kEGIATAN

Sabtu, 04 September 2010

gagasan

Memahami Cara Mewujudkan Suatu Gagasan

Setiap individu pasti pernah memiliki gagasan atau ide. Bahkan dalam kenyataan banyak ditemui bahwa satu orang mungkin bisa memiliki puluhan gagasan sekaligus. Tanpa memandang tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi sebuah gagasaan akan muncul manakah seseorang dihadapkan pada suatu tantangan atau berada dalam suatu lingkungan baru. Namun dari sekian banyak orang yang memiliki gagasan, hanya sedikit saja yang mampu mewujudkan gagasan tersebut menjadi suatu hasil karya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungannya.

Pertanyaannya adalah mengapa tidak semua orang bisa mewujudkan gagasan atau ide tersebut menjadi kenyataan? Tahapan apa saja yang harus dilalui agar gagasan yang cemerlang dapat terwujudkan dan berguna bagi kesejahteraan individu? Artikel singkat ini ditulis untuk mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Menjadi Awal

Gagasan adalah bukan 'sesuatu' tetapi ia menjadi awalnya. Mirip angka nol yang menjadi awal seluruh hitungan tetapi ia tidak memiliki makna hitungan apapun kecuali jika ia berasosiasi dengan angka lain. Begitu juga dengan gagasan anda. Tanpa diasosiasikan dengan perangkat lain, gagasan akan tetap selamanya menjadi gagasan. Maka tugas anda yang paling utama adalah menjadi pejuang gagasan anda, bukan sekedar memilikinya.

Kesalahan umum yang sering terjadi adalah gagasan ditempatkan sebanding dengan sesuatu hingga akhirnya mengakibatkan gagasan tersebut menemui ajal sebelum waktunya. Anda merasa cukup berhenti dengan memilikinya tanpa perjuangan untuk mewujudkannya atau memilih untuk membunuhnya sebelum dikeluarkan judgment lingkungan bahwa gagasan anda tidak akan hidup. Demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka sembunyikan gagasan anda dari siapapun sebelum anda menemukan cara bagaimana gagasan tersebut bisa direalisasikan supaya tidak langsung menjadi santapan virus lingkungan.

Tahapan

Bagian dari perjuangan terhadap gagasan adalah memahami bagaimana ia bekerja sesuai dengan hukum alamnya sehingga anda menjadi sadar (aware) terhadap sesuatu yang terjadi pada diri anda selama menjalani proses. Tanpa pemahaman yang cukup, maka akan mengakibatkan bongkar pasang gagasan atau cepat tergoda oleh gangguan eksternal yang menggerogoti kegigihan anda memperjuangkan gagasan tersebut. Berikut adalah tahapan proses yang ditempuh gagasan menuju realisasi fisiknya.

Tindakan

Jika gagasan masih berupa angka nol, bukan sesuatu, maka tindakan adalah angka satu yang berarti sesuatu. Temukan format tindakan tertentu yang menjadi padanan fisik gagasan anda atau yang memperdekat ke arah realisasi riilnya. Seluruh tindakan anda memiliki fungsi bagi gagasan anda meskipun tidak semuanya berhasil. Seperti orang yang sedang memecahkan batu dengan jumlah pukulan yang tidak terhitung. Jika anda mengatakan batu tersebut pecah oleh pukulannya yang terakhir, jelas anda salah. Batu tidak pecah oleh hanya satu pukulan, tetapi beberapa pukulan di mana masing-masing pukulan memiliki maknanya sendiri.

Tindakan memiliki daya tarik yang berfungsi untuk mengangkut gagasan anda menuju padanan fisiknya ketika tindakan tersebut sudah anda pahami sebagai habit dalam bentuk aktifitas atau kesibukan. Persoalannya adalah bagaimana anda menciptakan tindakan yang bernilai tinggi bagi gagasan anda sebab terkadang tidak semua tindakan punya relevansi dengan realisasi gagasan, meskipun tidak berarti bahwa tindakan tersebut sia-sia. Dalam hal ini masalahnya lebih pada suatu tindakan yang efektivitas dan efisiensi.

Agar tidak kehilangan relevansi, maka janganlah menjadikan tindakan atau aktivitas atau kesibukan sebagai tujuan, sebaliknya letakkan semua pada perspektif masing-masing secara benar. Tujuan adalah hasil sedangkan tindakan merupakan media untuk mencapainya.Katakanlah jika anda sudah memiliki tujuan, target atau tujuan mikro, dan tindakan, maka pertanyaannya, sejauhmana masing-masing komponen tersebut berfungsi mengarah pada titik fokus anda. Atau lebih singkatnya, sejauhmana aktivititas anda mampu menghasilkan asset bagi hidup anda?

Tidak cukup dengan menjaga relevansinya saja, tindakan pun perlu bahan bakar yang dihasilkan dari kematangan spektrum emosi. Kuncinya terdapat pada penggunaan pilihan positif bagi keyakinan, pikiran, mental, sikap, atau perasaan anda. Dengan pilihan tersebut anda mampu mengatasi tantangan atau godaan yang mayoritasnya berupa keragu-raguan, pesimisme, rasa tidak berdaya atau The "I cannot attitude", malas, pengecut, atau kekerdilan harga diri yang seringkali muncul di tengah perjuangan hidup anda.

Interaksi

Jika tindakan berupa angka satu, maka interaksi adalah angka dua. Maksudnya, anda harus menemukan pasangan dari kelompok yang anda pilih untuk merealisasikan gagasan anda. Alasannya sangat jelas, bahwa pertama, anda tidak bisa menjadi hebat di atas gagasan anda dengan seorang diri, dan kedua, semua yang ingin anda wujudkan dengan gagasan tersebut berada di tangan orang lain. Itulah betapa penting peranan interaksi.

Riset international membuktikan bahwa keberhasilan suatu gagasan seseorang ditentukan oleh keahlian tekhnis dan keahlian bagaiman anda menciptakan interaksi. Keahlian tekhnis memegang peranan lima belas sampai dua puluh lima persen dan sisanya interaksi. Tanpa interaksi maka mustahil diciptakan kreasi atau prestasi dari gagasan anda. Oleh karena itu keberhasilan suatu gagasan tidak bisa didasarkan dari sudut merah-putih, atau benar-salahnya akan tetapi dari cara bagaimana gagasan itu diinteraksikan ke pikiran orang lain.

Interaksi menciptakan experiencing dalam hal business of selling yang di dalamnya mengandung the skill of leadership, the art of networking, marketing, dan promotion yang dibutuhkan layaknya seorang pejuang. Bisa dibayangkan jika Soekarno atau Mahatma Gandhi tidak didukung oleh rakyatnya, bahkan Bill Gate pun bukan manusia pengecualian jika penemuannya tidak mendapat sambutan dari orang banyak untuk sama-sama merealisasikan penggunaan software komputer yang digagasnya.

Kreasi

Kreasi adalah moment of "Aha!" yang merupakan angka tiga di mana gagasan anda telah menemukan padanan fisiknya atau sudah bisa bekerja untuk kehidupan anda. Kemerdekaan yang diciptakan Gandhi adalah kreasi termasuk juga putra-putri anda atau pekerjaan yang sekarang menopang hidup anda. Semua itu tercipta setelah muncul gagasan, tindakan, dan interaksi entah dalam bantuk polarisasi, integrasi atau kontradiksi [baca: paradoks] seperti seorang bayi yang pasti dilahirkan dari proses interaksi lawan jenis.

Di jagat raya ini hampir tidak ada yang menyamai kedahsyatan gagasan yang telah menemukan padanan fisiknya. Untuk memperoleh pemahaman ini anda tidak perlu harus membuka lembaran sejarah yang telah dipenuhi prestasi spektakuler para nabi yang berjuang dengan gagasannya ratusan tahun lalu dan hingga kini masih diperjuangkan pengikutnya, ilmuan atau industrian yang hasil jerih payahnya telah dimasukkan ke dalam asset dunia, atau nenek moyang keluarga kerajaan Inggris dan Saudi yang seakan-akan direlakan oleh bangsanya untuk memiliki suatu negara tanpa batas. Di sekeliling anda masih banyak manusia yang asal mulanya biasa-biasa tetapi kemudian dibedakan dengan kreasinya sehingga ia tidak hanya sekedar menjadi someone bagi someone akan tetapi menjadi "world" bagi banyak someone. Banyak kepala keluarga yang menjadi world bagi putra-putrinya,demikian pula seorang pengusaha sukses yang menjadi world bagi banyak karyawannya. Sekali lagi, itulah gagasan yang telah menemukan padanan fisiknya.

Tetapi jangan berpikir ke tahap kreasi jika anda sudah memilih takdir untuk menjadi pejuang gagasan orang lain alias pengikut. Kedahsyatan kreasi ditentukan oleh seberapa dalam kreasi tersebut menjadi representasi dari orisinilitas anda sehingga ia memiliki akar kokoh ke tanah terlepas di bidang apapun kreasi anda diimplementasikan. Dengan kata lain, kreasi adalah tahapan dari self-realization dan self-actualization yang ditandai dari start di mana kaki anda tidak ragu-ragu lagi menginjak di atas tanah realitas atau di mana keyakinan anda sepenuhnya diberangkatkan dari dalam ke luar.

Dengan memahami bagaimana cara mewujudkan sebuah gagasan maka diharapkan gagasan-gagasan yang ada di kepala anda dapat segera terwujudkan. Dengan perwujudan tersebut mudah-mudahan dapat memberikan sumbangan bagi bangsa kita yang memang kaya akan gagasan tetapi sangat miskin realisasinya. Semoga berguna.

dialog diri

Membuka Dialog Diri

Kemajuan peradaban selalu menawarkan ruang dialog untuk mencegah terjadinya konflik yang ditimbulkan oleh perbedaan konsep atau persepsi. Ruang dialog itu dimaksudkan sebagai upaya menjembatani kompromi (kesepakatan sinergis) dari gap atau perbedaan. Ketika dialog menemui jalan buntu, maka kemungkinan yang paling dekat adalah gap komunikasi psikologis yang membikin kita tidak produktif atau lebih parah lagi konflik fisik seperti peristiwa di Aceh atau Papua di hari-hari ini. Kalau sudah terjadi konflik fisik, maka yang muncul adalah egoisme separatisme, bukan lagi kemaslahatan kedua belah pihak.

Belajar dari peristiwa yang terjadi di Aceh atau Papua, maka dalam skala paling kecil kita pun perlu membuka ruang dialog diri sebelum muncul konflik antara kita dengan diri kita sendiri. Konflik di dalam diri tidak saja menyebabkan separatisme psikologis akan tetapi berdampak pada kerusakan (penyakit) fisik. Juga, separatisme psikologis membuat hubungan kita dengan orang lain mudah tergores oleh ketersinggungan egoisme sebagai refleksi ketidakharmonisan internal. Pepatah bijak bilang: â€Å“ Penderitaan adalah effect dari pikiran yang salah arah sebagai indikasi ketidakharmonisan yang terjadi di dalam diri seseorangâ€�.

Media Dialog

Media yang sudah lazim digunakan dalam dialog-diri adalah meditasi. Ada sekian cara yang dapat ditempuh untuk menjalani meditasi mulai dari yang diajarkan agama, tradisi atau pengetahuan tertentu (the art) seperti seni bela diri, dll. Tetapi cara meditasi yang paling ampuh (powerful) adalah cara yang kita temukan sendiri dan bebas dari lalu-lalang aturan formalitas dan kode konformitas. Sendiri di sini memiliki konotasi ‘penjiwaan personal’. Dari praktek yang sudah umum, meditasi dapat didefinisikan sebagai upaya menciptakan sarana menarik diri (baca: membebaskan-diri) dari hambatan yang membuat kita terasing dengan diri kita.

Tak pelak lagi, keterasingan demikian telah menyebabkan sensitivitas diri (self sensitivity) seseorang menjadi tumpul. Tidak dapat merasakan apa yang sedang terjadi di dalam dirinya dan apa akibat yang dapat dimunculkan oleh pikiran, perasaan dan keyakinan tertentu. Tidak dapat mengidentifikasi bagaimana sesuatu terjadi dengan label masing-masing. Ketumpulan sensitivitas juga mengakibatkan orang tidak bisa mendengar apa yang disebut "inner critic" (baca: suara hati kecil). Orang lebih memedomani interpretasi permukaan yang salah akibat intuisi yang dimiliki tidak beroperasi.

Keterasingan dengan diri juga akan merenggut kenikmatan relaksasi mental padahal relaksasi mental adalah obat mujarab yang sudah dipraktekkan oleh sebagian orang berprestasi untuk mengundang inspirasi ketika kejumudan (Blokade Mental) melanda, sekaligus sebagai sarana mengundang ide kreatif / inovatif ketika kebosanan menyerbu. Sejarah mencatat, Edison adalah pakar praktisi relaksasi di mana dalam waktu 15 menit menjalani relaksasi, Edison sudah menemukan ide baru. Kecepatan Edison itu tidak bisa dipisahkan dari intensitas, kuantitas dan kualitas relaksasi sebagai latihan mental. Relaksasi mental juga digunakan Einstein untuk bervisualisasi sehingga dirinya sampai pada kesimpulan: "Fantasi atau imajinasi lebih bekerja di dalam dirinya ketimbang ilmu pengetahuan".

Relaksasi yang telah direnggut oleh kebiasaan hidup yang dinamakan oleh Covey dengan istilah "keracunan urgensitas" (the-must-do-activity) membuat diri kita bagaikan tong sampah dari masalah (problem). Di mana-mana timbul masalah. Di rumah bermasalah, di kantor bermasalah, di jalan pun bermasalah. Akibat sekian banyak masalah yang menyiksa akhirnya kita merasakan kelelahan mental dan tidak punya waktu lagi untuk bercengkrama dengan diri sendiri. Padahal seperti pepatah bilang, "Tak kenal maka tak sayang".

Keterasingan juga membuat kita kehilangan peluang untuk mengekspansi wilayah yang selama ini membatasi diri kita. Wilayah di sini lebih tepat dikatakan keyakinan yang dalam ungkapan lain disebut-sebut sebagai sumber arus (akar motif). Orang tidak dapat berbuat melebihi dari keyakinannya sebab perbuatan adalah aliran arus. Meditasi dapat berperan sebagai upaya menggali keyakinan yang telah terkubur di dalam lumpur yang dapat digunakan untuk mengubah diri.

Perlu diakui bahwa semua orang ingin mengubah-diri menjadi lebih baik. Hari ini lebih baik dari kemarin dan esok hari seharusnya lebih baik dari hari ini. Namun mengapa akhirnya tidak semua orang berhasil menjadi lebih baik? Salah satu penyebabnya adalah karena program perubahan diri yang dirancang kurang mengakar pada sumber arus. Artinya bisa jadi perubahan yang terjadi hanya karena ikut-ikutan atau didorong oleh motif permukaan yang sifatnya hanya mengikuti trend sementara. Program perubahan diri yang tidak (kurang) berakar pada motif pokok diibaratkan seperti orang malas yang tidak bergerak kalau tidak dipecut sehingga dirasakan berat sekali (beban). Bisa dibayangkan, sudah dirasakan beban ditambah lagi mengalami kegagalan. Akhirnya membuat orang malu atau putus dengan coretan agenda-diri yang tidak pernah berhasil.

Selain dapat menghilangkan keterasingan, meditasi juga merupakan sarana mengkukuhkan definisi-diri tentang "who we are". Selama ini definisi yang kita buat bergantung pada aktivitas, pekerjaan, atau pada definisi yang disodorkan oleh orang lain. Aktivitas, pekerjaan dan kondisi eksternal adalah variabel yang sarat dengan perubahan dan kalau hal demikian kita jadikan patokan untuk mendifinisikan who we are, maka konstruksi definisi-diri kita menjadi compang-camping tak berbentuk. Difinisi diri adalah ungkapan prinsip keyakinan (value), visi, dan tujuan yang terkadang perlu kita pisahkan (baca: selamatkan) dari hiruk-pikuk realitas temporer.

Dengan sekian alasan yang diuraikan di atas, maka meditasi seharusnya jangan kita gunakan hanya sebatas sarana untuk menghasilkan daftar dosa, kesalahan masa lalu, atau hukuman diri lainnya yang akan menyebabkan kita membuat kompensasi kebablasan dan mendorong pada rasa takut untuk berbuat. Meditasi adalah ruang memperkuat keinginan untuk memperbaiki diri (re-programme) guna mendekatkan se-obyektif mungkin antara diri yang kita persepsikan (perceived self), diri yang ideal (ideal self) dan diri yang riil (the real self). Ketidakdekatkan ketiga diri tersebut telah membuat kita mudah terperosok dalam lorong diri yang gelap - self-deceived (Carter McNamara: 1999).

Isi Dialog

Tak ubahnya seperti dialog yang terjadi antara RI & GAM. Di dalam dialog-diri harus tercipta situasi tanya jawab tanpa konsekuensi pada judgment. Tanya jawab itulah yang sering dikenal dengan istilah self questioning, yaitu upaya menyodorkan sejumlah pertanyaan kepada diri kita. Telah sejak lama diakui, pertanyaan memiliki implikasi psikologis tertentu yang dapat digolongkan menjadi implikasi killer (pembunuh) atau implikasi miracle (mukjizat). Perbedaan keduanya, implikasi killer diperoleh dari pertanyaan destructive yang mengarah pada jawaban tanda seru (self-defeating), irrational thinking model untuk mendatangkan masa lalu, atau IF - clause thinking dalam menyikapi masa depan.

Untuk memahami lebih jauh tentang pertanyaan yang mengandung implikasi killer adalah ketika orang bertanya kepada dirinya (sadar / tidak sadar): "Kenapa saya dilahirkan tidak seberuntung orang lain?" Kata "kenapa" di sini tidak memiliki jawaban yang rasional. Selain itu, "kenapa" malah menambah rasa putus asa, powerless, hopeless, dan dapat membunuh proses nalarisasi, ekplorasi-diri untuk menemukan keunggulan. Pendek kata, killer adalah pertanyaan yang jawabannya tidak mendorong kita untuk meraih solusi atau mendapatkan potret definisi-diri yang lebih baik dan lebih maju. Pertanyaan itu bisa berbentuk variatif yang secara tidak sadar telah kita jadikan acuan / pedoman hidup.

Lebih-lebih kalau pertanyaan itu diambil dari pernyataan / ungkapan orang lain yang berbau pengadilan negatif tentang diri kita. Rasanya seperti tulisan yang terukir di atas batu. "The most damaging phrase in the language is 'It’s always been done that way' �, kata Grace Hoper. Perkataan itu menggambarkan seseorang yang bertanya kepada dirinya / orang lain tentang sebuah maksud tertentu, lalu mendapat jawaban tanda seru: "Sudah pernah dilakukan dan hasilnya gagal!"

Implikasi miracle diperoleh dari pertanyaan constructive yang akan mendatangkan jawaban untuk menarik solusi. Kalau orang sehabis mengalami kegagalan lalu bertanya kepada dirinya, "Tindakan apalagi yang lebih cerdas untuk dilakukan", maka pertanyaan itu memiliki bobot psikologis yang mendorong orang tersebut untuk menjalani eksplorasi dari apa yang sudah diketahui atau belum diketahui (evolusi-diri). Umumnya, para pencipta prestasi besar dan kecil di alam raya ini tidak dapat dipisahkan dari upaya mengasah kemampuan mempertanyakan sesuatu untuk menjalani langkah inovatif dan kreatif.

Meditasi yang kita jalani dengan mengisi tanya jawab tentang kita dan dengan kita (self questioning) selain dapat mencairkan kebekuan dan memperkokoh definisi, pun juga dapat mempertajam kontrol-diri di mana kita akan secara otomatis dididik oleh kebiasaan untuk mengganti (to substitute) muatan negatif menjadi positif, atau melawan (to challenge) muatan negatif supaya kalah, atau membuat affirmasi (to affirm) muatan positif.

Sayangnya, kita dan sistem sosial yang kita masuki cenderung berorientasi pada jawaban. Kalau kita ditanya mengapa kegagalan menimpa, maka hampir dapat dipastikan jawabannya adalah menyangkut ketersediaan modal / alat. Memang jawaban tersebut tidak berarti salah tetapi ada logika hidup yang hilang di sini. Ketersediaan modal (perangkat) adalah jawaban pencapaian (achievement) dari pertanyaan yang mendorong seseorang untuk meraihnya. Kalau pertanyaannya justru menutup, menghalangi, tanda seru, maka jawaban itulah yang akan menjadi pertanyaan dan membentuk lingkaran setan pertanyaan. Kalau kita renungkan, ternyata jawaban dari seluruh persolan hidup yang kita miliki sekarang ini adalah hasil dari pertanyaan yang kita ajukan di masa lalu. Selamat merenungkan.

bimbingan

Setiap Orang Butuh Bimbingan

adik adiku tak critani ringekno

Di zaman mudanya, konon Ronggowarsito yang punya nama asli Bagus Burham itu dikenal seorang anak muda dari kelas sosial atas yang nakalnya minta ampun. Karena nakal itulah sang ayah mengirim Ronggo didampingi seorang emban Ki Tanujoyo ke seorang tokoh masyarakat berpengaruh pada zaman itu, yaitu Kyai Imam Besari, di daerah Tegalsari Ponorogo Jawa Timur untuk berguru. Setelah beberapa bulan di situ, ternyata Ronggowarsito tidak banyak berubah bahkan uang 500 real untuk modal belajar dan dua kudanya dijual untuk judi.

Ki Tanujoyo dinilai terlalu lemah oleh Kyai Imam Besari yang selalu meng-iya-kan keinginan Ronggowarsito. Akhirnya mereka secara diam-diam meninggalkan Tegalsari menuju tempat yang jauh. Mendengar berita ini ayah Ronggowarsito memohon agar Kyai Imam Besar ikut membantu mencari dimana Ronggowarsito berada. Sampai akhirnya ditemukan dan dibawa lagi ke Tegalsari, saat itulah Kyai Imam Besar konon marah besar kepada Ronggo yang punya tabiat tidak baik di samping prestasi akademiknya jatuh.

Setelah dimarahi-langsung oleh Sang Kyai, Ronggowarsito mulai berubah bahkan konon sampai membuat banyak orang kagum atas sedemikian dahsyat perkembangan intelektual / prestasi akademik yang dicapai. Itulah bagian awal perjalanan Ronggowarsito menjadi seorang pujangga, pejabat keraton, intelektual, dan bahkan dalam sejarahnya banyak murid-murid Ronggowarsito yang datang dari luar negeri yang bisa disebut nama-namanya antara lain: C.F Winter, Jonas Portier, CH Dowing atau Jansen dan lain-lain.

Ada kemungkinan besar sekali bahwa dalam praktek hidup, proses yang terjadi tidaklah se-otomatik seperti yang tertulis di dalam naskah di mana ada orang yang langsung berubah setelah dimarahi atau ditegur orang lain. Dalam kenyataan, proses belajar dan berubah ini ibaratnya proses tarik-ulur tambang kesadaran yang berkali-kali. Sudah pasti tidak semua orang punya cita-cita atau perjalanan hidup seperti Ronggowarsito atau Soekarno yang berguru pada Cokroaminoto atau tokoh-tokoh sekarang yang dulunya adalah murid khusus M. Natsir, namun kalau tradisi ini malah bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan diri kita, mengapa tidak dilakukan saja? Apakah kebutuhan untuk berguru terhadap pembimbing pribadi ini tidak bisa dipenuhi dari pendidikan formal yang sudah ada? Pada bagian tertentu jelas sudah bisa dipenuhi tetapi hal mendasar yang mesti kita sadari tentang pendidikan formal / non-formal adalah sistemnya yang sudah sejak awal dirancang untuk kebutuhan orang banyak (generic) dan sudah dipatok harus memenuhi kebenaran-metodelogis tertentu yang sudah dilegalkan. Di sisi lain meskipun kita sebagai manusia memiliki kesamaan tetapi secara pribadi kita memiliki keunikan tersendiri yang membutuhkan model sentuhan yang berbeda.

Manfaat Belajar dari Pembimbing Pribadi

Mengapa kita membutuhkan pembimbing pribadi ? ada beberapa alasan yang dapat kita lihat bersama:

a. Belajar dari kesalahan masa lalu

Satu dari sekian alasan mengapa kita butuh pembimbing pribadi adalah bahwa pengalaman dan wawasan mereka, merupakan pelajaran amat bernilai, dalam mengantisipasi terulangnya kesalahan yang mungkin akan kita lakukan, jika kita tidak belajar dari kesalahan atau kegagalan mereka. Namun dalam praktek hidup sehari-hari menunjukkan sebuah kebiasaan bahwa amat jarang orang mau membagikan sesuatu yang berharga bagi dirinya, apalagi jika hanya sekedar "kenal" dan "tahu sama tahu" walaupun orang itu secara struktural menjadi atasan kita dan setiap hari bertemu.

Dalam pekerjaan (di kantor) sehari-hari, ada fakta umum yang mudah kita temukan bahwa sebanyak apapun pengetahuan kita tentang pekerjaan tertentu, namun ketika sampai pada pelaksanaannya, tetap saja ada hal-hal tertentu yang belum kita ketahui. Sebaliknya, sesederhana apapun pekerjaan yang kita lakukan, tetapi jika dikerjakan dengan sepenuh hati dan dengan segenap kreativitas demi mencapai hasil yang terbaik, maka kita seringkali menemukan pengetahuan dan pemahaman baru (insight and understanding, knowledge and awareness).

Kenyataan demikian mengkonfirmasi pernyataan Bruce Lee bahwa hidup ini adalah sebuah sekolah. Kita perlu selalu berada dalam keadaan belajar, karena sekolah kehidupan terlebih dahulu memberikan ujian-ujian, baru kemudian materi pelajarannya. Oleh karena itu, "sharing knowledge", saling berbagi pengalaman satu orang dengan yang lain, akan memperkaya diri kita dengan berbagai materi dan pengalaman hidup orang lain sehingga kita bisa belajar mengantisipasi kesalahan dan kegagalan yang mungkin bisa terjadi dalam proses belajar menunju kemajuan.

b. Merobohkan tembok mental dan persepsi diri yang keliru

Setiap orang cenderung pernah memiliki mispersepsi terhadap diri sendiri (misperception about self). Perasaan tidak mampu, tidak sanggup atau tidak bisa, belum tentu benar-benar disebabkan tiadanya kemampuan actual / kemampuan riil. Persepsi negative yang membuat kita ragu pada diri sendiri, tanpa disadari menjadi sebuah tembok, yang membatasi kemampuan, kesempatan dan kemajuan kita sendiri. Mahatma Gandhi mengatakan, orang tidak akan bisa mengalahkan tantangan di luar dirinya, sebelum mengalahkan tantangan (merobohkan tembok mental) di dalam dirinya.

Dalam seni kehidupan, faktor mental, fisik dan ketrampilan (skill) - ketiganya memiliki pengaruh yang signifikan, karena kalau yang satu terganggu maka yang lain biasanya ikut terganggu. Pernyataan Henry Ford yang terkenal "Baik anda berpikir bisa dan tidak bisa, keduanya benar." Berpikir tidak bisa akan membuat kita benar-benar tidak bisa (tidak mampu) meskipun pada hakekatnya kita punya kemampuan untuk bisa. Pengalaman Greg Phillips yang menggeluti bidang SDM juga berkesimpulan senada bahwa awal kemampuan seseorang meraih prestasi itu adalah kekuatan mental yang positif di mana seseorang meyakini kemampuannya lebih besar dibanding tantangan hidup yang dihadapi. Persepsi keliru terhadap diri sendiri, yang menghalangi pertumbuhan dan keberhasilan diri, membuat peran guru pembimbing menjadi amat berarti bagi kita.

Jim Rohn dari pengalamannya menggeluti bidang SDM menyimpulkan bahwa "man not lack of capacity but lack of teaching". Banyak hal yang semula kita simpulkan tidak bisa tetapi karena kita diajari oleh orang lain yang lebih dahulu menguasai dan menggeluti masalah itu, akhirnya kita mampu menjalaninya dengan baik. Kita sudah melihat kendala yang dialami pembimbing dan belajar dari kesalahan dan kebangkitan mereka -hingga dalam diri kita bisa tumbuh keyakinan, bahwa kita sendiri sesungguhnya mampu. Dan keyakinan ini lah yang akhirnya membuat kita benar-benar mencapai keberhasilan.

c. Meneguhkan keyakinan diri

Dalam praktek hidup banyak sekali yang membuktikan bahwa semua yang diciptakan Tuhan di dalam diri kita tidak main-main, alias sebuah materi yang kalau disentuh dengan pemberdayaan akan berguna bagi kita, termasuk misalnya saja rasa malu atau rasa takut. Padahal, keduanya kalau dibiarkan jelas bisa menghambat keinginan kita untuk maju. Tetapi kalau diberdayakan (baca: diolah menjadi energi positif), rasa malu bisa menjadi semacam pil penguat stamina mempertahankan komitmen pada usaha meraih keinginan.

Kebutuhan kita terhadap guru pembimbing diperlukan untuk membuat kita memahami diri sendiri (emosi dan persepsi) dan mengendalikan diri - atas dasar pemahaman yang lebih dalam terhadap diri sendiri. Sebab, kita seringkali masih perlu diingatkan bahwa emosi dan persepsi yang tidak tepat, dapat membuat kita bereaksi secara tidak tepat dan akhirnya menghambat kita melakukan tindakan yang positif, tepat dan sehat. Kita sering ragu dan takut melakukan sesuatu, hanya karena dikuasai ketakutan dan keraguan. Sebaliknya, ada pula yang tidak berpikir dalam dan panjang - tanpa pertimbangan dan emosional sehingga dapat melakukan tindakan nekat atau berbahaya. Untuk itu, keberadaan guru pembimbing menjadi sangat penting. Pepatah mengatakan: manusia sebenarnya tidak membutuhkan pengetahuan sebanyak kebutuhannya terhadap terhadap bimbingan dan peringatan / arahan.

Bagaimana Proses Belajar yang Efektif?

Siapa saja yang bisa kita jadikan guru pembimbing? Sesungguhnya, semua orang yang menurut kita memiliki nilai diri yang berkualitas dan pengalaman yang kompleks (baik pengalaman sukses maupun gagal), atau mereka yang terlebih dahulu berprestasi, dapat menjadi pembimbing kita. Sayangnya, keberadaan mereka di sekeliling kita pun tidak menjamin keberhasilan kita bertumbuh dan berkembang. Hal ini bukan disebabkan ketidakmauan sang pembimbing, namun bisa disebabkan ketidaktahuan diri sendiri akan apa yang benar-benar kita perlu pelajari dalam hidup ini. Untuk memahami apa yang menjadi kebutuhan belajar kita, ada beberapa cara yang bisa dilakukan:

1. Mempelajari nilai dan prinsip utama yang dituntut oleh profesi dan pekerjaan

Kita harus memahami nilai dan prinsip kerja yang diperuntukkan bagi kita, sesuai bidang kerja dan jabatan yang kita emban saat ini. Meminjam istilah Gardon Dryden & Dr. Jeannette Vos (Learning Revolution: 1999) isu besar itu dapat pula kita artikan dengan "prinsip utama" yang mengatur suatu pekerjaan. Prinsip dan nilai tersebut akan berbeda antara satu pekerjaan / peran dengan yang lainnya, dan berbeda industri - akan berbeda pula nilai serta prinsipnya. Oleh sebab itu, belajarlah dari pembimbing yang dapat membuat kita bercermin dan menemukan, apa yang masih harus kita lengkapi dan kembangkan, atau bahkan diubah - sesuai dengan tuntutan situasi kondisi kerja saat itu. Dari pembimbing, kita pun belajar bagaimana menghadapi masalah-masalah yang secara spesifik cenderung muncul dalam proses kerja sehari-hari. Kita harus mempelajari, prinsip dan nilai apakah yang perlu dipertahankan dan diperjuangkan, sehingga kita bisa survive dan sukses dalam bekerja.

2. Menetapkan batasan (setting boundaries and priorities)

Menentukan batasan-batasan yang harus kita ketahui dan pelajari, baik secara konseptual maupun praktek, agar kita dapat tahu apa yang diperlukan untuk mampu beradaptasi terhadap tuntutan pekerjaan (memfokuskan diri pada prioritas utama di dalam ruang lingkup pekerjaan, sehingga apa yang kita pelajari dan lakukan, lebih pasti, jelas dan relevan - bermanfaat bagi prestasi dan karir)

3. Menentukan siapa pembimbing yang tepat

Menentukan orang-orang tertentu yang menurut kita bisa memberikan informasi akurat berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya (pembimbing pribadi). Ibarat dalam perang, mendapatkan informasi dari sumber terpercaya diakui oleh Sun Tzu sebagai aset yang menentukan keberhasilan. Setelah itu, berusahalah menemukan dan menggunakan cara belajar yang paling sesuai dengan karakteristik sang guru pembimbing. Merujuk cara Einstein atau Dale Carnegie, bahwa sebagian dari prinsip utama berguru itu sesungguhnya dilakukan dengan memunculkan sebanyak mungkin tanda tanya di dalam diri murid - untuk kemudian sang murid lah yang harus mencari jawabannya sendiri. Atau, mengajukan pertanyaan dengan cara yang dikehendaki oleh guru dan lebih banyak menggunakan telinga untuk mendengarkan, karena mendengarkan adalah cara yang paling efektif untuk menarik perhatian sang guru.

4. Belajar sendiri - Learning by doing

Mengolah dan menjalankan sendiri - bukan menjiplak atau mengikuti secara mentah-mentah. Mengolah dan menjalankan sendiri setiap prosesnya, adalah dua faktor yang menurut pendapat Gib Atkin, membedakan knower dengan learner. Knower berarti, hanya sebatas tahu saja dan pengetahuan itu pun dipamahami sebagai sebuah konsep. Namun, learner adalah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai kekuatan dan penggerak untuk menciptakan definisi diri serta berbagai penemuan yang baru (new person, new experiences, new discoveries).

Kalau kita sampai hari ini belum menemukan guru manusia yang sesuai, maka guru yang terdekat dan paling mudah ditemui adalah dengan membaca buku dan mempraktekkannya, baik di lingkungan kerja maupun di dimensi lain dalam kehidupan. Dengan demikian, kita selalu memperbaharui dan mengembangkan self-knowledge, atau pemahaman diri, sehingga akhirnya, setiap hari kita menjadi orang baru. Semoga bermanfaat!

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes