan sumber-sumber secara realistis (sesuai dengan kebutuhan, prioritas, dan kemampuan). • Perlu dibuat prioritas jika ketersediaan sumber-sumber bimbingan terbatas. f. Kalender Bimbingan dan Konseling • Memungkinkan para personil bimbingan untuk menjadwalkan kegiatan bimbingan secara sistematis dan komprehensif, sehingga mereka dapat bekerja secara teratur dan tidak ada kebutuhan siswa yang tak terlayani. • Merupakan bagian dari program bimbingan sekolah dan menyatakan semua aktivitas bimbingan yang direncanakan. • Membantu untuk mengalokasikan waktu dan menghindari benturan kegiatan. • Menyatakan pengelolaan bimbingan yang baik, dan menjamin penggunaan sumber-sumber secara tepat. • Dibuat oleh pengembang program dengan melibatkan semua staf bimbingan, bahkan juga orang tua dan masyarakat yang terkait dengan implementasi program bimbingan. • Dapat dibuat untuk masa satu tahun, satu semester, satu bulan, atau mingguan. • Berisikan pernyataan tentang tanggal, waktu, kelompok sasaran, aktivitas bimbingan, dan sumber- sumber material dan orang yang terlibat. Bila dalam suatu sekolah sudah ada program yang dilaksanakan tetapi berdasarkan hasil penilaian kurang dapat memenuhi kebutuhan siswa dan ingin diubah atau dikembangkan, maka tahap-tahap yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. Tahap 1. Menciptakan iklim untuk berubah Suatu perubahan yang berhasil tergantung pada lingkungan yang positif dan mendukung. Untuk itu perlu diciptakan iklim sekolah dan personel yang siap untuk diajak dan mau mengadakan perubahan. Faktor pendukung ini meliputi kepala sekolah, staf sekolah, orang tua siswa, siswa dan masyarakat. Instrumen yang dapat dipakai untuk menjajagi pendapat adalah daftar cek, dan curah pendapat dengan berbagai pihak untuk meningkatkan iklim yang menunjang. Tahap 2. Menganalisis program Menghubungkan antara apa yang sudah ada sekarang dengan perubahan membutuhkan pengertian mengenai perbedaan antara apa yang sudah dilaksanakan sekarang dengan apa yang akan dikembangkan. Hal ini mencakup persepsi siswa sebagai subyek yang menggunakan program, persepsi pelaksana program, data empiris tentang tujuan-tujuan yang ingin dicapai, dan gambaran mengenai hal yang akan dilaksanakan. Untuk ini perlu diadakan survey kepada para pelaksana program dan pemakai program, dengan instrumen daftar cek. Tahap 3. Membuat pola program baru Dalam tahap ini diputuskan macam program baru yang akan dibuat. Suatu program yang berhasil memerlukan perencanaan yang baik dan teliti. Perencanaan itu meliputi; isi, metode, sumber-sumber, cara mempromosikan, dan cara menilai program. Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang terencana berdasarkan pengukuran kebutuhan (need asessment) yang diwujudkan dalam bentuk program bimbingan dan konseling. Program bimbingan dan konseling di sekolah dapat disusun secara makro untuk 3 (tiga) tahun, meso 1 (satu) tahun dan mikro sebagai kegiatan operasional dan memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan khusus. Program menjadi landasan yang jelas terukur layanan profesional yang diberikan oleh konselor di sekolah. Program bimbingan dan konseling disusun berdasarkan struktur program dan bimbingan dan konseling perkembangan. 1. Komponen (Struktur) Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah Struktur program bimbingan diklasifikasikan ke dalam empat jenis layanan, yaitu : (a) layanan dasar bimbingan; (b) layanan responsif, (c) layanan perencanaan individual, dan (d) layanan dukungan sistem. Keterkaitan keempat komponen program bimbingan dan konseling ini dapat digambarkan pada gambar 1. Gambar 1. Komponen Program bimbingan dan konseling a. Layanan Dasar Bimbingan 1) Pengertian Layanan dasar bimbingan diartikan sebagai “proses pemberian bantuan kepada semua siswa (for all) melalui kegiatan-kegiatan secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka membantu perkembangan dirinya secara optimal”. 2) Tujuan Layanan ini bertujuan untuk membantu semua siswa agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu siswa agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara rinci tujuan layanan dirumuskan sebagai upaya untuk membantu siswa agar : (1) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan agama), (2) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya, (3) mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan (4) mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya. 3) Materi Untuk mencapai tujuan tersebut, kepada siswa disajikan materi layanan yang menyangkut aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya membantu siswa dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Materi layanan dasar bimbingan dapat diambil dari berbagai sumber, seperti majalah, buku, dan koran. Materi yang diberikan, disamping masalah yang menyangkut pengembangan sosial-pribadi, dan belajar, juga materi yang dipandang utama bagi siswa SLTP/SLTA, yaitu yang menyangkut karir. Materi-materi tersebut, di antaranya : (a) fungsi agama bagi kehidupan, (b) pemantapan pilihan program studi, (c) keterampilan kerja profesional, (d) kesiapan pribadi (fisik-psikis, jasmaniah-rohaniah) dalam menghadapi pekerjaan, (e) perkembangan dunia kerja, (f) iklim kehidupan dunia kerja, (g) cara melamar pekerjaan, (h) kasus-kasus kriminalitas, (i) bahayanya perkelahian masal (tawuran), dan (j) dampak pergaulan bebas. Materi lainnya yang dapat diberikan kepada para siswa adalah sebagai berikut: • Pengembangan self-esteem. • Pengembangan motif berprestasi. • Keterampilan pengambilan keputusan. • Keterampilan pemecahan masalah. • Keterampilan hubungan antar pribadi atau berkomunikasi. • Memahami keragaman lintas budaya. • Perilaku yang bertanggung jawab. b. Layanan Responsif 1) Pengertian Layanan responsif merupakan “pemberian bantuan kepada siswa yang memiliki kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera”. 2) Tujuan Tujuan layanan responsif adalah membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu siswa yang mengalami hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Tujuan layanan ini dapat juga dikemukakan sebagai upaya untuk mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian pribadi siswa yang muncul segera dan dirasakan saat itu, berkenaan dengan masalah sosial-pribadi, karir, dan atau masalah pengembangan pendidikan. 3) Materi Materi layanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan siswa. Masalah dan kebutuhan siswa berkaitan dengan keinginan untuk memahami tentang suatu hal karena dipandang penting bagi perkembangan dirinya yang positif. Kebutuhan ini seperti kenginan untuk memperoleh informasi tentang bahaya obat terlarang, minuman keras, narkotika, pergaulan bebas dan sebagainya. Masalah siswa lainnya adalah yang berkaitan dengan berbagai hal yang dialami atau dirasakan mengganggu kenyamanan hidupnya atau menghambat perkembangan dirinya yang positif, karena tidak terpenuhi kebutuhannya, atau gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Masalah siswa pada umumnya tidak mudah diketahui secara langsung tetapi dapat dipahami melalui gejala-gejala perilaku yang ditampilkannya. Masalah (gejala masalah) yang mungkin dialami siswa di antaranya : (a) merasa cemas tentang masa depan, (b) merasa rendah hati, (c) berperilaku impulsif (kekanak-kanakan atau melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkannya secara matang), (d) membolos dari sekolah, (e) malas belajar, (f) kurang memiliki kebiasaan belajar yang positif, (g) kurang bisa bergaul, (h) prestasi belajar rendah, (i) malas beribadah, (j) masalah pergaulan bebas (free sex), (k) masalah tawuran, (l) manajemen stress, dan (m) masalah dalam keluarga. Untuk memahami kebutuhan dan masalah siswa dapat ditempuh dengan cara menganalisis data siswa, baik yang bersumber dari inventori tugas-tugas perkembangan (ITP), angket siswa, wawancara, observasi, sosiometri, daftar hadir siswa, leger, psikotes dan daftar masalah siswa atau alat ungkap masalah (AUM). c. Layanan Perencanaan Individual 1) Pengertian Layanan ini diartikan “proses bantuan kepada siswa agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depannya berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya”. 2) Tujuan Layanan perencanaan individual bertujuan untuk membantu siswa agar (1) memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya, (2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir, dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya. Tujuan layanan perencanaan individual ini dapat juga dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi siswa untuk merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karir, dan pengembangan sosial-pribadi oleh dirinya sendiri. Isi atau materi perencanaan individual adalah hal-hal yang menjadi kebutuhan siswa untuk memahami secara khusus tentang perkembangan dirinya sendiri. Dengan demikian meskipun perencanaan individual ditujukan untuk memandu seluruh siswa, layanan yang diberikan lebih bersifat individual karena didasarkan atas perencanaan, tujuan dan keputusan yang ditentukan oleh masing-masing siswa. Melalui layanan perencanaan individual, siswa dapat: • Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan karir, dan mengembangkan kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya, informasi tentang sekolah, dunia kerja, dan masyarakatnya. • Menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuannya. • Mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya. • Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya. 3) Materi Materi layanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek akademik, karir, dan sosial-pribadi. Materi pengembangan aspek (a) akademik meliputi : memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar sepanjang hayat; (b) karir meliputi : mengeksplorasi peluang-peluang karir, mengeksplorasi latihan-latihan pekerjaan, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan (c) sosial-pribadi meliputi : pengembangan konsep diri yang positif, dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif. d. Layanan Dukungan Sistem Ketiga komponen program, merupakan pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada siswa secara langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen layanan dan kegiatan manajemen yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada siswa atau memfasilitasi kelancaran perkembangan siswa. Dukungan sistem adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan profesinal; hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasehat, masyarakat yang lebih luas; manajemen program; penelitian dan pengembangan. Program ini memberikan dukungan kepada guru pembimbing dalam memperlancar penyelenggaraan layanan diatas. Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah untuk memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di sekolah. Dukungan sistem ini meliputi dua aspek, yaitu : (1) pemberian layanan, dan (2) kegiatan manajemen. 1) Pemberian Layanan Konsultasi/Kolaborasi Pemberian layanan menyangkut kegiatan guru pembimbing (konselor) yang meliputi (a) konsultasi dengan guru-guru, (b) menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau masyarakat, (c) berpartisipasi dalam merencanakan kegiatan-kegiatan sekolah, (d) bekerjasama dengan personel sekolah lainnya dalam rangka mencisekolahakan lingkungan sekolah yang kondusif bagi perkembangan siswa, (e) melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling. 2) Kegiatan Manajemen Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan (a) pengembangan program, (b) pengembangan staf, (c) pemanfaatan sumber daya, dan (d) pengembangan penataan kebijakan. D. Daftar Rujukan Bowers, Judy L dan Hatch, Patriciai. 2002 The National Models for School Counseling Program. ASCA (Amirican School Counselor Association) Darminto, Eko. 2010. Perencanaan dan Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling, Makalah .disampaikan pada Workshop tentang Sistem perencanaan Model-model dan Penilaian Pembelajaran bagi guru SMPN/ swasta se-kota Surabaya tanggal 20 Juli 2010 Depdiknas. 2003. Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Puskur Balitbang. Dirjen PMPTK Depdiknas. 2007. Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling. Jakarta. Gysbers, N.C, & Henderson, P, 1988, Developing and Managing Your School Guidance Programs, Alexanderia, Virginia; American Assosiation for Counseling and Developmen. Romlah, Titik, 2006, Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok, Malang; Penerbit Universitas Negeri Malang. Yusuf, Syamsu L N, 2009, Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Bandung; Rizqi Press.  

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes