kEGIATAN

Sabtu, 28 November 2009

PRILAKU MENUJU KESUKSESAN

PRILAKU MENUJU KESUKSESAN

Suatu hal kecil yang terkadang dilupakan orang dalam menggapai sukses adalah pengontrolan tingkah laku. pembelajaran tingkah laku adalah sebuah soft skill yang harus dimiliki seseorang dalam menggapai sukses, kenapa? Karena kita Sebagai Individu kita sering dinilai dari tinkah laku kita, manusia dapat dipengaruhi hidupnya oleh tingkah lakunya sendiri.jadi saya menyimpulkan bahwa pondasi dari sebuah kesuksesan adalah tingkah laku.

Perlu diketahui bahwa tingkah laku yang kita miliki sekarang bukanlah sesuatu yang sudah ada sejak kita lahir melainkan suatu hal yang terus berkembang seiring dengan berjalannya roda kehidupan kita masing-masing. Jika memiliki tingkah laku yang negatif, akan menjadikan kita sebagai batu sandungan bagi diri kita sendiri. Orang-orang dengan tingkah laku yang negatif akan menghadapi masa sulit dalam mempertahankan persahabatan, pekerjaan, pernikahan dan hubungan secara umum, maupun dalam menggapai mimpi.

Karena kita tidak hidup sendiri didunia. Manusia adalah mahkluk sosial, yang akan selalu membutuhkan dan berinteraksi dengan sesama. Dan dalam menggapai sukses dan mimpi kita kita membutuhkan orang lain, jadi kita harus dapat mempuyai tingkah laku yang baik agar kita dapat menggapai mimpi atau sukses. Beberapa hal utama yang mempengaruhi tingkah laku seseorang adalah:

1. Lingkungan
Yang disebut dengan lingkungan adalah mulai dari tempat tinggal kita (rumah), sekolah, kantor sebagai tempat kerja kita sehari-hari, media massa yang kita tonton/dengar/baca setiap hari, latar belakang kebudayaan, latar belakang agama, latar belakang tradisi, latar belakang kepercayaan, lingkungan sosial serta lingkungan politik. salah satu lingkungan baru adalah lingkungan virtual/internet, yaitu bisa berupa blog ataupun milist yang kita ikuti saat ini

Di dalam lingkungan yang positif, output yang dihasilkan dari performa seseorang akan meningkat, sebaliknya di dalam lingkungan yang negatif, performa yang pada dasarnya sudah baik justru akan menghasilkan output yang kian menurun.

Corak kebudayaan di setiap tempat selalu berawal dari kedudukan yang paling atas atau pimpinan kemudian mempengaruhi kedudukan yang lebih rendah di bawahnya, tidak pernah sebaliknya. Sebagai contoh, bilamana pemerintahan suatu negara dilingkupi dengan atmosfer yang penuh dengan kecurangan/kelicikan maka secara umum Anda akan menemukan bahwa orang-orang yang berada di bawah pemerintahan tersebut juga memiliki karakter yang tidak jauh berbeda, demikian sebaliknya.

2. Pengalaman
Kebiasaan kita dalam bertingkah laku berubah seiring dengan pengalaman kita terhadap orang lain dan peristiwa yang terjadi di dalam hidup kita. Jika kita memiliki pengalaman yang positif dengan seseorang, maka secara natural kita akan bersikap positif pula terhadap orang tersebut, demikian juga sebaliknya.

3. Pendidikan
Pendidikan yang dimaksudkan di sini mencakup baik pendidikan formal maupun pendidikan informal, tidak sekedar jenjang akademik. Sering kali kita tidak menyadari bahwa kebutuhan kita terhadap informasi terpenuhi akan tetapi sangat kekurangan dalam hal pengetahuan dan kebijaksanaan. Pendidikan seharusnya tidak hanya mengajarkan kita bagaimana agar dapat tetap hidup tetapi juga bagaimana kita seharusnya menjalani hidup.

Secara jujur, saya pribadi menyukai seseorang yang memiliki tingkah laku yang baik atau positif, dan menurut pengamatan saya seseorang yang bertingkah laku positif akan lebih mudah menggapai sukes, contoh tingkah laku positif adalah Seseorang yang ramah, Bersahabat, Suka Belajar, Suka menolong, Enak Untuk diajak tukar pikiran, selalu berpikir positif, ataupun tingkah positif lainnya.

Karena seperti kita ketahui bersama bahwa tingkah laku seseorang terbentuk mulai pada saat dia lahir ke dalam dunia ini, kemudian terus berkembang seiring dengan berjalannya roda kehidupan seseorang, dan masa yang terbaik untuk membentuk karakter seseorang adalah pada masa pertumbuhan seseorang, mulai dari masih di dalam kandungan, masa balita, kemudian masa anak-anak, sampai seseorang beranjak dari remaja menjadi dewasa adalah masa yang tepat untuk membentuk karakter/ tingkah laku seseorang.

Bagaimanakah cara membentuk atau mempertahankan tingkah laku yang positif? Hal yang pertama adalah kepekaan terhadap hal-hal mendasar yang dapat membentuk tingkah laku yang positif, kemudian seseorang juga harus memiliki keinginan untuk menjadi seseorang yang positif, dan meningkatkan disiplin dan dedikasi untuk mempraktekkan hal-hal tersebut di dalam kehidupan sehari-hari. Lalu bagaimana agar kita bisa bertingkah laku positif, berikut tips yang menurut pengamatan saya dapat membuat kita bertingkah laku positif/baik.

1. Selalu Berfikir baik / berperasangka baik
Dalam agama Kita biasanya dituntuk harus menjadi seorang yang baik. Kita harus fokus terhadap hal-hal yang positif di dalam hidup kita. Mulailah dengan melihat seseorang akan hal-hal yang baik, daripada mencari-cari kekurangan atau kesalahan yang terdapat pada orang tersebut. karena kalau kita terbiasa berfikir baik, tiada beban hidup yang akan kita terima terlalu berat. dan kita akan bisa beraktifitas atau melakukan sesuatu dengan baik

2. Lakukan sekarang, jangan menunda
Sering kali kita melakukan penundaan terhadap hal-hal yang ada di dalam hidup kita, dan sering kali pula ketika kita mengetahui bahwa kita telah melakukan penundaan, hal tersebut malahan akan menyebabkan penyesalan di dalam diri kita masing-masing. Melakukan penundaan adalah hal yang buruk untuk dilakukan. Kebiasaan melakukan penundaan akan lebih melelahkan kita dibandingkan usaha yang diperlukan untuk menyelesaikannya.Sebuah tugas atau pekerjaan yang terselesaikan adalah sesuatu hal yang memuaskan dan membuat kita bersemangat, sebaliknya sebuah tugas yang tak terselesaikan sangatlah memboroskan tenaga layaknya seperti kebocoran.

Janganlah kita menunda segala sesuatu hal yang dapat diselesaikan hari ini juga, karena hal tersebut pada akhirnya akan menyebabkan kita menyesal. Jika Anda ingin membentuk serta mempertahankan tingkah laku yang positif, Anda harus membiasakannya mulai dari sekarang dan saat ini juga.

3. Selalu bersyukur
Ketika seseorang yang oleh sebab kecelakaan atau pun penyakit yang dideritanya, orang tersebut mengalami kebutaan atau kelumpuhan bagian tubuh, tetapi pada akhirnya memenangkan sebuah hadiah yang nilainya ratusan juta rupiah. Berapa banyak dari kita yang ingin bertukar tempat dengannya? Tidak banyak. Mengapa? Karena kita terlalu sibuk untuk memperhatikan hal-hal yang tidak kita miliki seperti kehilangan penglihatan atau hal-hal lainnya.Perhatikanlah kebaikan-kebaikan yang ada di dalam diri Anda, bukan masalah-masalah Anda atau pun kekurangan-kekurangan Anda.

Terkadang kita selalu melihat kekurang-kekurangan atau yang tidak kita miliki, sehingga kita tidak dapat menysukuri atas apa yang telah kita miliki. contoh kadang kita jenuh dalam bekerja, apakah kita pernah berfikir orang yang punya pekerjaan. Memang hal ini disebabkan karena keinginan manusia yang tidak pernah terbatas. dengan bersyukur kita bisa menikmati apa yang kita punya, dan kan membentuk sebuah pola tingkah laku yang menyenangkan/positif

4. Mau Untuk terus Belajar
Apakah kita benar-benar mendapat pendidikan di bangku-bangku sekolah atau sebuah perguruan tinggi? Mungkin sebagian akan menjawab ya, akan tetapi lebih banyak lagi yang akan menjawab tidak. Bukan berarti bahwa kita tidak memerlukan hal-hal yang dapat kita peroleh dari bangku sekolah, katakanlah informasi, pengetahuan, dan lain-lain. Akan tetapi kita perlu mengetahui hal yang sebenarnya dari sebuah pendidikan.

Bagaimana caranya? Dengan melakukan kegiatan belajar secara kontinu terus-menerus baik itu dengan membaca buku, membaca sumber-sumber informasi lain seperti media cetak dan elektronik, serta menghadiri seminar-seminar untuk lebih melengkapi pengetahuan kita. Dan akan lebih baik lagi bilamana kitalah yang mengadakan seminar-seminar tersebut. Sebab dalam hal belajar dan mengajar, sebenarnya keuntungan yang lebih besar terdapat di dalam diri sang pengajar. Karena dengan melakukan hal tersebut, dia sedang melatih dirinya sendiri tentang seuatu subjek (latihan secara terus- menerus akan menuju kesempurnaan). dari contoh kecil, dengan terbiasa menulis mengirim tulisan dar milis hal ini memacu saya untuk terus belajar kembali, hal ini juga semakin saya memahami apa yang saya sebelumnya kurang mengerti. Dan dengan terus memacu otak saya untuk dapat menulis dan berbagi untuk sahabat, saya mengalami suatu pemahaman bahwa otak/pikiran manusia adalah sumber informasi yang tidak terbatas.maka saya menulis terus dengan modal keikhlasan tanpa pamrih. maka cobalah untuk terus belajar.

Seseorang bisa dan mungkin menjadi sukses dengan atau tanpa pendidikan formal jika memiliki hal-hal berikut ini; karakter, komitmen, itikad, sopan-santun, keberanian dan semangat. dan jangan lupa pelajaran tidak hanya dibangku pendidikan formal, kita bisa belajar dari lingkungan, dari alam, dari masyrakat, dan dari manapun.

5. Menghargai diri sendiri/ Self-Esteem
Apakah self-esteem tersebut? Self-esteem adalah bagaimana perasaan kita terhadap diri kita sendiri. Ketika kita sendiri merasa bahwa diri kita itu adalah baik, maka performa kita akan meningkat seiring dengannya.

Bagaimana kita membentuk hal tersebut? Cara yang paling cepat dalam melakukan hal tersebut adalah dengan melakukan sesuatu kepada seseorang yang tidak dapat dibalas dengan uang atau pun sejenisnya. Sebab di dalam dunia ini, manusia dapat dikategorikan menjadi dua kategori besar, yaitu sang penerima dan sang pemberi. Sang penerima dapat makan dengan nyaman, akan tetapi sang pemberi dapat tidur dengan nyaman. Pemberi mempunyai self-esteem yang tinggi, sikap yang positif dan mereka melayani masyarakat. Saya menikmati menulis dan menjadi sahabat bagi semua.

6. Jauhi pengaruh Buruk
Ada beberapa hal-hal yang harus kita hindari di dalam hidup kita ini, supaya kita tidak ikut tersejerumus ke dalamnya.

Hal pertama yang harus kita hindari adalah orang-orang yang negatif. Tahukah Anda bahwa di dalam ilmu beladiri, Anda akan diajarkan untuk menghindari sebuah serangan. Jadi daripada Anda melakukan pertahanan (blocking), Anda akan dianjurkan untuk melakukan langkah menghindari. Mengapa? Karena untuk melakukan blocking Anda memerlukan tenaga. Jadi daripada menghabiskan tenaga untuk melawan lebih baik Anda menghindar. Sama halnya dengan ilmu bela diri tersebut, ketika Anda meladeni orang-orang yang ingin mencelakakan Anda atau ingin memberikan pengaruh negatif terhadap Anda, Anda harus menghindar. Tetapi untuk melakukan hal tersebut, hal yang harus Anda lakukan terlebih dahulu adalah menyadarinya.

Jangan biarkan orang-orang yang negatif menjerumuskan Anda. Ingatlah bahwa karakter seseorang tidak hanya dinilai oleh tempat dia bekerja atau pun tempat-tempat yang sering dikunjunginya tetapi juga tempat-tempat yang tidak ia kunjungi.

Hal lainnya adalah obat-obat keras dan alkohol, hal-hal ini sangatlah menjerumuskan kita. Seperti kita ketahui bahwa hal seperti meminum minuman keras menjadi suatu hal yang umum di mata masyarakat, mereka melakukannya untuk merayakan sesuatu, atau sekadar menemani teman, atau untuk menyenangkan hati bos ketika sedang menemaninya minum atau pun hanya untuk menghilangkan stress, ketahuilah bahwa hal tersebut dapat membawa kita ke dalam masalah-masalah baru yang tidak kita kehendaki dan akan makin menjerumuskan kita bila kita segera menyadarinya dan menghentikannya. Berikutnya adalah pornografi, tahukan Anda bahwa sebagian besar penyebab kasus pemerkosaan yang terjadi dewasa ini disebabkan karena sang pelaku telah mengonsumsi hal-hal yang berbau pornografi sebelum dia melakukan tindak kejahatan tersebut.

Tontonan negatif. Contohnya adalah film-film yang sekarang beredar penuh dengan warna kekerasan, kejahatan, kriminalitas dan segala sesuatu yang berbau negatif. Hal ini akan membahayakan terutama bagi anak-anak karena pada masa mudalah seseorang itu justru lebih mudah terpengaruh. Hal lainnya adalah musik keras. Tahukan anda bahwa musik-musik keras yang kita dengar serta tontonan yang kita lihat secara tidak sadar akan mempengaruhi kita. Sebuah tes musik pernah dilakukan terhadap dua buah tanaman, yang satu didekatkan dengan radio yang memutar musik-musik keras, sedangkan yang lainnya didekatkan dengan musik yang memutar musik-musik klasik. Hasilnya? Tumbuhan yang pertama layu keesokan harinya, sedangkan yang lainnya tetap segar dan bahkan lebih segar. Menarik bukan?. Satu hal kritik untuk TV sekarang. Adakah tayangan yang layak untuk anak-anak, saat ini saya tidak mendapatkan lagu-lagu untuk anak-anak, dan lagu yang dinyanyikan anak-anak adalah lagu orang dewasa, sungguh ironi.

7.Mulailah untuk menyukai hal-hal yang kita perlukan
Ada hal-hal yang perlu kita lakukan meskipun kita tidak menghendakinya, Contohnya seorang ibu yang harus menjagai anak-anaknya. Hal tersebut bukanlah permainan dan mungkin bahkan menyakitkan atau melelahkan. Akan tetapi jika kita belajar untuk menyukainya, hal yang tidak mungkin dapat menjadi hal yang mungkin.

8. Selalu Mulai Hari Dengan Positif
Karena memulai hari dengan positif akan berpengaruh dalam kehidupan kesehariaan anda. dan dangan memulai melalui harihari yang positif anda telah memulai langkah awal anda menjadi orang bertingkah laku positif dan anda sudah memulai langkah awal menggapai mimpi anda. Membaca atau mendengar sesuatu yang positif di pagi hari akan melatih kita untuk merespon terhadap hal-hal yang positif di dalam hidup kita. Dan apabila kita melakukan dengan telaten, maka hal tersebut akan menjadi sebuah kebiasaan yang pada akhirnya memberikan efek yang positif bagi diri kita sendiri. Cobalah bertingkah laku positif, dan anda akan merasakan perdaan yang luar biasa dalam kehidupan anda. tapi seperti biasa hidup adalah suatu pilihan, bagaimana anda memilih, untuk dapat bertingkah laku positif, dan mendapatkan hasil yang luar biasa, atau bertingkah laku negatif dan anda dapat merasakan sendiri apa yang akan anda dapatkan.Ayo kita mulai bertingkah laku positif

Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek. Manusia mempunyai potensi untuk bertingkah laku baik atau buruk, tepat atau salah berdasarkan bekal keturunan, Pengalaman, pendidikan dan lingkungan. kita dapat memulai bertingkah laku positif dari lingkungan sekitar kita, seperti dirumah, kantor dan lingkungan sosial Anda. Dan bertingkah laku positif adalah sebuah langkah awal anda menggapai mimpi/sukses.

"Tingkah Laku adalah hal kecil yang membawa perubahan besar dari hidup Anda"

PERAN ORGANISASI DALAM PRILAKU

· BAB IPENDAHULUAN
Menurut Chester I. Bernard “Organisasi merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih” dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sebuah organisasi haruslah memiliki interaksi antar anggotanya. Dalam beberapa pengertian organisasi disebutkan haruslah memiliki tujuan yang akan dicapai, dalam mencapai tujuan tersebut maka sebuah organisasi akan membentuk karakteristik anggotanya agar sesuai dengan tujuannya tersebut. Organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang bekerja secara bersamasama dengan mengunakan sumber daya tertentu untuk berusaha mencapai tujuannya. Dengan kata lain bahwa organisasi itu terdiri dari orang-orang yang bekerja dalam suatu system pencarian tujuan. Agar supaya tujuan organisasinya tercapai maka perlu dilakukan usaha-usaha tertentu untuk mengelola organisasinya. Dalam mengelola organisasi inisudah pasti tidak dapat terlepas dari aspek-aspek managerial yang berkaitan erat dengan aktivitas untuk:
1. Merencanakan apa yang hendak dicapai oleh organisasi beserta sub-sub unitnya selama priode waktu tertentu.2. Mengkoordinasikan semua rencana berserta aktivitasnya dari seluruh bagian yang ada demi tercapainya keselarasan kerja yang mengarah pada tujuan yang sama.3. Mengolah informasi yang terdapat dalam setiap unit organisasi maupun diantara unit-unit yang ada serta informasi yang berasal dari lingkungan ekstern guna pengambilan keputusan.4. Mengevaluasi informasi tersebut untuk dibandingkan terhadap apa yang diinginkan dan mengambil tindakan tertentu untuk mengoreksi atas penyimpangan yang terjadi.5. Mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada dalam organisai tersebut untuk diarahkan pada tujuannya.
Proses tercapainya pengendalian dalam suatu organisasi mencakup suatu analisa tentang pola otonomi yaitu hubungan-hubungan struktural yang ditetapkan oleh pucuk pimpinan yang dicerminkan dalam bagan struktur organisasinya, serta gaya manajemen yang diterapkan oleh pucuk pimpinan di dalam usahanya untuk mempengaruhi prilaku bawahannya.Tercapainya tujuan organisasi sangat tergantung pada ada atau tidaknya unsur kerja sama diantara sesama anggotanya, baik melalui struktur formalnya maupun struktur informalnya. Yang dimaksud dengan struktur formal disini adalah pola hubungan antara sesama anggota yang terjadi yang diatur melalui struktur organisasinya, sedangkan struktur informal sisini adalah pola hubungan antara sesama anggota yang diatur melalui struktur organisasinya, sedangkan struktur informal disini adalah pola hubungan antara sesama anggota yang terjadinya secara spontan dan tidak diatur melalui struktur organisasinya.
KARAKTERISTIK INDIVIDU DALAM MEMPENGARUHI PERILAKU ORGANISASI
Manusia adalah salah satu dimensi penting dalam organisasi. Kinerja organisasi sangat tergantung pada kinerja individu yang ada di dalamnya. Seluruh pekerjaan dalam organisasi itu, para anggotalah yang menentukan keberhasilannya. Sehingga berbagai upaya meningkatkan produktivitas organisasi harus dimulai dari perbaikan produktivitas anggota. Oleh karena itu, pemahaman tentang perilaku organisasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan kinerjanya.Anggota sebagai individu ketika memasuki organisasi akan membawa kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan pengalaman masa lalunya sebagai karakteristik individualnya. Oleh karena itu, maaf-maaf kalau kita mengamati anggota baru di kantor. Ada yang terlampau aktif, maupun yang terlampau pasif. Hal ini dapat dimengerti karena anggota baru biasanya masih membawa sifat-sifat karakteristik individualnya.Selanjutnya karakteristik ini menurut Thoha (1983), akan berinteraksi dengan tatanan organisasi seperti: peraturan dan hirarki, tugas-tugas, wewenang dan tanggung jawab, sistem kompensasi dan sistem pengendalian. Hasil interaksi tersebut akan membentuk perilaku-perilaku tertentu individu dalam organisasi. Oleh karena itu penting bagi manajer untuk mengnalkan aturan-aturan organisasi kepada anggota baru. Misalnya dengan memberikan masa orientasi.Perilaku OrganisasiPada tingkat individu, jika anggota merasa bahwa organisasi memenuhi kebutuhan dan karakteristik individualnya, ia akan cenderung berperilaku positif. Tetapi sebaliknya, jika anggota tidak merasa diperlakukan dengan adil, maka mereka cenderung untuk tidak tertarik melakukan hal yang terbaik (Cowling dan James, 1996) Untuk itu, ketika seseorang mempunyai ketertarikan yang tinggi dengan pekerjaan, seseorang akan menunjukkan perilaku terbaiknya dalam bekerja (Duran-Arenas et.al, 1998). Selanjutnya menurut Cowling dan James, tidak semua individu tertarik dengan pekerjaannya. Akibatnya beberapa target pekerjaan tidak tercapai, tujuan-tujuan organisasi tertunda dan kepuasan dan produktivitas anggota menurun.Di lain pihak, organisasi berharap dapat memenuhi standar-standar sekarang yang sudah ditetapkan serta dapat meningkat sepanjang waktu. Masalahnya adalah cara menyelaraskan sasaran-sasaran individu dan kelompok dengan sasaran organisasi; dan jika memungkinkan, sasaran organisasi menjadi sasaran individu dan kelompok. Untuk itu diperlukan pemahaman bagaimana orang-orang dalam organisasi itu bekerja serta kondisi-kondisi yang memungkinkan mereka dapat memberikan kontribusinya yang tinggi terhadap organisasi.Belajar dari VroomMenurut Teori Pengharapan, perilaku kerja merupakan fungsi dari tiga karakteristik: (1) persepsi anggota bahwa upayanya mengarah pada suatu kinerja (2) persepsi anggota bahwa kinerjanya dihargai (misalnya dengan gaji atau pujian) (3) nilai yang diberikan anggota terhadap imbalan yang diberikan. Menurut Vroom’s expectancy theory, perilaku yang diharapkan dalam pekerjaan akan meningkat jika seseorang merasakan adanya hubungan yang positif antara usaha-usaha yang dilakukannya dengan kinerja (Simamora, 1999). Perilaku-perilaku tersebut selanjutnya meningkat jika ada hubungan positif antara kinerja yang baik dengan imbalan yang mereka terima, terutama imbalan yang bernilai bagi dirinya. Guna mempertahankan individu senantiasa dalam rangkaian perilaku dan kinerja, organisasi harus melakukan evaluasi yang akurat, memberi imbalan dan umpan balik yang tepat.
BAB IIIPENGARUH KELOMPOK TERHADAP PERILAKU INDIVIDUPada dasarnya keanggotaan kelompok dapat mengubah perilaku individu ( Tedeschi & Lindskold, 1976 ), pengaruh kelompok ini dapat membuat anggotanya melakukan hal – hal dalam organisasi yang tidak akan dilakukannya jika mereka sendiri. Keanggotaan kelompok ini dapat juga mempengaruhi perilaku anggotanya bila tidak ada anggota lain disekitarnya. Pengaruh terhadap perilaku ini besar sekali terutama dalam kelompok yang mempunyai rasa kebersamaan yang tinggi. Arah yang ditempuhnya sebagian besar tergantung dari norma – norma yang ada dalam kelompok tersebut ( Jewell, LN; Siegall M, 1990 ).Kohesivitas KelompokKohesivitas kelompok mengacu pada sejauh mana anggota kelompok saling tertarik satu sama lain dan merasa menjadi bagian dari kelompok tersebut. Dalam kelompok yang kohesivitasnya tinggi, setiap anggota kelompok itu mempunyai komitmen yang tinggi untuk mempertahankan kelompok tersebut. Kelompok – kelompok yang berbeda dalam hal kohesivitasnya, dan banyak yang tidak pernah mencapai tingkat kelompok yang mempunyai daya tarik tertentu dan komitmen bersama yang merupakan ciri kohesivitas yang kuat. Kohesivitas yang lebih besar terutama berkembang dalam kelompok yang relatif kecil dan mempunyai organisasi yang lebih bersifat kerjasama daripada persaingan ( Jewel & Reitz, 1981 ). Kesempatan saling berinteraksi antara para anggotanya secara lebih sering membantu berkembangnya kohesivitas kelompok tersebut.Kohesivitas yang lebih besar terdapat dalam kelompok yang mempunyai lebih banyak kemiripan sikap, pendapat, nilai dan perilaku diantara para anggotanya ( Cartwright, 1968 ). Pada tahap awal perkembangan kelompok tingkat kemiringan tadi mengurangi kemungkinan terjadinya pertentangan yang mungkin memecah kelompok tadi menjadi fraksi – fraksi yang lebih kecil atau menghancurkannya sama sekali. Perbedaan persepsi mengenai kelompok sendiri dan kelompok lain digambarkan dalam studi mengenai hubungan antar kelompok dalam perusahaan yang besar ( Alderfer and Smith, 1982 ). Pendapat mengenai tujuan dan nilai dua kelompok organisasi dilihat dari anggota sendiri dan dari anggota kelompok lain diperlihatkan dalam Skema 1. Adanya kesamaan persepsi anggota dalam masing – masing kelompok dan perbedaan persepsi dengan persepsi dari anggota dalam kelompok lain.Meskipun perbedaan komposisi ras antara kedua kelompok dalam studi Alderfer dan Smith mungkin meningkatkan perbedaan persepsi, namun harus diperhatikan bahwa kedua kelompok tersebut mempunyai banyak persamaan. Semua anggota dari kedua kelompok tersebut adalah karyawan dari organisasi yang sama, dan semua mempunyai tingkat yang mirip dalam hirarki manajemen organisasi. Norma – norma adalah standar tidak tertulis mengenai perilaku, nilai dan sikap yang tumbuh dari interaksi antar kelompok. Semakin tinggi rasa kebersamaan suatu kelompok, semakin kuat norma – normanya, dan semakin besar kemungkinannya memaksakan individu mengikuti norma kelompok ( Kiesler & Kiesler, 1969, dalam, Jewell, LN; Siegall M, 1990 ).Norma – Norma dalam Organisasi KelompokSalah satu arti organisasi adalah sebuah kelompok yang besar dan mempunyai norma – norma yang mempengaruhi perilaku para anggotanya. Norma tersebut merupakan budaya yang kuat dari organisasi. Namun sebagian besar organisasi terlalu besar untuk menjadi kelompok yang mempunyai rasa kebersamaan yang tinggi dan sebagian besar norma – norma yang kuat untuk karyawan sebagai individu berasal dari kelompok formal maupun informal yang lebih kecil.Kelompok kerja yang mempunyai rasa kebersamaan yang tinggi, standar ini mungkin sama kuatnya ( atau bahkan lebih ) dibandingkan dengan aturan organisasi mengenai masuk kerja. Penyesuaian anggota kelompok dengan norma tersebut adalah bagian dari harga yang harus dibayar sebagai hasil dari diterima menjadi anggota kelompok tersebut ( Jewell, LN; Siegall M, 1990 ).
KESIMPULAN
Organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang bekerja secara bersamasama dengan mengunakan sumber daya tertentu untuk berusaha mencapai tujuannya. Dengan kata lain bahwa organisasi itu terdiri dari orang-orang yang bekerja dalam suatu system pencarian tujuan. Dalam mencapai tujuan tersebut maka para anggta-anggotanya akan selalu berinteraksi dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dalam interaksi maka karakteristik tiap individu akan membaur dalam organisasi tersebut sehingga akan menjadi sebuah karakteristik organisasi. Manusia adalah salah satu dimensi penting dalam organisasi. Kinerja organisasi sangat tergantung pada kinerja individu yang ada di dalamnya. Seluruh pekerjaan dalam organisasi itu, para anggotalah yang menentukan keberhasilannya. Sehingga berbagai upaya meningkatkan produktivitas organisasi harus dimulai dari perbaikan produktivitas anggota.Pada dasarnya keanggotaan kelompok dapat mengubah perilaku individu ( Tedeschi & Lindskold, 1976 ), pengaruh kelompok ini dapat membuat anggotanya melakukan hal – hal dalam organisasi yang tidak akan dilakukannya jika mereka sendiri. Keanggotaan kelompok ini dapat juga mempengaruhi perilaku anggotanya bila tidak ada anggota lain disekitarnya. Pengaruh terhadap perilaku ini besar sekali terutama dalam kelompok yang mempunyai rasa kebersamaan yang tinggi. Arah yang ditempuhnya sebagian besar tergantung dari norma – norma yang ada dalam kelompok tersebut ( Jewell, LN; Siegall M, 1990 ).Kohesivitas kelompok mengacu pada sejauh mana anggota kelompok saling tertarik satu sama lain dan merasa menjadi bagian dari kelompok tersebut. Dalam kelompok yang kohesivitasnya tinggi, setiap anggota kelompok itu mempunyai komitmen yang tinggi untuk mempertahankan kelompok tersebut. Kelompok – kelompok yang berbeda dalam hal kohesivitasnya, dan banyak yang tidak pernah mencapai tingkat kelompok yang mempunyai daya tarik tertentu dan komitmen bersama yang merupakan ciri kohesivitas yang kuat. Kohesivitas yang lebih besar terutama berkembang dalam kelompok yang relatif kecil dan mempunyai organisasi yang lebih bersifat kerjasama daripada persaingan ( Jewel & Reitz, 1981 ). Kesempatan saling berinteraksi antara para anggotanya secara lebih sering membantu berkembangnya kohesivitas kelompok tersebut.
TOLONG BERIKAN PENDAPAT....

Senin, 14 September 2009

Pupuk PD

Memupuk Rasa Percaya Diri

Pernahkah anda mengalami krisis kepercayaan diri atau dalam bahasa sehari-hari "tidak pede" dalam menghadapi suatu situasi atau persoalan? Saya yakin hampir setiap orang pernah mengalami krisis kepercayaan diri dalam rentang kehidupannya, sejak masih anak-anak hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut. Ruang konseling di website inipun banyak diwarnai dengan pertanyaan seputar kasus-kasus yang berhubungan dengan krisis kepercayaan diri tersebut. Sudah tentu, hilangnya rasa percaya diri menjadi sesuatu yang amat mengganggu, terlebih ketika dihadapkan pada tantangan atau pun situasi baru. Individu sering berkata pada diri sendiri, "dulu saya tidak penakut seperti ini....kenapa sekarang jadi begini ?" ada juga yang berkata: "kok saya tidak seperti dia,...yang selalu percaya diri...rasanya selalu saja ada yang kurang dari diri saya...saya malu menjadi diri saya!"

Menyikapi kondisi seperti tersebut diatas maka akan muncul pertanyaan dalam benak kita: mengapa rasa percaya diri begitu penting dalam kehidupan individu. Lalu apakah kurangnya rasa percaya diri dapat diperbaiki sehingga tidak menghambat perkembangan individu dalam menjalankan tugas sehari-hari maupun dalam hubungan interpersonal. Jika memang rasa kurnag percaya diri dapat diperbaiki, langkah-langkah apakah yang harus dilakukan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan saya jawab dalam artikel ini.

Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri, alias "sakti". Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa - karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri.

Karakteristik

Karakteristik atau ciri-ciri Individu yang percaya diri

Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional, diantaranya adalah :

  • Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, atau pun rasa hormat orang lain
  • Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok
  • Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain - berani menjadi diri sendiri
  • Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil)
  • Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung/mengharapkan bantuan orang lain)
  • Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, ornag lain dan situasi di luar dirinya
  • Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.

Karakteristik atau ciri-ciri Individu yang kurang percaya diri

Beberapa ciri atau karakteristik individu yang kurang percaya diri, diantaranya adalah:

  • Berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok
  • Menyimpan rasa takut/kekhawatiran terhadap penolakan
  • Sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan dir) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri - namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri
  • Pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif
  • Takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil
  • Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus (karena undervalue diri sendiri)
  • Selalu menempatkan/memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu
  • Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangattergantung pada keadaan dan pengakuan/penerimaan serta bantuan orang lain)

Perkembangan Rasa Percaya Diri

Pola Asuh

Para ahli berkeyakinan bahwa kepercayaan diri bukanlah diperoleh secara instant, melainkan melalui proses yang berlangsung sejak usia dini, dalam kehidupan bersama orangtua. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, namun faktor pola asuh dan interaksi di usia dini, merupakan faktor yang amat mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri.Sikap orangtua, akan diterima oleh anak sesuai dengan persepsinya pada saat itu. orangtua yang menunjukkan kasih, perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kelekatan emosional yang tulus dengan anak, akan membangkitkan rasa percara diri pada anak tersebut. Anak akan merasa bahwa dirinya berharga dan bernilai di mata orangtuanya. Dan, meskipun ia melakukan kesalahan, dari sikap orangtua anak melihat bahwa dirinya tetaplah dihargai dan dikasihi. Anak dicintai dan dihargai bukan tergantung pada prestasi atau perbuatan baiknya, namun karena eksisitensinya. Di kemudian hari anak tersebut akan tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif dirinya dan mempunyai harapan yang realistik terhadap diri - seperti orangtuanya meletakkan harapan realistik terhadap dirinya.

Lain halnya dengan orangtua yang kurang memberikan perhatian pada anak, atau suka mengkritik, sering memarahi anak namun kalau anak berbuat baik tidak pernah dipuji, tidak pernah puas dengan hasil yang dicapai oleh anak, atau pun seolah menunjukkan ketidakpercayaan mereka pada kemampuan dan kemandirian anak dengan sikap overprotective yang makin meningkatkan ketergantungan. Tindakan overprotective orangtua, menghambat perkembangan kepercayaan diri pada anak karena anak tidak belajar mengatasi problem dan tantangannya sendiri - segala sesuatu disediakan dan dibantu orangtua. Anak akan merasa, bahwa dirinya buruk, lemah, tidak dicintai, tidak dibutuhkan, selalu gagal, tidak pernah menyenangkan dan membahagiakan orangtua. Anak akan merasa rendah diri di mata saudara kandungnya yang lain atau di hadapan teman-temannya.

Menurut para psikolog, orangtua dan masyarakat seringkali meletakkan standar dan harapan yang kurang realistik terhadap seorang anak atau pun individu. Sikap suka membanding-bandingkan anak, mempergunjingkan kelemahan anak, atau pun membicarakan kelebihan anak lain di depan anak sendiri, tanpa sadar menjatuhkan harga diri anak-anak tersebut. Selain itu, tanpa sadar masyarakat sering menciptakan trend yang dijadikan standar patokan sebuah prestasi atau pun penerimaan sosial. Contoh kasus yang riil pernah terjadi di tanah air, ketika seorang anak bunuh diri gara-gara dirinya tidak diterima masuk di jurusan A1 (IPA), meski dia sudah bersekolah di tempat yang elit; rupanya sang orangtua mengharap anaknya diterima di A1 atau paling tidak A2, agar kelak bisa menjadi dokter. Atau, orangtua yang memaksakan anaknya ikut les ini dan itu, hanya karena anak-anak lainnya pun demikian.

Situasi ini pada akhirnya mendorong anak tumbuh menjadi individu yang tidak bisa menerima kenyataan dirinya, karena di masa lalu (bahkan hingga kini), setiap orang mengharapkan dirinya menjadi seseorang yang bukan dirinya sendiri. Dengan kata lain, memenuhi harapan sosial. Akhirnya, anak tumbuh menjadi individu yang punya pola pikir : bahwa untuk bisa diterima, dihargai, dicintai, dan diakui, harus menyenangkan orang lain dan mengikuti keinginan mereka. Pada saat individu tersebut ditantang untuk menjadi diri sendiri - mereka tidak punya keberanian untuk melakukannya. Rasa percaya dirinya begitu lemah, sementara ketakutannya terlalu besar.

Pola Pikir Negatif

Dalam hidup bermasyarakat, setiap individu mengalami berbagai masalah, kejadian, bertemu orang-orang baru, dsb. Reaksi individu terhadap seseorang atau pun sebuah peristiwa, amat dipengaruhi oleh cara berpikirnya. Individu dengan rasa percaya diri yang lemah, cenderung mempersepsi segala sesuatu dari sisi negatif. Ia tidak menyadari bahwa dari dalam dirinya lah semua negativisme itu berasal. Pola pikir individu yang kurang percaya diri, bercirikan antara lain:

  • Menekankan keharusan-keharusan pada diri sendiri ("saya harus bisa begini...saya harus bisa begitu"). Ketika gagal, individu tersebut merasa seluruh hidup dan masa depannya hancur.
  • Cara berpikir totalitas dan dualisme : "kalau saya sampai gagal, berarti saya memang jelek"
  • Pesimistik yang futuristik : satu saja kegagalan kecil, individu tersebut sudah merasa tidak akan berhasil meraih cita-citanya di masa depan. Misalnya, mendapat nilai C pada salah satu mata kuliah, langsung berpikir dirinya tidak akan lulus sarjana.
  • Tidak kritis dan selektif terhadap self-criticism : suka mengkritik diri sendiri dan percaya bahwa dirinya memang pantas dikritik.
  • Labeling : mudah menyalahkan diri sendiri dan memberikan sebutan-sebutan negatif, seperti "saya memang bodoh"..."saya ditakdirkan untuk jadi orang susah", dsb....
  • Sulit menerima pujian atau pun hal-hal positif dari orang lain : ketika orang memuji secara tulus, individu langsung merasa tidak enak dan menolak mentah-mentah pujiannya. Ketika diberi kesempatan dan kepercayaan untuk menerima tugas atau peran yang penting, individu tersebut langsung menolak dengan alasan tidak pantas dan tidak layak untuk menerimanya.
  • Suka mengecilkan arti keberhasilan diri sendiri : senang mengingat dan bahkan membesar-besarkan kesalahan yang dibuat, namun mengecilkan keberhasilan yang pernah diraih. Satu kesalahan kecil, membuat individu langsung merasa menjadi orang tidak berguna.

Memupuk Rasa Percaya Diri

Untuk menumbuhkan rasa percaya diri yang proporsional maka individu harus memulainya dari dalam diri sendiri. Hal ini sangat penting mengingat bahwa hanya individu yang bersangkutan yang dapat mengatasi rasa kurang percaya diri yang sedang dialaminya. Beberapa saran berikut mungkin layak menjadi pertimbangkan jika anda sedang mengalami krisis kepercayaan diri.

1. Evaluasi diri secara obyektif

Belajar menilai diri secara obyektif dan jujur. Susunlah daftar "kekayaan" pribadi, seperti prestasi yang pernah diraih, sifat-sifat positif, potensi diri baik yang sudah diaktualisasikan maupun yang belum, keahlian yang dimiliki, serta kesempatan atau pun sarana yang mendukung kemajuan diri. Sadari semua asset-asset berharga Anda dan temukan asset yang belum dikembangkan. Pelajari kendala yang selama ini menghalangi perkembangan diri Anda, seperti : pola berpikir yang keliru, niat dan motivasi yang lemah, kurangnya disiplin diri, kurangnya ketekunan dan kesabaran, tergantung pada bantuan orang lain, atau pun sebab-sebab eksternal lain. Hasil analisa dan pemetaan terhadap SWOT (Strengths, Weaknesses, Obstacles and Threats) diri, kemudian digunakan untuk membuat dan menerapkan strategi pengembangan diri yang lebih realistik.

2. Beri penghargaan yang jujur terhadap diri

Sadari dan hargailah sekecil apapun keberhasilan dan potensi yang anda miliki. Ingatlah bahwa semua itu didapat melalui proses belajar, berevolusi dan transformasi diri sejak dahulu hingga kini. Mengabaikan/meremehkan satu saja prestasi yang pernah diraih, berarti mengabaikan atau menghilangkan satu jejak yang membantu Anda menemukan jalan yang tepat menuju masa depan. Ketidakmampuan menghargai diri sendiri, mendorong munculnya keinginan yang tidak realistik dan berlebihan; contoh: ingin cepat kaya, ingin cantik, populer, mendapat jabatan penting dengan segala cara. Jika ditelaah lebih lanjut semua itu sebenarnya bersumber dari rasa rendah diri yang kronis, penolakan terhadap diri sendiri, ketidakmampuan menghargai diri sendiri - hingga berusaha mati-matian menutupi keaslian diri.

3. Positive thinking

Cobalah memerangi setiap asumsi, prasangka atau persepsi negatif yang muncul dalam benak Anda. Anda bisa katakan pada diri sendiri, bahwa nobodys perfect dan its okay if I made a mistake. Jangan biarkan pikiran negatif berlarut-larut karena tanpa sadar pikiran itu akan terus berakar, bercabang dan berdaun. Semakin besar dan menyebar, makin sulit dikendalikan dan dipotong. Jangan biarkan pikiran negatif menguasai pikiran dan perasaan Anda. Hati-hatilah agar masa depan Anda tidak rusak karena keputusan keliru yang dihasilkan oleh pikiran keliru. Jika pikiran itu muncul, cobalah menuliskannya untuk kemudian di re-view kembali secara logis dan rasional. Pada umumnya, orang lebih bisa melihat bahwa pikiran itu ternyata tidak benar.

4. Gunakan self-affirmation

Untuk memerangi negative thinking, gunakan self-affirmation yaitu berupa kata-kata yang membangkitkan rasa percaya diri. Contohnya:

  • Saya pasti bisa !!
  • Saya adalah penentu dari hidup saya sendiri. Tidak ada orang yang boleh menentukan hidup saya !
  • Saya bisa belajar dari kesalahan ini. Kesalahan ini sungguh menjadi pelajaran yang sangat berharga karena membantu saya memahami tantangan
  • Sayalah yang memegang kendali hidup ini
  • Saya bangga pada diri sendiri

5. Berani mengambil resiko

Berdasarkan pemahaman diri yang obyektif, Anda bisa memprediksi resiko setiap tantangan yang dihadapi. Dengan demikian, Anda tidak perlu menghindari setiap resiko, melainkan lebih menggunakan strategi-strategi untuk menghindari, mencegah atau pun mengatasi resikonya. Contohnya, Anda tidak perlu menyenangkan orang lain untuk menghindari resiko ditolak. Jika Anda ingin mengembangkan diri sendiri (bukan diri seperti yang diharapkan orang lain), pasti ada resiko dan tantangannya. Namun, lebih buruk berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa daripada maju bertumbuh dengan mengambil resiko. Ingat: No Risk, No Gain.

6. Belajar mensyukuri dan menikmati rahmat Tuhan

Ada pepatah mengatakan yang mengatakan orang yang paling menderita hidupnya adalah orang yang tidak bisa bersyukur pada Tuhan atas apa yang telah diterimanya dalam hidup. Artinya, individu tersebut tidak pernah berusaha melihat segala sesuatu dari kaca mata positif. Bahkan kehidupan yang dijalaninya selama ini pun tidak dilihat sebagai pemberian dari Tuhan. Akibatnya, ia tidak bisa bersyukur atas semua berkat, kekayaan, kelimpahan, prestasi, pekerjaan, kemampuan, keahlian, uang, keberhasilan, kegagalan, kesulitan serta berbagai pengalaman hidupnya. Ia adalah ibarat orang yang selalu melihat matahari tenggelam, tidak pernah melihat matahari terbit. Hidupnya dipenuhi dengan keluhan, rasa marah, iri hati dan dengki, kecemburuan, kekecewaan, kekesalan, kepahitan dan keputusasaan. Dengan "beban" seperti itu, bagaimana individu itu bisa menikmati hidup dan melihat hal-hal baik yang terjadi dalam hidupnya? Tidak heran jika dirinya dihinggapi rasa kurang percaya diri yang kronis, karena selalu membandingkan dirinya dengan orang-orang yang membuat "cemburu" hatinya. Oleh sebab itu, belajarlah bersyukur atas apapun yang Anda alami dan percayalah bahwa Tuhan pasti menginginkan yang terbaik untuk hidup Anda.

7. Menetapkan tujuan yang realistik

Anda perlu mengevaluasi tujuan-tujuan yang Anda tetapkan selama ini, dalam arti apakah tujuan tersebut sudah realistik atau tidak. Dengan menerapkan tujuan yang lebih realistik, maka akan memudahkan anda dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian anda akan menjadi lebih percaya diri dalam mengambil langkah, tindakan dan keputusan dalam mencapai masa depan, sambil mencegah terjadinya resiko yang tidak diinginkan.

Mungkin masih ada beberapa cara lain yang efektif untuk menumbuhkan rasa percaya diri. Jika anda dapat melakukan beberapa hal serpti yang disarankan di atas, niscaya anada akan terbebas dari krisis kepercayaan diri. Namun demikian satu hal perlu diingat baik-baik adalah jangan sampai anda mengalami over confidence atau rasa percaya diri yang berlebih-lebihan/overdosis. Rasa percaya diri yang overdosis bukanlah menggambar kondisi kejiwaan yang sehat karena hal tersebut merupakan rasa percaya diri yang bersifat semu.

Rasa percaya diri yang berlebihan pada umumnya tidak bersumber dari potensi diri yang ada, namun lebih didasari oleh tekanan-tekanan yang mungkin datang dari orangtua dan masyarakat (sosial), hingga tanpa sadar melandasi motivasi individu untuk "harus" menjadi orang sukses. Selain itu, persepsi yang keliru pun dapat menimbulkan asumsi yang keliru tentang diri sendiri hingga rasa percaya diri yang begitu besar tidak dilandasi oleh kemampuan yang nyata. Hal ini pun bisa didapat dari lingkungan di mana individu di besarkan, dari teman-teman (peer group) atau dari dirinya sendiri (konsep diri yang tidak sehat). Contohnya, seorang anak yang sejak lahir ditanamkan oleh orangtua, bahwa dirinya adalah spesial, istimewa, pandai, pasti akan menjadi orang sukses, dsb - namun dalam perjalanan waktu anak itu sendiri tidak pernah punya track record of success yang riil dan original (atas dasar usahanya sendiri). Akibatnya, anak tersebut tumbuh menjadi seorang manipulator dan dan otoriter - memperalat, menguasai dan mengendalikan orang lain untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Rasa percaya diri pada individu seperti itu tidaklah didasarkan oleh real competence, tapi lebih pada faktor-faktor pendukung eksternal, seperti kekayaan, jabatan, koneksi, relasi, back up power keluarga, nama besar orangtua, dsb. Jadi, jika semua atribut itu ditanggalkan, maka sang individu tersebut bukan siapa-siapa.

Narsis

Termasuk Narsiskah Anda ?

Kepada adik-adiku di MTs Al Karimi 1, tahukah kamu kalau kamu narsis atau tidak ?

Pengertian Narsisme

Termasuk narsiskah kalau kita suka memajang foto-foto kita bersama pejabat, artis, tokoh agama, atau kelompok publik figur lain di ruang kerja atau di ruang tamu? Termasuk narsiskah kalau kita menaruh foto kita dan keluarga di desktop komputer di kantor? Termasuk narsiskah kalau kita mengkalungkan aksesoris keagamaan, seperti tasbih, salib, atau lainnya, di mobil atau di leher? Termasuk narsiskah kalau kita kemana-mana mendeklarasikan kesuksesan yang kita raih selama ini?

Kalau melihat definisinya Otto Kernberg (Borderline Condition and Pathological Narcissism: 1975), ternyata jawabannya tidak se-hitam-putih seperti yang selama ini berlaku. Itu bisa narsis dan bisa tidak, tergantung motif dan "nawaitu-nya" (untuk apanya). Menurut Kernberg, narsis itu mencakup berbagai kombinasi dari upaya seseorang dalam mendemonstrasikan ambisi, fantasi-kemewahan, rasa rendah diri, atau kebergantungan secara berlebihan terhadap pengakuan dan penghormatan dari orang lain.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, narsisme didefinisikan ke dalam pengertian yang sangat terkait dengan mitos di Yunani Kuno. Seorang dewa Narcis yang tampan rupawan terkena kutuk karena ulahnya yang kurang empatik dalam menolak cinta Dewi Eco. Akhirnya, meski ganteng, tak satu pun perempuan yang mencintainya. Narcis kemudian berkaca di air dan melihat dirinya sendiri yang tampan itu. Jadilah dia mencintai dirinya sendiri. Karena itu, dalam Kamus itu, narsis adalah hal / keadaan mencintai diri sendiri secara berlebihan, mempunyai kecenderungan seksual dengan diri sendiri.

Jadi, termasuk nariskah bila kita melakukan hal-hal di muka? Kalau mengacu ke literaturnya, itu akan termasuk narsis apabila motif yang mendorong kita adalah rasa takut, rasa kurang, atau rasa kosong, dan tujuannya adalah untuk mendapatkan pemenuhan dari luar (orang lain). Misalnya saja kita sangat takut dikatakan orang miskin. Supaya ini tidak terjadi maka kita menciptakan berbagai modus untuk mengelabuhi diri sendiri dan orang lain agar dibilang orang kaya, orang hebat, atau orang terpandang. Narsisme seperti ini dalam kajian literaturnya dimasukkan ke dalam apa yang disebut personality disorder.

Namun jika motif dan tujuannya tidak seperti itu, mungkin saja tidak. Misalnya kita menaruh foto sukses biar kita termotivasi saat mulai depresi. Kita menceritakan kesuksesan agar orang lain bisa mengambil pelajaran dari pengalaman kita. Dan lain-lain dan seterusnya. Ini mungkin yang membuat Andrew Marisson (The Underside of Narcissism: 1997), berkesimpulan bahwa masih ada narsis yang sehat (healthy narcissism).

Lima Tipe Narsisme

Inti dari narsisme adalah penolakan seseorang terhadap realitas dirinya secara tidak sehat (berbohong kepada diri sendiri), denial of the true self, kata Alexader Lowen. Penolakan ini kita wujudkan dalam bentuk rasa cinta berlebihan terhadap bayangan yang kita ciptakan terhadap diri sendiri (self-excessive love based on self image or ego ).

Misalnya saja kita tidak bisa menerima realitas diri kita di kantor sebagai karyawan. Kita kemudian menciptakan bayangan tentang diri sendiri seolah-olah kita adalah pemilik, orang paling dipercaya, atau orang paling hebat di kantor itu. Karena bayangan ini tidak / belum ada bukti pada diri kita, tentunya kita ingin mendapatkan pengakuan atau penghormatan dari pihak luar. Keinginan itulah yang kerap membuat kita terlalu menonjolkan diri.

Dalam kajian Alexader Lowen, seperti ditulisnya dalam Narcissism, Denial of The True Self (1997), ada lima tipe narsisme itu, yaitu:

  • Phallic Narcissistic character: Orang dengan karakter Phallic Narcissitic menginvestasikan energinya untuk merayu dan menarik perhatian. Cirinya antara lain: pede, arogan, elastik, menunjukkan kehebatan, dan seringkali sangat memukau.
  • Narcissistic character. Orang dengan karakter narsis, dikatakan punya image hebat dan dasyat tentang dirinya. Meminjam istilah Lowen, they are not just better, they are the best; they are not just attractive, they are the most attractive. Dalam kenyataannya, ada kasus-kasus di mana orang berkarakter narsis ini memang sukses, top, popular dan berprestasi karena dia mampu "bermain dengan baik" di panggung kehidupan. Tapi biar bagaimana pun juga, tetap saja image -nya lebih besar dari orang-nya.
  • Borderline personality. Orang ini tidak nyata-nyata mendemonstrasikan kesuksesan, kehebatan, yang bisa saja didukung oleh prestasi riil; karena kekuatan ego nya lebih lemah, malah kerapkali di dominasi rasa minder, merasa rapuh, tidak mampu, di liputi keraguan yang besar. Perasaan hebat dan spesial nya di simpan di dalam diri, jadi seperti memutar dan menonton film sendiri.
  • Psychopathic personality: Orang dengan tipe ini dikatakan extreme lack of human fellow feeling - atau bahasa gaulnya no heart feeling, karena bisa mencuri, berbohong, menipu, merusak, bahkan membunuh dengan santai, tanpa dibebani rasa bersalah, atau takut jika ketahuan.
  • Paranoid personality. Orang dengan tipe ini merasa dirinya begitu istimewa sampai-sampai tidak hanya menjadi pusat perhatian, plus jadi sasaran konspirasi orang-orang yang tidak suka padanya.

Apa Yang Menyebabkan ?

Apa ada orang yang benar-benar bersih dari kelima tipe narsisme di atas? Kalau benar-benar bersih mungkin terlalu sangat sulit ditemukan. Hampir pada diri semua orang ada narsisme-nya. Bedanya, ada yang terang-terangan dan ada yang disembunyikan. Ada yang masih wajar dan ada yang sudah tidak wajar. Ada yang masih tahu tempat dan waktu, dan ada yang sudah menyatu dengan kepribadian yang dibawa kemana-mana.

Bedanya lagi, menurut Lowen, adalah soal degree atau skala penonjolan kehebatan-diri. Mungkin ada yang masih wajar dalam arti belum sampai membuat seseorang keliru dalam memandang dirinya atau belum sampai pada tingkat yang sudah bisa mengundang kebencian orang lain dan ada yang sudah kebablasan.

Berbicara soal sebab-sebabnya, hampir tidak ditemukan sebab yang single untuk persoalan yang terkait dengan "ketidaknormalan" jiwa manusia. Karena itu, kalau melihat ke literaturnya, sebab-sebab itu selalu dikelompokkan ke dalam dua sebab induk, yaitu sebab personal (psikologis), yang berarti terkait dengan bagaimana kita mengelola jiwa kita (internal management).

Cerita Malin Kundang menggambarkan bagaimana seseorang merefleksikan dirinya setelah melihat realitas di luar dirinya yang baru. Misalnya saja dia berangkat dari kampung ke kota sebagai orang yang semula bukan siapa-siapa tetapi kemudian di kota dia menjadi sosok yang who is who. Perubahan ini membuat dia narsis dalam arti menonjolkan kehebatan-diri secara berlebihan dan mengukur orang lain dari definisi kehebatan yang ia ciptakan berdasarkan fantasinya sendiri. Sampai-sampai ibunya sendiri tidak diterima karena tidak hebat dan tidak kren.

Selain sebab personal, ada sebab yang disebut kultural atau sebab-sebab yang muncul dari faktor eksternal. Termasuk sebab eksternal adalah pola asuh yang diterima dari kecil. Sebuah keluarga yang mendefinisikan orang secara ekstrim (keluarga, tamu, tetangga, dst) dari sisi kaya-miskin, mewah-tidak mewah, atau menutupi kekurangan dengan cara mengelabuhi, akan sangat berpotensi melahirkan pribadi yang narsis. Bahkan, mengistimewakan kedudukan anak di atas yang lain atas nama budaya dan tradisi, itu ibaratnya menabur bibit narsis.

Termasuk sebab eksternal juga adalah lingkungan dimana kita berada. Tempat kerja, komunitas pergaulan atau masyarakat tertentu yang mendewakan budaya hedonisme (serba harus keren, mewah, dan serba materi) sangat mungkin mempengaruhi kita menjadi narsis. Jangan heran kalau misalnya kita punya teman yang gaya hidupnya berubah karena lingkungan pergaulannya berubah.

Secara hukum alamnya, sebab-sebab eksternal (keadaan dan orang lain) itu hanya sebagai pendukung atau pemicu atas munculnya kepribadian yang narsis. Artinya, lingkungan atau pola asuh tidak bisa dijadikan single predictor. Ini karena, yang menjadi penyebab-penentu (the most determinant factor) adalah sebab internal atau diri kita.

Solusi Dari Dalam

Kalau melihat clue-nya, narsisme (unhealty narcissism) itu terkait dengan sedikitnya tiga isu kejiwaan yang sangat mendasar. Pertama, terkait dengan bagaimana kita meresponi suara penolakan diri atau denial of the self karena tidak puas terhadap diri sendiri (dissatisfaction).

Sebenarnya, rasa tidak puas terhadap diri sendiri akan positif kalau kita gunakan untuk memperbaiki diri atau memunculkan dorongan untuk berubah ke arah yang lebih baik. Inilah yang disebut "learning, growing, improving". Jika kita sudah kehilangan dorongan untuk berubah, berarti proses learning-nya sudah berhenti dan ini sangat membahayakan.

Tapi akan negatif kalau itu kita gunakan untuk melakukan pertengkaran dengan diri sendiri (konflik diri) sampai membuat jiwa kita kosong (feeling of empty), kurang (feeling of lack), dan takut (feeling of fear). Ini semua akan mendorong kita menempuh modus untuk mengelabuhi diri sendiri supaya bisa mengelabuhi orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan dan penghormatan dari fantasi yang kita ciptakan.

Kedua, terkait dengan bagaimana kita menutupi kekurangan, entah kurang kaya, kurang kompeten, kurang keren, kurang mewah, dan seterusnya. Adanya rasa kurang pun ciptaaan Tuhan. Rasa kurang ini bisa kita gunakan untuk menjadi orang yang tawadlu (rendah hati), dekat sama Tuhan atau juga bisa kita gunakan sebaliknya.

Jika rasa kurang itu mendapatkan respon positif, pasti yang akan muncul adalah motivasi plus, misalnya dorongan untuk penyempurnaan, dorongan untuk mengakui kehebatan orang lain, dorongan untuk berubah, dan seterusnya. Tapi bila responnya negatif, akan sangat mungkin memunculkan motivasi minus, misalnya arogan tanpa alasan, membohongi orang lain untuk menutupi kekurangan, dan seterusnya.

Ketiga, terkait dengan sejauhmana kita melatih diri dalam mendengarkan suara naluri universal. Meski teorinya agak sulit membedakan prilaku yang narsis dan yang bukan, tetapi semua manusia punya naluri universal yang bertugas menerima kebaikan dan menolak kejelekan, entah dari perbuatan kita sendiri atau dari perbuatan orang lain. Kesombongan, penjolan diri berlebihan, atau penipuan diri itu pasti ditolak oleh naluri universal manusia.

Artinya, sejauh kita melatih diri untuk mendengarkan naluri universal kita, pasti kita akan lebih mudah "mengobati" benih-benih penyakit narsisme di dalam diri kita. Untuk bisa mendengarkan, syaratnya adalah jangan terlalu lama atau selalu mendengarkan suara dari luar. Idealnya, kita seimbang dalam mendengarkan suara dari dalam dan suara dari luar.

Kesimpulan

Narsisme dalam konteks perilaku, merupakan manifestasi dari pengingkaran diri (denial of the self). Tercermin dalam sikap penonjolan diri yang bersumber dari respon negatif terhadap ketidakpuasan, kekurangan, atau kehampaan di dalam jiwa. Perasaan miskin dan kosong ini, mendorong "pencarian dan perburuan" pengakuan, kepuasan, pujian, perhatian, dsb dengan cara yang tidak sehat.

Sebelum ada akibat buruk pada / dari orang lain, misalnya kebencian, penolakan, atau yang lain, lebih dulu perilaku ini berakibat buruk pada diri sendiri. Tidak akurat dalam menilai diri dapat membuat kita salah mengambil keputusan untuk diri kita. Akibatnya, kalau tidak mandek ya salah jalan.

Hampir tidak ada jiwa manusia yang tidak ada potensi narsisme-nya. Karena itu, kita semua punya kepentingan untuk memperbaiki diri supaya lebih baik selalu. Dan ini bisa kita mulai dari sekarang juga sesuai keadaan dan kemampuan kita.

Semoga bermanfaat.

Sejarah Pon Pes Al Karimi

SEJARAH SINGKAT PONDOK PESANTREN AL KARIMI

TEBUWUNG DUKUN GRESIK

BAB I

PEMUDA ABDUL KARIM

Pada tahun 1238 H yang bertepatan dengan tahun 1822 M di desa Drajat Paciran Lamongan telah lahir seorang anak yang diberi nama Abdul Karim, dari pasangan suami istri yang bernama KH.Abdul Qohar dan mbah Nyai Sarwilah keduanya asli desa Drajat Paciran Lamongan.

Mbah Abdul Karim adalah keturunan ke sebelas dari Sunan Drajat atau Raden Qosim , yaitu Abdul Karim bin Abdul Qohar bin Darus bin Kinan bin Ali Mas’udi bin Ahmad Rifa’I bin Bisri bin Dahlan bin Mohammad Ali bin Hamid bin Sunan Drajad/ Raden Qosim.

Dalam usia 2 tahun Abdul karim ditinggal ayahnya Kyai Abdul Qohar meninggal dunia, kemudian Nyai Sarwilah dinikahi oleh Kyai Asnawi dari Sidayu. Sehingga pendidikan Abdul Karim kecil praktis dalam bimbingan ayah tirinya yaitu Kyai Asnawi. Kemudian pemuda Abdul Karim melanjutkan menimba ilmu agamanya kepada salah satu ulama’ besar di Sidayu yaitu Kyai Mustahal. Setelah itu pemuda Abdul Karim melanjutkan pendidikannya di beberapa Pondok pesantren diataranya di Pondok pesantren yang diasuh oleh Raden Maulani ( Mbah Suto ) sendang, kemudian melanjutkan ke pondok pesantren Tugu Jogjakarta . kemudian menuaikan ibadah haji bersama ayah tirinya Kyai Asnawi. Dalam melaksanakan ibadah haji mengalami hambatan karena alat trasportasi pada saat itu hanya kapal sehingga sesampainya di Kota Makkah musim haji telah selesai dan pemuda Abdul karim memutuskan untuk memetap di kota Makah guna menunggu musim haji berikutnya sambil menuntut ilmu dari ulama’-ulama’ besar Makkah.

BAB II

SEJARAH PONDOK PESANTREN AL KARIMI

Menyibah asal mula berdirinya pondok pesantren Al karimi erat kaitannya dengan latar belakang KH Abdul Karim sebagai pendiri Pondok Pesantren Al Karimi. Beliau adalah putra dari pasangan suami istri KH Abdul Qohar bin Darus dan Sarwilah binti Mursilah asli dari Desa Drajat Paciran Lamongan yang dilahirkan pada tahun 1238 H/1822 M. Semenjak kecil Abdul Karim kecil hidup bersama ayah tirinya yang bernama Kyai Asnawi . Mula mula Abdul karim dikirim ke pondok pesantren Mbah Suto Sendang Paciran lamongan dak kemudian melanjutkan ke Pondok Pesantren Tugu Yogyakarta. Kedati ilmu yang diserap dari kedua pondok pesantren tersebut cukup banyak, bagi Abdul Karim belum merupakan perolehan yang optimal. Kehausan akan ilmu agama mencenangkan niatnya untuk memperdalamnya di kota Makkah Saudi Arabiyah.

Setelah beberapa tahun lamanya di kotta makkah beliau pulang ke kota Sidayu. Si Sidayu, selain membantu megajarkan ilmu agama juga ikut berdagang kain di pasar. Semakin lama nama beliau semakin dikenal orang. Kemasyurahannya bukan hanya lantaran guru agama dan pedagang yang berhasil, melainkan dikenal juga sebagai tokoh muda ahli agama yang disegani, baik oleh penduduk maupun pemerintah belanda. Karenanya Belanda bermaksud mengangkat hakim agama di kabupaten Sidayu . mendengar kabar tersebut beliau menjadi sedih.

Pada saat yang bersamaan, Pak Utsman Kepala desa Tebuwung tengah mencari seorang ulama’ yang sanggup membina masyarakatnya serta tinggal di desanya pula. Atas kehendak Allah yang kuasa, pak Utsman datang menghadap ke KH Abdul Karim ia memohon kesediaan beliau untuk membina masyarakat Tebuwung dan sekitarnya yang pada waktu itu sangat rendah bud. Dengan senang hati tawaran tersebut diterimanya sesuai dengan panggilan jiwanya.

Pada tahun 1862 KH Abdul Karim meninggalkan kota Sidayu menuju Desa Tebuwung. Suasana di lingkungan batu ini jauh berbeda dengan kota Sidayu. Dimana-mana termasuk Sidayu pendidikan dan pengajaran agama islam selalu dalam tekanan dan pengawasan yang ketat dari pemerintah Belanda. Sementara itu ia lebih leluasa mengajarkan agama di desa Tebuwung.sebagai sarana mengajar para santri tahun 1864 didirikan sebuah pondok dan surau di daerah hutan bendo desa Tebuwung yang sangat sederhan. Kemudian tahun tersebut sampai sekarang sebagai tahun berdirinya Pondok Pesantren Al Karimi yang dulu deikenal dengan sebutan Pondok Bendo. Sebutan Bendo diambil dari nama pohon sejenis pinang yang konon banyak tumbih di sekitar pondok tersebut.

Cara beliau mendidik para santri tak ubahnya seperti di pondok-pondok salaf yang lain. System weton dan sorongan merupakan tradisi ilmiyah pesantren. Pada mulanya santri yang mengajipun hanya terbatas dari desa Tebuwung saja. Lambat laun santri yang berdatangan dari luar daerah semakin banyak . ini semua berkat ketekunan, keikhlasan mengabdi dan kesederhanaan hidup yang diteladankan kepada para santri dan masyarakat sekitarnya.

Semasa hayatnya KH. Abdul Karim dikaruniai 8 puta putri

Dari istri 1 :

1. K Zaid ( membantu ayahnya di Tebuwung )

2. KH. Ishaq, pendiri Pondok Pesantren Sidodadi Surabaya

3. Nyai Halimun Nur, nenek KH. Munir Ujungpangkah

Dari istri yang ke 2

1. KH. Musthofa ( Pendiri Pondok Pesantren Tarbiyatul Tholabah )

2. Nyai Alimah

3. Nyai Muthiah

4. Nyai Zainab

5. KH. Murtadlo , penerus Pengasuh Pondok Pesantren Al Karimi

Setelah KH. Abdul Karim wafat tongkat estafet dipegang oleh putra bungsu beliau bernama KH. Murtadlo. Dibawah asuhan KH. Murtadlo Pondok Pesantren Al Karimi terus berkembang tetapi cara pengajarannya tetap menggunakan tradisi lama.

Alih generasi merupakan satu hal yang tidak dapat ditolak. KH Abdul Karim dan KH Murtadlo boleh saja meninggalkan masyarakat tebuwung dan sekitarnya untuk selama-lamanya. Namun Pondok Pesantren Al Karimi yang dibangun dengan susah payah harus tetap hidup berkembang, dan mampu menjawab tantangan zaman. Dengan demikian tekad KH Abdullah, KH Abdul Mu’in dan KH. Zaini Rosyid pewaris Pondok Pesantren Al Karimi mereka pulalah yang bakal memeberikan warna baru.

BAB III

PERGESERAN SISTEM PENDIDIKAN

Tuntutan keadaan menghembuskan angin baru di desa Tebuwung . kesadaran penuh terhadap putaran zaman memanggil para pemangku Pondok Pesantren Al Karimi berbenah diri. Perubahan system pendidikan adalah suatu keharusan. Dengan diprkarsai KH. Abdul Mu’in tanggal 26 Maret 1949, Pondok Pesantren Al Karimi mendirikan Madrasah Ibtidiyah (MI) yang system pendidikannya tidak lagi menggunakan sorogan dan weton. Pengajarannya ditata secara klasikal. Berkenan sebagai kepala madrasah adalah KH. Zaini Rosyid dan sebagai pemangku pondok pesantren Al Karimi dipercayakan kepada KH. Moh Sabiq Abdullah.

Mengingat kesadaran masyarakat terhada[ dunia pendidikan bertambah meningkat, banyak sekali siswa lulusan MI yang ingin melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Situasi demikian ini tidak menguntungkan bagi masyarakat Tebuwung dan sekitarnya karena jenjang pendidikan yang dimaksud hanya terbatas dikota-kota besar saja. Atas saran para wali murid, tahun 1968 Pondok Pesantren Al karimi menambah satu unit pendidikan yaitu Madrasah Tsanawiyah (MTs). Dan selang dua tahun kemudian yaitu 1970 berhasil menambah lagi satu jenjang pendidikan prasekolah ( RA )

Dibawah pemerintahan orde baru, keberhasilan pemabangunan makin tampak nyata. Tidak ketinggalan pula pembangunan dibidang pendidikag. Gedung-gedung sekolah banyak didirikan dimana-mana, baik oleh badan pemerintah maupun swasta. Hal tersebut memberikan indikasi bahwa kesadaran masyarakat bangsa Indonesia akan pentingnya pendidikan benar-benar merupakan kebutuhan yang mendesak. Pondok Pesantren Al Karimi yang telah lahir sejak zaman pendudukan Belanda selalu ikut aktif dalam memasyarakatkan pendidikan sesuai dengan tuntutan zamanya. Upaya itu mewujudkan satu unit pendidikan menengah atas ( MA ) yang berdiri tahun 1974.

Pengembangan pendidikan di atas tidak hanya terbatas pada segi kwantitas, peningkatan kwalitas tentu saja, dan sarana serta managemen menjadi persoalan yang yang tetap diperhatikan guna mencapai tujuan institusional Pondok Pesantren Al Karimi. Salah satu upaya untuk pencapaian tujuan tersebut melalui pemantapan kurikulum./ mulai tingkat ibtida ‘iyah sampai dengan tingkat aliyah, di satu sisi menggunakan kurikulum yang ditetapkan secara nasional, di lain sisi tidak meninggalkan tradisi ilmiyah pesantren. Gabungan antara keduanya merupakan ciri yang dimilki pendidikan di pondok pesantren Al Karimi.

BAB IV

TEROBOSAN BARU BAGI PONDOK PESANTREN AL KARIMI

Kini Pondok Pesantren al Karimi mulai melebarkan sayapnya jenjang pendidikan yang selama ini terbatas pada pendidikan agama, tahun 1980 merupakan terobosan baru bagi Pondok Pesantren Al Karimi. Pada tahun tersebut berhasil menambah satu unit pendidikan umum tingkat menengah pertama ( SMP ). Seperti disebutkan di atas bahwa peningkatan mutu, sarana, dan manajemen tetap menjadi perhatian disertai dengan dedikasi yang tinggi dari para pendidik, sejak tahun 1984 SMP Al Karimi mendapat status diakui.

Upaya Pondok Pesantren Al Karimi untuk menjandikan desa Tebuwung sebagai pusat pendidikan dasar dan menengah baik agama maupun umum, tidak berhenti samapi disini. Dengan memanfaatkan segala potensi yang ada di desa Tebuwung dan sekitarnya, para pemangku Pondok Pesantren Al karimi selalu merengkuh isyarat zaman. Beberapa unit pendidikan yang telah ada dirasa masih kurang lengkap. Maka atas prakarsa para alumni dengan diketuai Bapak H. Nur Fatah Syafi’I, SH pada tahun 1986 berdiri lagi satu jenjang pendidikan umum tingkat menengah atas (SMA)

Dengan demikian, Pondok Pesantren Al Karimi memilki unit-unit pendidikan sebagai berikut :

1. Pondok Pesantren Al Karimi

2. RA Al Karimi

3. MI Al Karimi

4. MTs Al Karimi 1

5. MA Al Karimi

6. SMP Al Karimi

7. SMA Al Karimi

Seluruh unit pendidikan di atas diberi nama Al Karimi hal ini dimaksudkan agar semua pecinta Al Karimi selalu mengenang jasa –jasa KH. Abdul Karim sebagai pendiri Pondok Pesantren Al karimi. Peranan Pondok Pesantren Al Karimi dalam mayarakat tidak hanya pada bidang pendidikab saja tapi juga aktif dibidang pelayanan arus penerangan dan informasi pembangunan, untuk itu pada tanggal 29 Oktober 1987 pusat informasi Pondok Pesantren (PIP) Al Karimi diresmikan oleh Kakan Departemen Penerangan kabupaten GresikBapak Moh. Mashodi, BBA. Yang disertai penyerahan perlengkapan informasi dari kantor depatemen penerangan dan BKKBN kabupaten Gresik. Berupa peswat Telefisi dan Rublik adres ( PA).

Pondok pesantren Al Karimi adalah sebagai lembaga pendidikan maka untuk mendapatkan kekuatan hokum pada tahun 1986 terbentuklah sebuah yayasan Al Karimi, dengan akte notaries : Ny. Nur Laily Adam S.H nomor 5 tahun1986.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes