kEGIATAN

Selasa, 27 November 2012

Strategi Konseling

PEMILIHAN STRATEGI Strategi konseling yang dipilih oleh konselor untuk membantu memecahkan masalah konseli merupakan komponen penting dalam proses konseling. Suatu strategi konseling biasanya berkaitan teori atau model konseling tertentu, masing-masing teori atau model konseling memiliki seperangkat strategi konseling yang terintegrasi ke dalam keseluruhan proses konseling. Thompson (2003) menyatakan bahwa saat ini telah ada lebih dari 300 strategi konseling dari berbagai orientasi teoritik. Di bawah ini disajikan teori-teori konseling beserta strategi/teknik konseling yang dikutip dan diadaptasi dari Hansen, Stevic, & Warner, 1981. Teori Pendekatan Teknik/Strategi Psikoanalitik Afektif, kognitif Interpretasi, analisis impian, asosiasi bebas, analisis resistansi, analisis transferen, kontertransferen Eksistensial Afektif Meminjam teknik-teknik dari pendekatan lain dan menggabungkannya ke dalam kerangka kerja eksistensial Rogerian (Person-centered) Afektif Menekankan pada sikap konselor sebagai teknik dasar seperti: empati, penghargaan positif, dan kesungguhan. Sikap tersebut dikomunikasikan melalui teknik mendengarkan dengan aktif, refleksi, parafrase, klarifikasi, dan being there" for the client (attending). Gestalt Afektif Konfrontasi, dialog polaritas, bermain peran, mengalami perasaan, pencarian impasse, mengalami kembali urusan tak selesai Analisis transaksional (TA) Afektif, kognitif, perilaku Pemahaman injungsi aal melalui analisis skrip dan angket , konfrontasi, dan kontrak REBT Kognitif, perilaku Mengajar klien, memberi tugas rumah, pemecahan masalah, penghentian pikiran negatif, modifikasi kognitif, reframing, suntikan stres Perilaku Perilaku Desensitisasi sistematis, terapi impolsif, terapi aversif, meditasi, penguatan, hukuman, pembentukan, penghapusan, latihan asertif, pengelolaan diri, kontrak. Realita Kognitif, perilaku Menekankan pada peran konselor yang terlibat aktif, direktif, didaktik, dan suportif untuk membelajarkan klien perilaku bertanggung jawab. Teknik lain adalah konfrontasi, kontrak, dan pertimbangan nilai Tabel 1. Teori-teori konseling beserta strategi/teknik konseling A. Saat yang tepat untuk memperkenalkan strategi Banyak konselor yang belum tahu kapan memperkenalkan strategi konseling kepada konseli. “Kapan saatnya memperkenalkan strategi?” jawaban terhadap pertanyaan tersebut bukan merupakan hal yang mudah, dan jawabannya berbeda-beda untuk masing-masing konselor. Bolbired (1983) menyatakan: “sangat sering terjadi, aturan untuk memilih strategi tidak mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Untuk membuat keputusan klinis yang demikian sulit ini, tergantung pada kepekaan konselor untuk mengenali kunci-kunci yang tersamar dalam interaksi klinis, memahami saling interaksi antara bermacam-macam pola tingkah laku dan gaya hidup dan apresiasi yang tajam tentang kekuatan-kekuatan lingkungan dan kemungkinan-kemungkinan yang lain yang mengarahkan kehidupan konseli. Pengetahuan dan aturan-aturan tersebut tidak diketemukan dalam literatur, tetapi justru datang dari pengalaman-pengalaman konselor sebelumnya dalam interaksi sosial, pengalaman-pengalaman pribadi mereka sebagai manusia, dan akumulasi dari pengalaman klinis yang aktual. Kadang-kadang konselor pemula cenderung menggunakan memperkenalkan strategi konseling terlalu cepat dan memberikan solusi sebelum waktunya (premature) atau mengambil tindakan yang didasarkan kebutuhan mereka sendiri agar ia menjadi “penolong”. Mungkin ada yang menyatakan bahwa “saat” untuk menggunakan strategi adalah pada pertemuan ke-3, 5 atau ke 8. Tetapi menurut Comment (1985) pandangan ini tidak tepat. Suatu prosedur konseling akan selalu digunakan bagi setiap konseli. Seorang konselor hendaknya selalu berusaha mempunyai suatu rencana atau suatu rasional terhadap cara apa saja yang dia tempuh. Tahap memilih suatu strategi konseling adalah sangat penting dalam keseluruhan proses konseling. Eisenberg dan Delancy (1977) menyatakan bahwa “timing” memilih suatu strategi sangat penting untuk keberhasilan penggunaan strategi. Penggunaan suatu strategi sebelum waktunya dapat mempunyai pengaruh yang sangat jelek terhadap keberhasilan proses konseling. Ada 5 pedoman yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan “timing” (saat) yang tepat untuk memperkenalkan suatu strategi, yaitu: 1. kualitas hubungan 2. asesmen masalah 3. tujuan konseling yang diinginkan 4. kesiapan dan komitmen konseli 5. terkumpulnya data pokok (sesuai dengan latar belakang teori). Berikut ini akan dijelaskan saat yang tepat (timing) untuk memperkenalkan suatu strategi. 1. Kualitas Hubungan Hacney dan Cormier (1979): Okun (1982), menyatakan bahwa suatu strategi konseling mungkin tidak efektif apabila hubungan konseling belum terjalin dengan baik. Hubungan konseling yang baik dapat membantu konseli membuat transisi dari dukungan lingkungan ke dukungan diri sendiri. Bagaimana cara mengetahui bahwa suatu hubungan telah cukup kuat untuk memberikan dorongan yang dibutuhkan konseli? Sekali lagi, hal itu mungkin berbeda-beda untuk masing-masing konseli, tetapi ada beberapa indikator dari “kualitas” suatu hubungan sebagai berikut. a. Konseli memberi balikan secara verbal yang menunjukkan bahwa konselor mengerti perasaan atau permasalahan konseli secara tepat. b. Konseli menunjukkan kemauan untuk melibatkan diri dalam konseling dengan jalan: datang tepat waktu, hadir dalam pertemuan-pertemuan, menyelesaikan tugas-tugas rumah, mengungkapkan masalah pribadi, dan berbagi perasaan kepada konselor. c. Konseli dan konselor membahas/ mendiskusikan segala sesuatu yang memungkinkan terbukanya komunikasi. d. Konselor merasa nyaman dalam mengkonfrontir, mengungkapkan dan menggunakan respon-respon lain terhadap konseli. Jika konselor telah mendapati kondisi-kondisi tersebut di atas saat melakukan hubungan konseling, maka konselor cukup tepat waktunya untuk memperkenalkan strategi konseling kepada konseli. 2. Asesmen Masalah Nampaknya tidak tepat untuk menyarankan penggunaan suatu strategi apabila problem konseli belum dianalisis secara memadai. Disebabkan masalah belum dianalisis secara memadai, memungkinkan konselor memilih strategi yang tidak cocok atau tidak relevan. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan untuk menilai apakah asesmen masalah sudah memadai sebagai berikut. a. Apakah konselor sudah mengetahui mengapa konseli datang ke sini? b. Apakah konseli telah mengungkapkan semua persoalannya atau baru sebagian saja? c. Apakah saya betul-betul mengetahui tingkah laku dan situasi problem dari konseli ini? d. Apakah saya dapat menggambarkan kondisi-kondisi yang menunjang permasalahan konseli? e. Apakah saya menyadari (memahami) tingkat keparahan dan intensitas permasalahan konseli? Jika konselor dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini secara pasti, maka konselor dapat memperkenalkan suatu strategi, jika tidak, agaknya konselor perlu memeriksa kembali keinginan memperkenalkan strategi sampai konselor telah menyelesaikan penganalisaan problem konseli. Dalam beberapa hal, konseli hendaknya diberi kesempatan untuk merespon terhadap pertanyaan-pertanyaan ini agar dia berperan dalam menentukan waktu yang cocok untuk menggunakan strategi. 3. Tujuan Konseling Jika konselor memperkenalkan suatu strategi sebelum tujuan konseling terbentuk, maka hal itu merupakan suatu kesalahan. Karena suatu strategi merupakan cara untuk memperlancar tercapainya suatu tujuan, tujuan yang operasional merupakan suatu syarat untuk pemilihan suatu strategi. Jadi konselor dan konseli telah dapat mendiskripsikan tujuan konseling yang diinginkan sebelum konselor menyarankan suatu cara untuk mencapai tujuan tersebut. 4. Kesiapan dan Komitmen Konseli Kesiapan dan komitmen konseli untuk bertindak merupakan pedoman keempat yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan “timing” dari pemilihan strategi. Agaknya selalu lebih mudah untuk bergerak secara pelan-pelan, dan kemudian mempercepat proses dari pada langsung secara cepat menuju ke suatu strategi konseling yang kemungkinan menakutkan konseli atau mematahkan semangat mereka untuk mengambil langkah selanjutnya. Egan (1975) mengingatkan konselor untuk “memperhatikan” konseli dimana dia berada. Jangan menuntut konseli yang belum siap untuk melaksanakan suatu strategi. Misalnya konseli yang minta nasehat atau cara yang cepat untuk menyelesaikan persoalan mereka, mungkin konseli tidak siap untuk waktu yang lebih lama dalam upaya mencapai tujuan. Konseli yang mempunyai riwayat tentang kebiasaan menghindari permasalahan, mungkin menunjukkan kesadaran terhadap konsekuensi positif dari perubahan. Kadang-kadang kesiapan konseli untuk mencapai hasil dinyatakan dalam perilaku, misalnya: konseli menjadi lebih terbuka, lebih banyak berinisiatif dalam interview. Konseli lain menyatakan kesiapannya dengan jalan memulai pertemuan tepat waktu. 5. Mengumpulkan data pokok Seperti telah diketahui rumusan permasalahan dan tujuan biasanya disertai dengan beberapa pengumpulan data pokok/dasar. Data ini dapat memberikan informasi yang berguna tentang sifat permasalahan dan tujuan yang diinginkan. Pengumpulan data dasar/ pokok sebelum mengimplementasikan strategi adalah penting untuk menentukan sejauh mana strategi dapat membantu konseli. Pelaksanaan suatu strategi akan tergantung pada kualitas hubungan, ketepatan penilaian/ analisis masalah, terbentuknya hubungan konseling yang jelas, tingkah laku konseli yang menunjukkan kesiapan untuk bertindak, dan pengumpulan data pokok/dasar. B. Kriteria Memilih Strategi Setelah persyaratan untuk “timing” pengenalan strategi terpenuhi, konselor sudah siap melangkah ke dalam fase pemilihan strategi konseling. Ada beberapa kriteria untuk memilih strategi. Beberapa ahli seperti Gabriel (1977), Goldfried dan Davison (1976), Okun, (1982) dan Shaffer (1976), mengusulkan ada enam kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam memilih strategi yaitu: 1. Pilihan konselor. 2. Data dokumentasi 3. Faktor-faktor lingkungan 4. Sifat dari masalah konseli 5. Tujuan yang diinginkan. 6. Pilihan konseli. Dalam memilih strategi ke-6 kriteria ini hendaknya dipertimbangkan meskipun yang paling penting adalah sifat masalah konseli dan petunjuk-petunjuk serta pola diagnostik. Strategi konseling hendaknya digunakan apabila merupakan peluang terbaik untuk menolong konseli menyelesaikan problem secara efektif. Suatu strategi konseling dikatakan efektif bila mempunyai 12 ciri yaitu: a. mudah dilaksanakan b. sesuai dengan ciri-ciri dan kesenangan konseli c. sesuai dengan problem dan faktor yang berkaitan d. bersifat positif dan tidak bersifat menghukum e. mendorong berkembangnya ketrampilan mengelola diri (self-management) f. memperkuat kepercayaan konseli terhadap kemampuan dirinya g. didukung oleh literatur h. dapat dikerjakan dan praktis i. tidak menciptakan problem tambahan bagi konseli atau bagi orang penting lainnya j. tidak membebani konseli atau orang penting lainnya dengan melakukan banyak kegiatan k. tidak melampauai apa yang dapat dipertanggungjawabkan oleh konselor. l. Tidak mengulangi atau bertumpu pada strategi yang tidak berhasil sebelumnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes