kEGIATAN

Senin, 14 September 2009

Pupuk PD

Memupuk Rasa Percaya Diri

Pernahkah anda mengalami krisis kepercayaan diri atau dalam bahasa sehari-hari "tidak pede" dalam menghadapi suatu situasi atau persoalan? Saya yakin hampir setiap orang pernah mengalami krisis kepercayaan diri dalam rentang kehidupannya, sejak masih anak-anak hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut. Ruang konseling di website inipun banyak diwarnai dengan pertanyaan seputar kasus-kasus yang berhubungan dengan krisis kepercayaan diri tersebut. Sudah tentu, hilangnya rasa percaya diri menjadi sesuatu yang amat mengganggu, terlebih ketika dihadapkan pada tantangan atau pun situasi baru. Individu sering berkata pada diri sendiri, "dulu saya tidak penakut seperti ini....kenapa sekarang jadi begini ?" ada juga yang berkata: "kok saya tidak seperti dia,...yang selalu percaya diri...rasanya selalu saja ada yang kurang dari diri saya...saya malu menjadi diri saya!"

Menyikapi kondisi seperti tersebut diatas maka akan muncul pertanyaan dalam benak kita: mengapa rasa percaya diri begitu penting dalam kehidupan individu. Lalu apakah kurangnya rasa percaya diri dapat diperbaiki sehingga tidak menghambat perkembangan individu dalam menjalankan tugas sehari-hari maupun dalam hubungan interpersonal. Jika memang rasa kurnag percaya diri dapat diperbaiki, langkah-langkah apakah yang harus dilakukan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan saya jawab dalam artikel ini.

Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri, alias "sakti". Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa - karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri.

Karakteristik

Karakteristik atau ciri-ciri Individu yang percaya diri

Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional, diantaranya adalah :

  • Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, atau pun rasa hormat orang lain
  • Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok
  • Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain - berani menjadi diri sendiri
  • Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil)
  • Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung/mengharapkan bantuan orang lain)
  • Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, ornag lain dan situasi di luar dirinya
  • Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.

Karakteristik atau ciri-ciri Individu yang kurang percaya diri

Beberapa ciri atau karakteristik individu yang kurang percaya diri, diantaranya adalah:

  • Berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok
  • Menyimpan rasa takut/kekhawatiran terhadap penolakan
  • Sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan dir) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri - namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri
  • Pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif
  • Takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil
  • Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus (karena undervalue diri sendiri)
  • Selalu menempatkan/memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu
  • Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangattergantung pada keadaan dan pengakuan/penerimaan serta bantuan orang lain)

Perkembangan Rasa Percaya Diri

Pola Asuh

Para ahli berkeyakinan bahwa kepercayaan diri bukanlah diperoleh secara instant, melainkan melalui proses yang berlangsung sejak usia dini, dalam kehidupan bersama orangtua. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, namun faktor pola asuh dan interaksi di usia dini, merupakan faktor yang amat mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri.Sikap orangtua, akan diterima oleh anak sesuai dengan persepsinya pada saat itu. orangtua yang menunjukkan kasih, perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kelekatan emosional yang tulus dengan anak, akan membangkitkan rasa percara diri pada anak tersebut. Anak akan merasa bahwa dirinya berharga dan bernilai di mata orangtuanya. Dan, meskipun ia melakukan kesalahan, dari sikap orangtua anak melihat bahwa dirinya tetaplah dihargai dan dikasihi. Anak dicintai dan dihargai bukan tergantung pada prestasi atau perbuatan baiknya, namun karena eksisitensinya. Di kemudian hari anak tersebut akan tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif dirinya dan mempunyai harapan yang realistik terhadap diri - seperti orangtuanya meletakkan harapan realistik terhadap dirinya.

Lain halnya dengan orangtua yang kurang memberikan perhatian pada anak, atau suka mengkritik, sering memarahi anak namun kalau anak berbuat baik tidak pernah dipuji, tidak pernah puas dengan hasil yang dicapai oleh anak, atau pun seolah menunjukkan ketidakpercayaan mereka pada kemampuan dan kemandirian anak dengan sikap overprotective yang makin meningkatkan ketergantungan. Tindakan overprotective orangtua, menghambat perkembangan kepercayaan diri pada anak karena anak tidak belajar mengatasi problem dan tantangannya sendiri - segala sesuatu disediakan dan dibantu orangtua. Anak akan merasa, bahwa dirinya buruk, lemah, tidak dicintai, tidak dibutuhkan, selalu gagal, tidak pernah menyenangkan dan membahagiakan orangtua. Anak akan merasa rendah diri di mata saudara kandungnya yang lain atau di hadapan teman-temannya.

Menurut para psikolog, orangtua dan masyarakat seringkali meletakkan standar dan harapan yang kurang realistik terhadap seorang anak atau pun individu. Sikap suka membanding-bandingkan anak, mempergunjingkan kelemahan anak, atau pun membicarakan kelebihan anak lain di depan anak sendiri, tanpa sadar menjatuhkan harga diri anak-anak tersebut. Selain itu, tanpa sadar masyarakat sering menciptakan trend yang dijadikan standar patokan sebuah prestasi atau pun penerimaan sosial. Contoh kasus yang riil pernah terjadi di tanah air, ketika seorang anak bunuh diri gara-gara dirinya tidak diterima masuk di jurusan A1 (IPA), meski dia sudah bersekolah di tempat yang elit; rupanya sang orangtua mengharap anaknya diterima di A1 atau paling tidak A2, agar kelak bisa menjadi dokter. Atau, orangtua yang memaksakan anaknya ikut les ini dan itu, hanya karena anak-anak lainnya pun demikian.

Situasi ini pada akhirnya mendorong anak tumbuh menjadi individu yang tidak bisa menerima kenyataan dirinya, karena di masa lalu (bahkan hingga kini), setiap orang mengharapkan dirinya menjadi seseorang yang bukan dirinya sendiri. Dengan kata lain, memenuhi harapan sosial. Akhirnya, anak tumbuh menjadi individu yang punya pola pikir : bahwa untuk bisa diterima, dihargai, dicintai, dan diakui, harus menyenangkan orang lain dan mengikuti keinginan mereka. Pada saat individu tersebut ditantang untuk menjadi diri sendiri - mereka tidak punya keberanian untuk melakukannya. Rasa percaya dirinya begitu lemah, sementara ketakutannya terlalu besar.

Pola Pikir Negatif

Dalam hidup bermasyarakat, setiap individu mengalami berbagai masalah, kejadian, bertemu orang-orang baru, dsb. Reaksi individu terhadap seseorang atau pun sebuah peristiwa, amat dipengaruhi oleh cara berpikirnya. Individu dengan rasa percaya diri yang lemah, cenderung mempersepsi segala sesuatu dari sisi negatif. Ia tidak menyadari bahwa dari dalam dirinya lah semua negativisme itu berasal. Pola pikir individu yang kurang percaya diri, bercirikan antara lain:

  • Menekankan keharusan-keharusan pada diri sendiri ("saya harus bisa begini...saya harus bisa begitu"). Ketika gagal, individu tersebut merasa seluruh hidup dan masa depannya hancur.
  • Cara berpikir totalitas dan dualisme : "kalau saya sampai gagal, berarti saya memang jelek"
  • Pesimistik yang futuristik : satu saja kegagalan kecil, individu tersebut sudah merasa tidak akan berhasil meraih cita-citanya di masa depan. Misalnya, mendapat nilai C pada salah satu mata kuliah, langsung berpikir dirinya tidak akan lulus sarjana.
  • Tidak kritis dan selektif terhadap self-criticism : suka mengkritik diri sendiri dan percaya bahwa dirinya memang pantas dikritik.
  • Labeling : mudah menyalahkan diri sendiri dan memberikan sebutan-sebutan negatif, seperti "saya memang bodoh"..."saya ditakdirkan untuk jadi orang susah", dsb....
  • Sulit menerima pujian atau pun hal-hal positif dari orang lain : ketika orang memuji secara tulus, individu langsung merasa tidak enak dan menolak mentah-mentah pujiannya. Ketika diberi kesempatan dan kepercayaan untuk menerima tugas atau peran yang penting, individu tersebut langsung menolak dengan alasan tidak pantas dan tidak layak untuk menerimanya.
  • Suka mengecilkan arti keberhasilan diri sendiri : senang mengingat dan bahkan membesar-besarkan kesalahan yang dibuat, namun mengecilkan keberhasilan yang pernah diraih. Satu kesalahan kecil, membuat individu langsung merasa menjadi orang tidak berguna.

Memupuk Rasa Percaya Diri

Untuk menumbuhkan rasa percaya diri yang proporsional maka individu harus memulainya dari dalam diri sendiri. Hal ini sangat penting mengingat bahwa hanya individu yang bersangkutan yang dapat mengatasi rasa kurang percaya diri yang sedang dialaminya. Beberapa saran berikut mungkin layak menjadi pertimbangkan jika anda sedang mengalami krisis kepercayaan diri.

1. Evaluasi diri secara obyektif

Belajar menilai diri secara obyektif dan jujur. Susunlah daftar "kekayaan" pribadi, seperti prestasi yang pernah diraih, sifat-sifat positif, potensi diri baik yang sudah diaktualisasikan maupun yang belum, keahlian yang dimiliki, serta kesempatan atau pun sarana yang mendukung kemajuan diri. Sadari semua asset-asset berharga Anda dan temukan asset yang belum dikembangkan. Pelajari kendala yang selama ini menghalangi perkembangan diri Anda, seperti : pola berpikir yang keliru, niat dan motivasi yang lemah, kurangnya disiplin diri, kurangnya ketekunan dan kesabaran, tergantung pada bantuan orang lain, atau pun sebab-sebab eksternal lain. Hasil analisa dan pemetaan terhadap SWOT (Strengths, Weaknesses, Obstacles and Threats) diri, kemudian digunakan untuk membuat dan menerapkan strategi pengembangan diri yang lebih realistik.

2. Beri penghargaan yang jujur terhadap diri

Sadari dan hargailah sekecil apapun keberhasilan dan potensi yang anda miliki. Ingatlah bahwa semua itu didapat melalui proses belajar, berevolusi dan transformasi diri sejak dahulu hingga kini. Mengabaikan/meremehkan satu saja prestasi yang pernah diraih, berarti mengabaikan atau menghilangkan satu jejak yang membantu Anda menemukan jalan yang tepat menuju masa depan. Ketidakmampuan menghargai diri sendiri, mendorong munculnya keinginan yang tidak realistik dan berlebihan; contoh: ingin cepat kaya, ingin cantik, populer, mendapat jabatan penting dengan segala cara. Jika ditelaah lebih lanjut semua itu sebenarnya bersumber dari rasa rendah diri yang kronis, penolakan terhadap diri sendiri, ketidakmampuan menghargai diri sendiri - hingga berusaha mati-matian menutupi keaslian diri.

3. Positive thinking

Cobalah memerangi setiap asumsi, prasangka atau persepsi negatif yang muncul dalam benak Anda. Anda bisa katakan pada diri sendiri, bahwa nobodys perfect dan its okay if I made a mistake. Jangan biarkan pikiran negatif berlarut-larut karena tanpa sadar pikiran itu akan terus berakar, bercabang dan berdaun. Semakin besar dan menyebar, makin sulit dikendalikan dan dipotong. Jangan biarkan pikiran negatif menguasai pikiran dan perasaan Anda. Hati-hatilah agar masa depan Anda tidak rusak karena keputusan keliru yang dihasilkan oleh pikiran keliru. Jika pikiran itu muncul, cobalah menuliskannya untuk kemudian di re-view kembali secara logis dan rasional. Pada umumnya, orang lebih bisa melihat bahwa pikiran itu ternyata tidak benar.

4. Gunakan self-affirmation

Untuk memerangi negative thinking, gunakan self-affirmation yaitu berupa kata-kata yang membangkitkan rasa percaya diri. Contohnya:

  • Saya pasti bisa !!
  • Saya adalah penentu dari hidup saya sendiri. Tidak ada orang yang boleh menentukan hidup saya !
  • Saya bisa belajar dari kesalahan ini. Kesalahan ini sungguh menjadi pelajaran yang sangat berharga karena membantu saya memahami tantangan
  • Sayalah yang memegang kendali hidup ini
  • Saya bangga pada diri sendiri

5. Berani mengambil resiko

Berdasarkan pemahaman diri yang obyektif, Anda bisa memprediksi resiko setiap tantangan yang dihadapi. Dengan demikian, Anda tidak perlu menghindari setiap resiko, melainkan lebih menggunakan strategi-strategi untuk menghindari, mencegah atau pun mengatasi resikonya. Contohnya, Anda tidak perlu menyenangkan orang lain untuk menghindari resiko ditolak. Jika Anda ingin mengembangkan diri sendiri (bukan diri seperti yang diharapkan orang lain), pasti ada resiko dan tantangannya. Namun, lebih buruk berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa daripada maju bertumbuh dengan mengambil resiko. Ingat: No Risk, No Gain.

6. Belajar mensyukuri dan menikmati rahmat Tuhan

Ada pepatah mengatakan yang mengatakan orang yang paling menderita hidupnya adalah orang yang tidak bisa bersyukur pada Tuhan atas apa yang telah diterimanya dalam hidup. Artinya, individu tersebut tidak pernah berusaha melihat segala sesuatu dari kaca mata positif. Bahkan kehidupan yang dijalaninya selama ini pun tidak dilihat sebagai pemberian dari Tuhan. Akibatnya, ia tidak bisa bersyukur atas semua berkat, kekayaan, kelimpahan, prestasi, pekerjaan, kemampuan, keahlian, uang, keberhasilan, kegagalan, kesulitan serta berbagai pengalaman hidupnya. Ia adalah ibarat orang yang selalu melihat matahari tenggelam, tidak pernah melihat matahari terbit. Hidupnya dipenuhi dengan keluhan, rasa marah, iri hati dan dengki, kecemburuan, kekecewaan, kekesalan, kepahitan dan keputusasaan. Dengan "beban" seperti itu, bagaimana individu itu bisa menikmati hidup dan melihat hal-hal baik yang terjadi dalam hidupnya? Tidak heran jika dirinya dihinggapi rasa kurang percaya diri yang kronis, karena selalu membandingkan dirinya dengan orang-orang yang membuat "cemburu" hatinya. Oleh sebab itu, belajarlah bersyukur atas apapun yang Anda alami dan percayalah bahwa Tuhan pasti menginginkan yang terbaik untuk hidup Anda.

7. Menetapkan tujuan yang realistik

Anda perlu mengevaluasi tujuan-tujuan yang Anda tetapkan selama ini, dalam arti apakah tujuan tersebut sudah realistik atau tidak. Dengan menerapkan tujuan yang lebih realistik, maka akan memudahkan anda dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian anda akan menjadi lebih percaya diri dalam mengambil langkah, tindakan dan keputusan dalam mencapai masa depan, sambil mencegah terjadinya resiko yang tidak diinginkan.

Mungkin masih ada beberapa cara lain yang efektif untuk menumbuhkan rasa percaya diri. Jika anda dapat melakukan beberapa hal serpti yang disarankan di atas, niscaya anada akan terbebas dari krisis kepercayaan diri. Namun demikian satu hal perlu diingat baik-baik adalah jangan sampai anda mengalami over confidence atau rasa percaya diri yang berlebih-lebihan/overdosis. Rasa percaya diri yang overdosis bukanlah menggambar kondisi kejiwaan yang sehat karena hal tersebut merupakan rasa percaya diri yang bersifat semu.

Rasa percaya diri yang berlebihan pada umumnya tidak bersumber dari potensi diri yang ada, namun lebih didasari oleh tekanan-tekanan yang mungkin datang dari orangtua dan masyarakat (sosial), hingga tanpa sadar melandasi motivasi individu untuk "harus" menjadi orang sukses. Selain itu, persepsi yang keliru pun dapat menimbulkan asumsi yang keliru tentang diri sendiri hingga rasa percaya diri yang begitu besar tidak dilandasi oleh kemampuan yang nyata. Hal ini pun bisa didapat dari lingkungan di mana individu di besarkan, dari teman-teman (peer group) atau dari dirinya sendiri (konsep diri yang tidak sehat). Contohnya, seorang anak yang sejak lahir ditanamkan oleh orangtua, bahwa dirinya adalah spesial, istimewa, pandai, pasti akan menjadi orang sukses, dsb - namun dalam perjalanan waktu anak itu sendiri tidak pernah punya track record of success yang riil dan original (atas dasar usahanya sendiri). Akibatnya, anak tersebut tumbuh menjadi seorang manipulator dan dan otoriter - memperalat, menguasai dan mengendalikan orang lain untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Rasa percaya diri pada individu seperti itu tidaklah didasarkan oleh real competence, tapi lebih pada faktor-faktor pendukung eksternal, seperti kekayaan, jabatan, koneksi, relasi, back up power keluarga, nama besar orangtua, dsb. Jadi, jika semua atribut itu ditanggalkan, maka sang individu tersebut bukan siapa-siapa.

Narsis

Termasuk Narsiskah Anda ?

Kepada adik-adiku di MTs Al Karimi 1, tahukah kamu kalau kamu narsis atau tidak ?

Pengertian Narsisme

Termasuk narsiskah kalau kita suka memajang foto-foto kita bersama pejabat, artis, tokoh agama, atau kelompok publik figur lain di ruang kerja atau di ruang tamu? Termasuk narsiskah kalau kita menaruh foto kita dan keluarga di desktop komputer di kantor? Termasuk narsiskah kalau kita mengkalungkan aksesoris keagamaan, seperti tasbih, salib, atau lainnya, di mobil atau di leher? Termasuk narsiskah kalau kita kemana-mana mendeklarasikan kesuksesan yang kita raih selama ini?

Kalau melihat definisinya Otto Kernberg (Borderline Condition and Pathological Narcissism: 1975), ternyata jawabannya tidak se-hitam-putih seperti yang selama ini berlaku. Itu bisa narsis dan bisa tidak, tergantung motif dan "nawaitu-nya" (untuk apanya). Menurut Kernberg, narsis itu mencakup berbagai kombinasi dari upaya seseorang dalam mendemonstrasikan ambisi, fantasi-kemewahan, rasa rendah diri, atau kebergantungan secara berlebihan terhadap pengakuan dan penghormatan dari orang lain.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, narsisme didefinisikan ke dalam pengertian yang sangat terkait dengan mitos di Yunani Kuno. Seorang dewa Narcis yang tampan rupawan terkena kutuk karena ulahnya yang kurang empatik dalam menolak cinta Dewi Eco. Akhirnya, meski ganteng, tak satu pun perempuan yang mencintainya. Narcis kemudian berkaca di air dan melihat dirinya sendiri yang tampan itu. Jadilah dia mencintai dirinya sendiri. Karena itu, dalam Kamus itu, narsis adalah hal / keadaan mencintai diri sendiri secara berlebihan, mempunyai kecenderungan seksual dengan diri sendiri.

Jadi, termasuk nariskah bila kita melakukan hal-hal di muka? Kalau mengacu ke literaturnya, itu akan termasuk narsis apabila motif yang mendorong kita adalah rasa takut, rasa kurang, atau rasa kosong, dan tujuannya adalah untuk mendapatkan pemenuhan dari luar (orang lain). Misalnya saja kita sangat takut dikatakan orang miskin. Supaya ini tidak terjadi maka kita menciptakan berbagai modus untuk mengelabuhi diri sendiri dan orang lain agar dibilang orang kaya, orang hebat, atau orang terpandang. Narsisme seperti ini dalam kajian literaturnya dimasukkan ke dalam apa yang disebut personality disorder.

Namun jika motif dan tujuannya tidak seperti itu, mungkin saja tidak. Misalnya kita menaruh foto sukses biar kita termotivasi saat mulai depresi. Kita menceritakan kesuksesan agar orang lain bisa mengambil pelajaran dari pengalaman kita. Dan lain-lain dan seterusnya. Ini mungkin yang membuat Andrew Marisson (The Underside of Narcissism: 1997), berkesimpulan bahwa masih ada narsis yang sehat (healthy narcissism).

Lima Tipe Narsisme

Inti dari narsisme adalah penolakan seseorang terhadap realitas dirinya secara tidak sehat (berbohong kepada diri sendiri), denial of the true self, kata Alexader Lowen. Penolakan ini kita wujudkan dalam bentuk rasa cinta berlebihan terhadap bayangan yang kita ciptakan terhadap diri sendiri (self-excessive love based on self image or ego ).

Misalnya saja kita tidak bisa menerima realitas diri kita di kantor sebagai karyawan. Kita kemudian menciptakan bayangan tentang diri sendiri seolah-olah kita adalah pemilik, orang paling dipercaya, atau orang paling hebat di kantor itu. Karena bayangan ini tidak / belum ada bukti pada diri kita, tentunya kita ingin mendapatkan pengakuan atau penghormatan dari pihak luar. Keinginan itulah yang kerap membuat kita terlalu menonjolkan diri.

Dalam kajian Alexader Lowen, seperti ditulisnya dalam Narcissism, Denial of The True Self (1997), ada lima tipe narsisme itu, yaitu:

  • Phallic Narcissistic character: Orang dengan karakter Phallic Narcissitic menginvestasikan energinya untuk merayu dan menarik perhatian. Cirinya antara lain: pede, arogan, elastik, menunjukkan kehebatan, dan seringkali sangat memukau.
  • Narcissistic character. Orang dengan karakter narsis, dikatakan punya image hebat dan dasyat tentang dirinya. Meminjam istilah Lowen, they are not just better, they are the best; they are not just attractive, they are the most attractive. Dalam kenyataannya, ada kasus-kasus di mana orang berkarakter narsis ini memang sukses, top, popular dan berprestasi karena dia mampu "bermain dengan baik" di panggung kehidupan. Tapi biar bagaimana pun juga, tetap saja image -nya lebih besar dari orang-nya.
  • Borderline personality. Orang ini tidak nyata-nyata mendemonstrasikan kesuksesan, kehebatan, yang bisa saja didukung oleh prestasi riil; karena kekuatan ego nya lebih lemah, malah kerapkali di dominasi rasa minder, merasa rapuh, tidak mampu, di liputi keraguan yang besar. Perasaan hebat dan spesial nya di simpan di dalam diri, jadi seperti memutar dan menonton film sendiri.
  • Psychopathic personality: Orang dengan tipe ini dikatakan extreme lack of human fellow feeling - atau bahasa gaulnya no heart feeling, karena bisa mencuri, berbohong, menipu, merusak, bahkan membunuh dengan santai, tanpa dibebani rasa bersalah, atau takut jika ketahuan.
  • Paranoid personality. Orang dengan tipe ini merasa dirinya begitu istimewa sampai-sampai tidak hanya menjadi pusat perhatian, plus jadi sasaran konspirasi orang-orang yang tidak suka padanya.

Apa Yang Menyebabkan ?

Apa ada orang yang benar-benar bersih dari kelima tipe narsisme di atas? Kalau benar-benar bersih mungkin terlalu sangat sulit ditemukan. Hampir pada diri semua orang ada narsisme-nya. Bedanya, ada yang terang-terangan dan ada yang disembunyikan. Ada yang masih wajar dan ada yang sudah tidak wajar. Ada yang masih tahu tempat dan waktu, dan ada yang sudah menyatu dengan kepribadian yang dibawa kemana-mana.

Bedanya lagi, menurut Lowen, adalah soal degree atau skala penonjolan kehebatan-diri. Mungkin ada yang masih wajar dalam arti belum sampai membuat seseorang keliru dalam memandang dirinya atau belum sampai pada tingkat yang sudah bisa mengundang kebencian orang lain dan ada yang sudah kebablasan.

Berbicara soal sebab-sebabnya, hampir tidak ditemukan sebab yang single untuk persoalan yang terkait dengan "ketidaknormalan" jiwa manusia. Karena itu, kalau melihat ke literaturnya, sebab-sebab itu selalu dikelompokkan ke dalam dua sebab induk, yaitu sebab personal (psikologis), yang berarti terkait dengan bagaimana kita mengelola jiwa kita (internal management).

Cerita Malin Kundang menggambarkan bagaimana seseorang merefleksikan dirinya setelah melihat realitas di luar dirinya yang baru. Misalnya saja dia berangkat dari kampung ke kota sebagai orang yang semula bukan siapa-siapa tetapi kemudian di kota dia menjadi sosok yang who is who. Perubahan ini membuat dia narsis dalam arti menonjolkan kehebatan-diri secara berlebihan dan mengukur orang lain dari definisi kehebatan yang ia ciptakan berdasarkan fantasinya sendiri. Sampai-sampai ibunya sendiri tidak diterima karena tidak hebat dan tidak kren.

Selain sebab personal, ada sebab yang disebut kultural atau sebab-sebab yang muncul dari faktor eksternal. Termasuk sebab eksternal adalah pola asuh yang diterima dari kecil. Sebuah keluarga yang mendefinisikan orang secara ekstrim (keluarga, tamu, tetangga, dst) dari sisi kaya-miskin, mewah-tidak mewah, atau menutupi kekurangan dengan cara mengelabuhi, akan sangat berpotensi melahirkan pribadi yang narsis. Bahkan, mengistimewakan kedudukan anak di atas yang lain atas nama budaya dan tradisi, itu ibaratnya menabur bibit narsis.

Termasuk sebab eksternal juga adalah lingkungan dimana kita berada. Tempat kerja, komunitas pergaulan atau masyarakat tertentu yang mendewakan budaya hedonisme (serba harus keren, mewah, dan serba materi) sangat mungkin mempengaruhi kita menjadi narsis. Jangan heran kalau misalnya kita punya teman yang gaya hidupnya berubah karena lingkungan pergaulannya berubah.

Secara hukum alamnya, sebab-sebab eksternal (keadaan dan orang lain) itu hanya sebagai pendukung atau pemicu atas munculnya kepribadian yang narsis. Artinya, lingkungan atau pola asuh tidak bisa dijadikan single predictor. Ini karena, yang menjadi penyebab-penentu (the most determinant factor) adalah sebab internal atau diri kita.

Solusi Dari Dalam

Kalau melihat clue-nya, narsisme (unhealty narcissism) itu terkait dengan sedikitnya tiga isu kejiwaan yang sangat mendasar. Pertama, terkait dengan bagaimana kita meresponi suara penolakan diri atau denial of the self karena tidak puas terhadap diri sendiri (dissatisfaction).

Sebenarnya, rasa tidak puas terhadap diri sendiri akan positif kalau kita gunakan untuk memperbaiki diri atau memunculkan dorongan untuk berubah ke arah yang lebih baik. Inilah yang disebut "learning, growing, improving". Jika kita sudah kehilangan dorongan untuk berubah, berarti proses learning-nya sudah berhenti dan ini sangat membahayakan.

Tapi akan negatif kalau itu kita gunakan untuk melakukan pertengkaran dengan diri sendiri (konflik diri) sampai membuat jiwa kita kosong (feeling of empty), kurang (feeling of lack), dan takut (feeling of fear). Ini semua akan mendorong kita menempuh modus untuk mengelabuhi diri sendiri supaya bisa mengelabuhi orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan dan penghormatan dari fantasi yang kita ciptakan.

Kedua, terkait dengan bagaimana kita menutupi kekurangan, entah kurang kaya, kurang kompeten, kurang keren, kurang mewah, dan seterusnya. Adanya rasa kurang pun ciptaaan Tuhan. Rasa kurang ini bisa kita gunakan untuk menjadi orang yang tawadlu (rendah hati), dekat sama Tuhan atau juga bisa kita gunakan sebaliknya.

Jika rasa kurang itu mendapatkan respon positif, pasti yang akan muncul adalah motivasi plus, misalnya dorongan untuk penyempurnaan, dorongan untuk mengakui kehebatan orang lain, dorongan untuk berubah, dan seterusnya. Tapi bila responnya negatif, akan sangat mungkin memunculkan motivasi minus, misalnya arogan tanpa alasan, membohongi orang lain untuk menutupi kekurangan, dan seterusnya.

Ketiga, terkait dengan sejauhmana kita melatih diri dalam mendengarkan suara naluri universal. Meski teorinya agak sulit membedakan prilaku yang narsis dan yang bukan, tetapi semua manusia punya naluri universal yang bertugas menerima kebaikan dan menolak kejelekan, entah dari perbuatan kita sendiri atau dari perbuatan orang lain. Kesombongan, penjolan diri berlebihan, atau penipuan diri itu pasti ditolak oleh naluri universal manusia.

Artinya, sejauh kita melatih diri untuk mendengarkan naluri universal kita, pasti kita akan lebih mudah "mengobati" benih-benih penyakit narsisme di dalam diri kita. Untuk bisa mendengarkan, syaratnya adalah jangan terlalu lama atau selalu mendengarkan suara dari luar. Idealnya, kita seimbang dalam mendengarkan suara dari dalam dan suara dari luar.

Kesimpulan

Narsisme dalam konteks perilaku, merupakan manifestasi dari pengingkaran diri (denial of the self). Tercermin dalam sikap penonjolan diri yang bersumber dari respon negatif terhadap ketidakpuasan, kekurangan, atau kehampaan di dalam jiwa. Perasaan miskin dan kosong ini, mendorong "pencarian dan perburuan" pengakuan, kepuasan, pujian, perhatian, dsb dengan cara yang tidak sehat.

Sebelum ada akibat buruk pada / dari orang lain, misalnya kebencian, penolakan, atau yang lain, lebih dulu perilaku ini berakibat buruk pada diri sendiri. Tidak akurat dalam menilai diri dapat membuat kita salah mengambil keputusan untuk diri kita. Akibatnya, kalau tidak mandek ya salah jalan.

Hampir tidak ada jiwa manusia yang tidak ada potensi narsisme-nya. Karena itu, kita semua punya kepentingan untuk memperbaiki diri supaya lebih baik selalu. Dan ini bisa kita mulai dari sekarang juga sesuai keadaan dan kemampuan kita.

Semoga bermanfaat.

Sejarah Pon Pes Al Karimi

SEJARAH SINGKAT PONDOK PESANTREN AL KARIMI

TEBUWUNG DUKUN GRESIK

BAB I

PEMUDA ABDUL KARIM

Pada tahun 1238 H yang bertepatan dengan tahun 1822 M di desa Drajat Paciran Lamongan telah lahir seorang anak yang diberi nama Abdul Karim, dari pasangan suami istri yang bernama KH.Abdul Qohar dan mbah Nyai Sarwilah keduanya asli desa Drajat Paciran Lamongan.

Mbah Abdul Karim adalah keturunan ke sebelas dari Sunan Drajat atau Raden Qosim , yaitu Abdul Karim bin Abdul Qohar bin Darus bin Kinan bin Ali Mas’udi bin Ahmad Rifa’I bin Bisri bin Dahlan bin Mohammad Ali bin Hamid bin Sunan Drajad/ Raden Qosim.

Dalam usia 2 tahun Abdul karim ditinggal ayahnya Kyai Abdul Qohar meninggal dunia, kemudian Nyai Sarwilah dinikahi oleh Kyai Asnawi dari Sidayu. Sehingga pendidikan Abdul Karim kecil praktis dalam bimbingan ayah tirinya yaitu Kyai Asnawi. Kemudian pemuda Abdul Karim melanjutkan menimba ilmu agamanya kepada salah satu ulama’ besar di Sidayu yaitu Kyai Mustahal. Setelah itu pemuda Abdul Karim melanjutkan pendidikannya di beberapa Pondok pesantren diataranya di Pondok pesantren yang diasuh oleh Raden Maulani ( Mbah Suto ) sendang, kemudian melanjutkan ke pondok pesantren Tugu Jogjakarta . kemudian menuaikan ibadah haji bersama ayah tirinya Kyai Asnawi. Dalam melaksanakan ibadah haji mengalami hambatan karena alat trasportasi pada saat itu hanya kapal sehingga sesampainya di Kota Makkah musim haji telah selesai dan pemuda Abdul karim memutuskan untuk memetap di kota Makah guna menunggu musim haji berikutnya sambil menuntut ilmu dari ulama’-ulama’ besar Makkah.

BAB II

SEJARAH PONDOK PESANTREN AL KARIMI

Menyibah asal mula berdirinya pondok pesantren Al karimi erat kaitannya dengan latar belakang KH Abdul Karim sebagai pendiri Pondok Pesantren Al Karimi. Beliau adalah putra dari pasangan suami istri KH Abdul Qohar bin Darus dan Sarwilah binti Mursilah asli dari Desa Drajat Paciran Lamongan yang dilahirkan pada tahun 1238 H/1822 M. Semenjak kecil Abdul Karim kecil hidup bersama ayah tirinya yang bernama Kyai Asnawi . Mula mula Abdul karim dikirim ke pondok pesantren Mbah Suto Sendang Paciran lamongan dak kemudian melanjutkan ke Pondok Pesantren Tugu Yogyakarta. Kedati ilmu yang diserap dari kedua pondok pesantren tersebut cukup banyak, bagi Abdul Karim belum merupakan perolehan yang optimal. Kehausan akan ilmu agama mencenangkan niatnya untuk memperdalamnya di kota Makkah Saudi Arabiyah.

Setelah beberapa tahun lamanya di kotta makkah beliau pulang ke kota Sidayu. Si Sidayu, selain membantu megajarkan ilmu agama juga ikut berdagang kain di pasar. Semakin lama nama beliau semakin dikenal orang. Kemasyurahannya bukan hanya lantaran guru agama dan pedagang yang berhasil, melainkan dikenal juga sebagai tokoh muda ahli agama yang disegani, baik oleh penduduk maupun pemerintah belanda. Karenanya Belanda bermaksud mengangkat hakim agama di kabupaten Sidayu . mendengar kabar tersebut beliau menjadi sedih.

Pada saat yang bersamaan, Pak Utsman Kepala desa Tebuwung tengah mencari seorang ulama’ yang sanggup membina masyarakatnya serta tinggal di desanya pula. Atas kehendak Allah yang kuasa, pak Utsman datang menghadap ke KH Abdul Karim ia memohon kesediaan beliau untuk membina masyarakat Tebuwung dan sekitarnya yang pada waktu itu sangat rendah bud. Dengan senang hati tawaran tersebut diterimanya sesuai dengan panggilan jiwanya.

Pada tahun 1862 KH Abdul Karim meninggalkan kota Sidayu menuju Desa Tebuwung. Suasana di lingkungan batu ini jauh berbeda dengan kota Sidayu. Dimana-mana termasuk Sidayu pendidikan dan pengajaran agama islam selalu dalam tekanan dan pengawasan yang ketat dari pemerintah Belanda. Sementara itu ia lebih leluasa mengajarkan agama di desa Tebuwung.sebagai sarana mengajar para santri tahun 1864 didirikan sebuah pondok dan surau di daerah hutan bendo desa Tebuwung yang sangat sederhan. Kemudian tahun tersebut sampai sekarang sebagai tahun berdirinya Pondok Pesantren Al Karimi yang dulu deikenal dengan sebutan Pondok Bendo. Sebutan Bendo diambil dari nama pohon sejenis pinang yang konon banyak tumbih di sekitar pondok tersebut.

Cara beliau mendidik para santri tak ubahnya seperti di pondok-pondok salaf yang lain. System weton dan sorongan merupakan tradisi ilmiyah pesantren. Pada mulanya santri yang mengajipun hanya terbatas dari desa Tebuwung saja. Lambat laun santri yang berdatangan dari luar daerah semakin banyak . ini semua berkat ketekunan, keikhlasan mengabdi dan kesederhanaan hidup yang diteladankan kepada para santri dan masyarakat sekitarnya.

Semasa hayatnya KH. Abdul Karim dikaruniai 8 puta putri

Dari istri 1 :

1. K Zaid ( membantu ayahnya di Tebuwung )

2. KH. Ishaq, pendiri Pondok Pesantren Sidodadi Surabaya

3. Nyai Halimun Nur, nenek KH. Munir Ujungpangkah

Dari istri yang ke 2

1. KH. Musthofa ( Pendiri Pondok Pesantren Tarbiyatul Tholabah )

2. Nyai Alimah

3. Nyai Muthiah

4. Nyai Zainab

5. KH. Murtadlo , penerus Pengasuh Pondok Pesantren Al Karimi

Setelah KH. Abdul Karim wafat tongkat estafet dipegang oleh putra bungsu beliau bernama KH. Murtadlo. Dibawah asuhan KH. Murtadlo Pondok Pesantren Al Karimi terus berkembang tetapi cara pengajarannya tetap menggunakan tradisi lama.

Alih generasi merupakan satu hal yang tidak dapat ditolak. KH Abdul Karim dan KH Murtadlo boleh saja meninggalkan masyarakat tebuwung dan sekitarnya untuk selama-lamanya. Namun Pondok Pesantren Al Karimi yang dibangun dengan susah payah harus tetap hidup berkembang, dan mampu menjawab tantangan zaman. Dengan demikian tekad KH Abdullah, KH Abdul Mu’in dan KH. Zaini Rosyid pewaris Pondok Pesantren Al Karimi mereka pulalah yang bakal memeberikan warna baru.

BAB III

PERGESERAN SISTEM PENDIDIKAN

Tuntutan keadaan menghembuskan angin baru di desa Tebuwung . kesadaran penuh terhadap putaran zaman memanggil para pemangku Pondok Pesantren Al Karimi berbenah diri. Perubahan system pendidikan adalah suatu keharusan. Dengan diprkarsai KH. Abdul Mu’in tanggal 26 Maret 1949, Pondok Pesantren Al Karimi mendirikan Madrasah Ibtidiyah (MI) yang system pendidikannya tidak lagi menggunakan sorogan dan weton. Pengajarannya ditata secara klasikal. Berkenan sebagai kepala madrasah adalah KH. Zaini Rosyid dan sebagai pemangku pondok pesantren Al Karimi dipercayakan kepada KH. Moh Sabiq Abdullah.

Mengingat kesadaran masyarakat terhada[ dunia pendidikan bertambah meningkat, banyak sekali siswa lulusan MI yang ingin melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Situasi demikian ini tidak menguntungkan bagi masyarakat Tebuwung dan sekitarnya karena jenjang pendidikan yang dimaksud hanya terbatas dikota-kota besar saja. Atas saran para wali murid, tahun 1968 Pondok Pesantren Al karimi menambah satu unit pendidikan yaitu Madrasah Tsanawiyah (MTs). Dan selang dua tahun kemudian yaitu 1970 berhasil menambah lagi satu jenjang pendidikan prasekolah ( RA )

Dibawah pemerintahan orde baru, keberhasilan pemabangunan makin tampak nyata. Tidak ketinggalan pula pembangunan dibidang pendidikag. Gedung-gedung sekolah banyak didirikan dimana-mana, baik oleh badan pemerintah maupun swasta. Hal tersebut memberikan indikasi bahwa kesadaran masyarakat bangsa Indonesia akan pentingnya pendidikan benar-benar merupakan kebutuhan yang mendesak. Pondok Pesantren Al Karimi yang telah lahir sejak zaman pendudukan Belanda selalu ikut aktif dalam memasyarakatkan pendidikan sesuai dengan tuntutan zamanya. Upaya itu mewujudkan satu unit pendidikan menengah atas ( MA ) yang berdiri tahun 1974.

Pengembangan pendidikan di atas tidak hanya terbatas pada segi kwantitas, peningkatan kwalitas tentu saja, dan sarana serta managemen menjadi persoalan yang yang tetap diperhatikan guna mencapai tujuan institusional Pondok Pesantren Al Karimi. Salah satu upaya untuk pencapaian tujuan tersebut melalui pemantapan kurikulum./ mulai tingkat ibtida ‘iyah sampai dengan tingkat aliyah, di satu sisi menggunakan kurikulum yang ditetapkan secara nasional, di lain sisi tidak meninggalkan tradisi ilmiyah pesantren. Gabungan antara keduanya merupakan ciri yang dimilki pendidikan di pondok pesantren Al Karimi.

BAB IV

TEROBOSAN BARU BAGI PONDOK PESANTREN AL KARIMI

Kini Pondok Pesantren al Karimi mulai melebarkan sayapnya jenjang pendidikan yang selama ini terbatas pada pendidikan agama, tahun 1980 merupakan terobosan baru bagi Pondok Pesantren Al Karimi. Pada tahun tersebut berhasil menambah satu unit pendidikan umum tingkat menengah pertama ( SMP ). Seperti disebutkan di atas bahwa peningkatan mutu, sarana, dan manajemen tetap menjadi perhatian disertai dengan dedikasi yang tinggi dari para pendidik, sejak tahun 1984 SMP Al Karimi mendapat status diakui.

Upaya Pondok Pesantren Al Karimi untuk menjandikan desa Tebuwung sebagai pusat pendidikan dasar dan menengah baik agama maupun umum, tidak berhenti samapi disini. Dengan memanfaatkan segala potensi yang ada di desa Tebuwung dan sekitarnya, para pemangku Pondok Pesantren Al karimi selalu merengkuh isyarat zaman. Beberapa unit pendidikan yang telah ada dirasa masih kurang lengkap. Maka atas prakarsa para alumni dengan diketuai Bapak H. Nur Fatah Syafi’I, SH pada tahun 1986 berdiri lagi satu jenjang pendidikan umum tingkat menengah atas (SMA)

Dengan demikian, Pondok Pesantren Al Karimi memilki unit-unit pendidikan sebagai berikut :

1. Pondok Pesantren Al Karimi

2. RA Al Karimi

3. MI Al Karimi

4. MTs Al Karimi 1

5. MA Al Karimi

6. SMP Al Karimi

7. SMA Al Karimi

Seluruh unit pendidikan di atas diberi nama Al Karimi hal ini dimaksudkan agar semua pecinta Al Karimi selalu mengenang jasa –jasa KH. Abdul Karim sebagai pendiri Pondok Pesantren Al karimi. Peranan Pondok Pesantren Al Karimi dalam mayarakat tidak hanya pada bidang pendidikab saja tapi juga aktif dibidang pelayanan arus penerangan dan informasi pembangunan, untuk itu pada tanggal 29 Oktober 1987 pusat informasi Pondok Pesantren (PIP) Al Karimi diresmikan oleh Kakan Departemen Penerangan kabupaten GresikBapak Moh. Mashodi, BBA. Yang disertai penyerahan perlengkapan informasi dari kantor depatemen penerangan dan BKKBN kabupaten Gresik. Berupa peswat Telefisi dan Rublik adres ( PA).

Pondok pesantren Al Karimi adalah sebagai lembaga pendidikan maka untuk mendapatkan kekuatan hokum pada tahun 1986 terbentuklah sebuah yayasan Al Karimi, dengan akte notaries : Ny. Nur Laily Adam S.H nomor 5 tahun1986.

Seks

Pendidikan Seksual Pada Remaja

Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk hidup, karena dengan seks makhluk hidup dapat terus bertahan menjaga kelestarian keturunannya.

Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri (Handbook of Adolecent psychology, 1980). Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut.

Karena meningkatnya minat remaja pada masalah seksual dan sedang berada dalam potensi seksual yang aktif, maka remaja berusaha mencari berbagai informasi mengenai hal tersebut. Dari sumber informasi yang berhasil mereka dapatkan, pada umumnya hanya sedikit remaja yang mendapatkan seluk beluk seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu remaja mencari atau mendapatkan dari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya seperti di sekolah atau perguruan tinggi, membahas dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, media massa atau internet.

Memasuki Milenium baru ini sudah selayaknya bila orang tua dan kaum pendidik bersikap lebih tanggap dalam menjaga dan mendidik anak dan remaja agar ekstra berhati-hati terhadap gejala-gejala sosial, terutama yang berkaitan dengan masalah seksual, yang berlangsung saat ini. Seiring perkembangan yang terjadi sudah saatnya pemberian penerangan dan pengetahuan masalah seksualitas pada anak dan remaja ditingkatkan. Pandangan sebagian besar masyarakat yang menganggap seksualitas merupakan suatu hal yang alamiah, yang nantinya akan diketahui dengan sendirinya setelah mereka menikah sehingga dianggap suatu hal tabu untuk dibicarakan secara terbuka, nampaknya secara perlahan-lahan harus diubah. Sudah saatnya pandangan semacam ini harus diluruskan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan membahayakan bagi anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa. Remaja yang hamil di luar nikah, aborsi, penyakit kelamin, dll, adalah contoh dari beberapa kenyataan pahit yang sering terjadi pada remaja sebagai akibat pemahaman yang keliru mengenai seksualitas.

Karakteristik Seksual Remaja

Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Karakter seksual masing-masing jenis kelamin memiliki spesifikasi yang berbeda hal ini seperti yang pendapat berikut ini : Sexual characteristics are divided into two types. Primary sexual characteristics are directly related to reproduction and include the sex organs (genitalia). Secondary sexual characteristics are attributes other than the sex organs that generally distinguish one sex from the other but are not essential to reproduction, such as the larger breasts characteristic of women and the facial hair and deeper voices characteristic of men (Microsoft Encarta Encyclopedia 2002)

Pendapat tersebut seiring dengan pendapat Hurlock (1991), seorang ahli psikologi perkembangan, yang mengemukakan tanda-tanda kelamin sekunder yang penting pada laki-laki dan perempuan. Menurut Hurlock, pada remaja putra : tumbuh rambut kemaluan, kulit menjadi kasar, otot bertambah besar dan kuat, suara membesar dan lain,lain. Sedangkan pada remaja putri : pinggul melebar, payudara mulai tumbuh, tumbuh rambut kemaluan, mulai mengalami haid, dan lain-lain.

Seiring dengan pertumbuhan primer dan sekunder pada remaja ke arah kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat dan dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya. Hal tersebut merupakan suatu yang wajar karena secara alamiah dorongan seksual ini memang harus terjadi untuk menyalurkan kasih sayang antara dua insan, sebagai fungsi pengembangbiakan dan mempertahankan keturunan.

Perilaku Seksual

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Obyek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual (yang dilakukan sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah, dan agresi.

Sementara akibat psikososial yang timbul akibat perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil di luar nikah. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi. Disamping itu tingkat putus sekolah remaja hamil juga sangat tinggi, hal ini disebabkan rasa malu remaja dan penolakan sekolah menerima kenyataan adanya murid yang hamil diluar nikah. Masalah ekonomi juga akan membuat permasalahan ini menjadi semakin rumit dan kompleks.

Berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai :

· Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi.

· Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.

· Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan.

Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut.

Adapun faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja, menurut Sarlito W. Sarwono (Psikologi Remaja,1994) adalah sebagai berikut :

  • Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu
  • Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain)
  • Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut.
  • Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media masa yang dengan teknologi yang canggih (cth: VCD, buku stensilan, Photo, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya.
  • Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.
  • Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria.

Pendidikan Seksual

Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.

Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Menurut Singgih, D. Gunarsa, penyampaian materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak ( dalam Psikologi praktis, anak, remaja dan keluarga, 1991). Dalam hal ini pendidikan seksual idealnya diberikan pertama kali oleh orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orangtuanya sendiri. Tetapi sayangnya di Indonesia tidak semua orangtua mau terbuka terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan yang heterogen di Indonesia menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar.

Tujuan Pendidikan Seksual

Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.

Menurut Kartono Mohamad pendidikan seksual yang baik mempunyai tujuan membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggungjawab (dalam Diskusi Panel Islam Dan Pendidikan Seks Bagi Remaja, 1991). Beberapa ahli mengatakan pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan (Tirto Husodo, Seksualitet dalam mengenal dunia remaja, 1987)

Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan lebih lengkap sebagai berikut :

· Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.

· Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggungjawab)

· Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi

· Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.

· Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.

· Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya.

· Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan.

· Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat.

Jadi tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor. Tetapi lebih sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugrah Tuhan dan berfungsi penting untuk kelanggengan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak itu bisa belajar menghargai kemampuan seksualnya dan hanya menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu saja.

Beberapa Kiat

Para ahli berpendapat bahwa pendidik yang terbaik adalah orang tua dari anak itu sendiri. Pendidikan yang diberikan termasuk dalam pendidikan seksual. Dalam membicarakan masalah seksual adalah yang sifatnya sangat pribadi dan membutuhkan suasana yang akrab, terbuka dari hati ke hati antara orang tua dan anak. Hal ini akan lebih mudah diciptakan antara ibu dengan anak perempuannya atau bapak dengan anak laki-lakinya, sekalipun tidak ditutup kemungkinan dapat terwujud bila dilakukan antara ibu dengan anak laki-lakinya atau bapak dengan anak perempuannya. Kemudian usahakan jangan sampai muncul keluhan seperti tidak tahu harus mulai dari mana, kekakuan, kebingungan dan kehabisan bahan pembicaraan.

Dalam memberikan pendidikan seks pada anak jangan ditunggu sampai anak bertanya mengenai seks. Sebaiknya pendidikan seks diberikan dengan terencana, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak. Sebaiknya pada saat anak menjelang remaja dimana proses kematangan baik fisik, maupun mentalnya mulai timbul dan berkembang kearah kedewasaan.

Beberapa hal penting dalam memberikan pendidikan seksual, seperti yang diuraikan oleh Singgih D. Gunarsa (1995) berikut ini, mungkin patut anda perhatikan:

· Cara menyampaikannya harus wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu.

· Isi uraian yang disampaikan harus obyektif, namun jangan menerangkan yang tidak-tidak, seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi, boleh mempergunakan contoh atau simbol seperti misalnya : proses pembuahan pada tumbuh-tumbuhan, sejauh diperhatikan bahwa uraiannya tetap rasional.

· Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak. Terhadap anak umur 9 atau 10 tahun t belum perlu menerangkan secara lengkap mengenai perilaku atau tindakan dalam hubungan kelamin, karena perkembangan dari seluruh aspek kepribadiannya memang belum mencapai tahap kematangan untuk dapat menyerap uraian yang mendalam mengenai masalah tersebut.

· Pendidikan seksual harus diberikan secara pribadi, karena luas sempitnya pengetahuan dengan cepat lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama buat setiap anak. Dengan pendekatan pribadi maka cara dan isi uraian dapat disesuaikan dengan keadaan khusus anak.

· Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usahakan melaksanakan pendidikan seksual perlu diulang-ulang (repetitif) selain itu juga perlu untuk mengetahui seberapa jauh sesuatu pengertian baru dapat diserap oleh anak, juga perlu untuk mengingatkan dan memperkuat (reinforcement) apa yang telah diketahui agar benar-benar menjadi bagian dari pengetahuannya.

Saya yakin pasti masih ada cara-cara lain yang dapat anda gunakan dalam mendidik anak remaja anda. Akhir kata saya berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi remaja, orang tua dan pendidik dalam membentuk remaja menjadi generasi penerus bangsa yang memiliki kualitas kehidupan yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan yang lebih berat di masa yang akan datang.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes