Karakteristik Pemikiran Aswaja Berdasarkan perbedaan pemaknaan terhadap istilah Ahlussunnah wa al-Jama’ah seperti dijelaskan di atas, terdapat tiga karakteristik pemikiran Aswaja, yaitu: 1. Atsariyah (Tekstualis) Dalam akidah dan tasyri’ (penetapan hukum syariat), Atsariyah merujuk pada teks al-Qur’an dan Sunnah. Kedua sumber hukum itu lebih didahulukan dari akal dan teks lain, seperti pendapat-pendapat yang bertentangan dengan teks yang sudah dipastikan dalam al-Qur’an dan Sunnah. Atsariyah menganggap potensi ijtihad terbuka dalam ranah yang belum dijelaskan oleh nas al-Qur’an dan Sunnah. Ijtihad paling utama, menurut Atsariyah, adalah yang dilakukan oleh kaum Salaf, yakni sebuah era yang disebut oleh Nabi Muhammad, yakni tiga abad pertama dalam sejarah Islam. Nabi menyebut era itu dengan kebaikan, yakni era sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in. 2. Nazhariyah Aqliyah Nazhariyah Aqliyah (teori rasio) memiliki karakteristik pemikiran dengan menggunakan ilmu kalam dalam akidah. Penjelasan dengan menggunakan cara-cara manthiq dan ilmu kalam itu demi menjelaskan nas al-Qur’an dan Sunnah, serta tidak keluar dari akidah salaf yang menjadi ciri khas Aswaja, bahkan untuk membela akidah generasi pertama Islam tersebut. 3. Shufiyah. Sebuah nama yang dinisbatkan pada kata Tasawwuf ini merupakan metode seorang hamba dalam mendekatkan diri kepada Allah serta merealisasikan kedudukan ihsan (makrifatullah). Hal itu mereka tempuh dengan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ibadah, meninggalkan berbagai larangan, membersihkan hati dari akhlak buruk, kemudian menghiasinya dengan akhlak yang baik. Dalam hal konsep dasar akidah, Shufiyah mengikuti kategori pemikiran Aswaja yang lain, yakni Atsariyah dan Nazhariyah ‘Aqliyah. Dalam fikih, Nazhariyah ‘Aqliyah mengikuti salah satu madzhab empat. Dalam keyakinan, mempercayai ilmu kasyaf dan ilham selama tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah.
0 komentar:
Posting Komentar