kEGIATAN

Selasa, 27 November 2012

PENERAPAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DALAM KONSELING KELOMPOK

A. Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari bab III ini Guru BK/konselor dapat: 1. Mendeskripsikan kerangka kerja pendekatan konseling Behavioral. 2. Menyusun rencana pelaksanaan penerapan pendekatan behavioral pada konseling kelompok. 3. Menyusun alat evaluasi hasil pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan Behavioral. 4. Mempraktekkan penerapan pendekatan konseling kelompok behavioral pada konseling kelompok. B. Uraian Materi 1. Kerangka Kerja Pendekatan Konseling Behavioral Pendekatan konseling behavioral merupakan penerapan berbagai macam teknik dan prosedur yang berakar dari berbagai teori tentang belajar. Dalam prosesnya pendekatan ini menyertakan penerapan yang sistematis prinsip-prinsip belajar pada pengubahan tingkah laku kearah cara-cara yang lebih adaptif. Dewasa ini, pendekatan konseling behavioral berkembang pesat dengan dikembangkannya sejumlah teknik-teknik pengubahan tingkah laku, baik yang menekankan aspek fisiologis, tingkah laku, maupun kognitif. Para pengembang konseling behavioral berkeyakinan bahwa konseling behavioral dapat menangani masalah tingkah laku mulai dari kegagalan individu untuk belajar merespon secara adaptif hingga mengatasi gejala neurosis. Salah satu aspek penting dari gerakan konseling behavioral, yaitu penekananya pada tingkah laku yang bias didefinisikan secara operasional, dapat diamati, dan dapat diukur. Perubahan tingkah laku nyata sebagai criteria spesifik keberhasilan konseling memberikan kemungkinan bagi evaluasi langsung dan segera terhadap keberhasilan konseling behavioral. a. Pandangan tentang Manusia Dalam pandangan behavioral manusia adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan, melalui hukum-hukum belajar pembiasaan klasik, pembiasaan operan, dan peniruan. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku. Manusia cenderung akan mengambil stimulus yang menyenangkan dan menghindarkan stimulus yang tidak menyenangkan, sehingga dapat menimbulkan tingkah laku yang salah atau tidak sesuai. Banyak tingkah laku yang menyimpang karena individu hanya mengambil sesuatu yang disenangi dan menghindar dari yang tidak disenangi. b. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah Dalam pandangan behavioral, masalah klien sebagian terbesar adalah masalah yang berkenaan dengan proses belajar. Tingkah laku bermasalah, tingkah laku negatif, tingkah laku maladaptif, terbentuk melalui proses belajar. Tingkah laku bermasalah dalam pandangan pendekatan behavioral dapat dijelaskan sebagai tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pendekatan konseling behavior memandang individu yang mengalami masalah sebagai adanya proses belajar yang salah dari lingkungan. Ini karena menurut pandangan behavior manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat. c. Tujuan Konseling Tujuan konseling behavioral adalah membantu klien untuk mendapatkan tingkah laku baru. Dasar alasannya adalah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku maladaptif. Konseling behavioral pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang didalamnya respon-respon yang layak yang belum dipelajari. Dari tujuan diatas dapat dibagi menjadi beberapa sub tujuan yang lebih konkrit yaitu: 1) Membantu klien untuk menjadi asertif dan mengekspresikan pemikiran-pemikiran dan hasrat-hasrat ke dalam situasi yang membangkitkan tingkah laku asertif (mempunyai ketegasan dalam bertingkah laku). 2) Membantu klien menghapus ketakutan-ketakutan yang tidak realistis yang menghambat dirinya dari keterlibatan peristiwa-peristiwa sosial. 3) Membantu untuk menyelesaikan konflik batin yang menghambat klien dari pembuatan pemutusan yang penting bagi hidupnya. Ada tiga fungsi tujuan konseling behavioral, yaitu : (1) sebagai refleksi masalah klien dan dengan demikian sebagai arah bagi proses konseling, (2) sebagai dasar pemilihan dan penggunaan strategi konseling, dan (3) sebagai kerangka untuk menilai konseling. Secara operasional tujuan konseling behavioral dirumuskan dalam bentuk dan istilah-istilah yang khusus, melalui : (1) definisi masalah, (2) sejarah perkembangan klien, untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya, (3) merumuskan tujuan-tujuan khusus, dan (4) menentukan metode untuk mencapai perubahan tingkah laku. d. Deskripsi Proses Konseling Langkah-langkah dalam konseling behavioral bervariasi, tidak ada satu pola tertentu yang baku. Namun demikian proses konseling tersebut dibingkai oleh kerangka kerja untuk mengajar klien dalam mengubah tingkah lakunya. Kerangka kerja konseling yang dimaksud adalah sebagai berikut. 1) Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk memperkirakan apa yang diperbuat klien pada waktu itu. Konselor membantu klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu itu. Assesment diperlukan untuk memperoleh informasi Pendekatan mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah. 2) Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment dilakukan analisis. Dalam hal ini konselor dan klien menyusun perangkat untuk merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling. Biasanya tujuan ini memberikan motivasi dalam mengubah tingkah laku klien dan menjadi pedoman teknik mana yang akan digunakan. 3) Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan strategi belajar yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan konseling. 4) Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling. 5) Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan meingkatkan proses konseling. e. Teknik Konseling Prinsip kerja teknik konseling behavioral : 1) Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien. 2) Memengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan. 3) Memberikan peguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan. 4) Memberikan contoh atau Pendekatan melalui : film, tape recorder, atau contoh nyata langsung. 5) Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan. Penguatannya dapat berbentuk ganjaran yang berbentuk materi maupun keuntungan sosial. Syarat-syarat kontrak yang baik adalah : (1) kejelasan tentang hal-hal yang diharapkan dari kedua belah pihak (konselor dan klien), (2) kejelasan dalam tingkat kemunculan tingkah laku dan ganjarannya, (3) kejelasan sistem monitoringnya, (4) kejelasan sistem sanksinya, (5) ada ketentuan tertulis, dan (6) kejelasan sistem bonus, terutama untuk kontrak jangka panjang. 6) Memberikan penjelasan rasional tentang berbagai hal. Beberapa teknik khusus : 1) Latihan Asertif Teknik ini dugunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, emngungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini. 2) Desensitisasi Sistematis Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. 3) Pengkondisian Aversi Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan. 4) Pembentukan Tingkah laku Model Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial. 2. Penerapan pendekatan Behavioral dalam konseling Kelompok a. Keuntungan prosedur kelompok behavioral. Perkembangan konseling behavioral juga ditandai oleh meluasnya penerapan prosedur kelompok. Menurut Hansen (1980), cepat meluasnya prosedur konseling kelompok behavioral dijelaskan dengan lima alasan, yaitu: 1) Dalam konseling kelompok, konselor bukan satu-satunya individu yang mendikte atau memberikan pengarahan kemungkinan perilaku bagi klien, tetapi anggota kelompok dapat memberikan positive reinforcement atau penguatan positif bagi anggota yang lain, dan menyumbangkan saran-saran. 2) Situasi kelompok memungkinkan anggota untuk mencoba penerapan tingkah laku. Modelling sangat relevan dalam hal ini. 3) Kelompok merupakan masyarakat kecil dan konselor dapat mengevaluasi kefektifan proses treatmen melalui observasi terhadap setiap klien dalam interakasi kelompok. 4) Proses kelompok dapat menyediakan sistem pendukung (support) bagi individu yang mencoba melakukan perubahan nyata di masyarakat. Konseling kelompok behavioral tetap memusatkan perhatian pada individu yang ada dalam kelompok dan masih berpegang pada penerapan prinsip-prinsip belajar. Oleh karena itu, penanganan klien dalam prosedur kelompok dianggap hanya merupakan perubahan latar (setting) saja. b. Peran Konselor 1) Konselor berperan sebagai guru, pengarah,dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku. 2) Konselor harus menerima dan memahami klien tanpa mengadili atau mengkritik. 3) Konselor juga harus dapat membuat suasana yang hangat, empatik dan memberikan kebebasan bagi klien untuk mengekspresikan diri. 4) Memberikan informasi dan menjelaskan proses yang dibutuhkan anggota untuk melakukan perubahan. 5) Konselor harus memberikan renforcement. 6) Mendorong klien untuk mentransfer tingkah lakunya dalam kehidupan nyata. c. Peran Klien 1) Setiap anggota mengemukakan masalahnya secara khusus, meneliti variabel eksternal dan internal yang mungkin menstimulasi dan mereinforce perilakunya dan lebih lanjut membuat pernyataan perilaku baru yang diharapkan. 2) Klien dituntut memiliki kesadaran dan berpartisipasi dalam terapuetik. 3) Klien berani menanggung resiko atas perubahan yang ingin dicapai. d. Tahap-tahap Konseling 1) Memulai Kelompok (Beginning The Group) Konselor mengadakan pertemuan dengan setiap individu untuk menentukan apakah individu-individu tersebut cocok untuk ditangani dalam kelompok dan memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam kelompok. Aktivitas dalam pertemuan kelompok yang pertama dipusatkan pada pengorganisasian kelompok, mengorientasikan klien ke proses kelompok dan memulai membangun kebersamaan kelompok. 2) Pembatasan atau penentuan masalah (Definition of the Problem) Masalah klien yang diceritakan pada kelompok perlu dianalisis terlebih dahulu. Konselor mengidentifikasi anteseden dan konsekuensi tingkah laku dengan melakukan analisis yang sistematis tentang tingkah laku bermasalah tersebut, sehingga konselor dapat memberikan stimuli dan mengeksplorasi lebih lanjut unsur-unsur penguat yang mungkin ada pada masalah itu. 3) Perkembangan dan Sejarah Sosial (The Development and Social History) Pada tahap ini, konselor dapat meminta klien untuk mengungkapkan keberhasilan dan kegagalan dalam hidupnya, kelebihan dan kekurangan dirinya, hubungan sosial, penghambat tingkah laku, dn konflik-konflik yang dialami. 4) Pernyataan Tujuan Behavioral (Stating Behavioral Goal) Klien harus menyatakan masalah dan tujuan yang diharapkan dalam bentuk behavioral. Tujuan yang spesifik ini merupakan tujuan bagi perilaku khusus yang akan diubah. 5) Siasat Pengubahan Tingkah Laku (Strategies for Behavioral Change) Pada tahap ini akan sangat membantu jika konselor mengembangkan kontrak behavioral yang spesifik, yaitu kontrak mingguan dengan setiap anggota. 6) Pengalihan dan Pemeliharaan Tingkah Laku Yang Dikehendaki (Transfer and Maintenance of Desired Behavior) Pengalihan pengubahan tingkah laku ini dapat difasilitasi pemanfaatan kelompok sebagai dunia kecil dari kehidupan yang sebenarnya. Konselor perlu membangun situasi dimana anggota kelompok dapat mencoba tingkah laku baru yang dikehendaki dalam siatuasi kelompok sehingga mereka dapat memperoleh balikan (feedback) atas usaha mereka. C. Latihan 1. Buatlah 1 contoh masalah yang dihadapi angota kelompok yang merupakan perilaku maladaptif dan tentukan teknik pendekatan konseling behavioral apa yang akan anda gunakan untuk mengatasi masalah tersebut. 2. Buatlah satuan layanan konseling kelompok dengan pendekatan behavioral (contoh masalah pada nomor 1) 3. Buatlah alat evaluasi untuk mengetahui hasil layanan konseling kelompok (sesuai satuan layanan pada nomor 2) pada anggota yang masalahnya di bahas. 4. Buatlah skenario pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan Behavioral mulai tahap I sampai V Rangkuman 5. Praktekkan skenario yang anda susun dengan beberapa teman (kelompok). D. Rangkuman Tingkah laku bermasalah dalam pandangan pendekatan behavioral dapat dijelaskan sebagai tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pendekatan konseling behavior memandang individu yang mengalami masalah sebagai adanya proses belajar yang salah dari lingkungan. Tujuan konseling behavioral adalah membantu klien untuk mendapatkan tingkah laku baru. Prinsip kerja teknik konseling behavioral (1) Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan, (2) Memengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan, (3) Memberikan peguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan (4) Memberikan contoh atau Pendekatan melalui : film, tape recorder, atau contoh nyata langsung, (5) Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan. Beberapa teknik khusus pendekatan Behaviour adalah Latihan Asertif, Desensitisasi Sistematis, Pengkondisian Aversi, Pembentukan Tingkah laku Model.   E. Evaluasi Kerjakan latihan di bawah ini dengan memberi tanda silang pada jawaban yang anda anggap benar. 1. Dalam pandangan behavioral, masalah klien sebagian terbesar adalah masalah yang berkenaan dengan: a. Proses belajar b. Pikiran rasional c. Pikiran irrasional d. Ketidakpuasan 2. Tingkah laku bermasalah dalam pandangan pendekatan behavioral adalah: a. Tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif. b. Perasaan tidak puas. c. Kesenjangan sosial d. Pikiran masa lalu 3. Teknik behavioral yang bertujuan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut, yaitu stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya disebut teknik: a. Desensitisasi sistematis. b. Pengkondisian aversi c. Penguatan d. Permodelan 4. Dalam konseling kelompok Pemimpin kelompok/fasilitator memberi kesempatan klien untuk menyatakan masalah dan tujuan yang diharapkan dalam bentuk behavioral yaitu perilaku khusus yang akan diubah. Hal tersebut dilakukan pada tahap : a. Peralihan b. Pengawalan c. Kegiatan / Pembahasan masalah d. Penyimpulan. 5. Dalam konseling kelompok pemimpin kelompok/fasilitator berupaya membantu anggota kelompok mengatasi masalah kecemasan dengan menghadapkan pada situasi yang membuat cepas dan membuat rileks, adalah teknik: a. Modeling b. Aversi c. Penguatan d. Desensitisasi sistematis. 6. Perencanaan penggunaan teknik behavioral pada satuan layanan konseling kelompok, paling tepat dilakukan pada saat merencanakan: a. Uraian kegiatan. b. Metode dan teknik c. Tujuan d. Sarana dan alat F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Jawablah semua latihan pada bab ini,kemudian cocokkan jwaban Saudara dengan kunci jawaban dan nilai hasilnya. Apabila anda menjawab benar sebanyak 5 soal (80%) maka saudara dinyatakan lulus. Apabila mendapatkan hasil dibawah 80% maka Saudara diminta membaca dan memahami isi modul serta melakukan latihan lagi.  

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes